Gedung Mahkamah Agung (mahkamahagung.go.id)
Rudianto lantas mengusulkan agar ke depan perlu ada evaluasi menyeluruh, khususnya bagaimana menentukan kriteria hakim yang akan bertugas di pengadilan kelas satu.
Menurut dia, MA harus mengukur hakim-hakim tersebut dari latar prestasi, integritas, hingga bagaimana produk-produk putusannya selama menjadi hakim. Selain itu, perlu juga menjadi catatan yang serius bagaimana rekam jejaknya selama ini.
"Lihat putusannya selama ini, apakah putusannya progresif atau bagaimana, mendukung upaya kepala negara misalnya atau tidak," kata dia.
Ia pun merindukan kehadiran hakim yang punya integritas tinggi, seperti Bismar Siregar, hakim yang progresif yang bisa menyelami atau mengetahui betul-betul rasa keadilan masyarakat itu sendiri.
Akhir-akhir ini, sejumlah hakim terseret kasus suap. Tiga hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus suap senilai Rp60 miliar terkait vonis lepas terhadap tiga korporasi dalam perkara ekspor minyak sawit. Mereka adalah Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom.
Kasus ini juga melibatkan Ketua PN Jakarta Selatan, Muhammad Arif Nuryanta, yang diduga menjadi perantara suap dari pengacara korporasi kepada para hakim tersebut.
Tak lama dari kasus ini terbongkar, tiga hakim di PN Surabaya dinonaktifkan. Ketiganya adalah Erintuah Damanik, Mangapul, dan Heru Hanindyo. Mereka menjadi terdakwa dalam kasus dugaan menerima suap senilai Rp4,6 miliar saat menangani kasus Ronald Tannur.
Selain itu, mantan pejabat Mahkamah Agung Zarof Ricar bahkan nyaris membuat penyidik dari Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung pingsan, saat menemukan tumpukan uang tunai hampir Rp 1 triliun, sekitar Rp920 miliar, di rumahnya.
Zarof bahkan dikenal sebagai makelar kasus dalam perkara yang menyeret Ronald Tannur, yang sempat dijatuhi vonis bebas oleh PN Surabaya pada Rabu (24/7/2024) silam.