Ilustrasi hukum. (IDN Times/Mardya Shakti)
Adapun soal pemakzulan atau pemberhentian presiden dan wakil presiden diatur dalam UUD 1945 Pasal 7A. Berikut isinya:
Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.
Tapi pada Pasal 7B ayat (1) disebutkan, DPR dan MPR tidak bisa langsung memakzulkan presiden atau wakil presiden. Pemakzulan yang diajukan DPR ke MPR bisa dilakukan dengan mengajukan permintaan ke Mahkamah Konsitusi (MK), untuk diperiksa dan diadili terlebih dulu.
"Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden," tulis Pasal 7B ayat (1).
Pada Pasal 7B ayat (3), pengajuan permintaan pemakzulan oleh DPR ke MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota dewan yang hadir dalam sidang paripurna.
"Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi," tulis Pasal 7B ayat (4).
Di Pasal 7B ayat (5) disebutkan, apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden, DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.
Pada Pasal 7B ayat (6), MPR wajib menggelar sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari sejak menerima usulan tersebut.
"Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnyakurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat," tulis Pasal 7B ayat (7).