Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mekanisme Pemberhentian Presiden dan Wakil Presiden Menurut UUD 1945

Presiden Prabowo dan Wapres Gibran umumkan Menteri Negara, Wakil Menteri, dan Kepala Badan pada Kabinet Merah Putih pada Minggu (20/10/2024). (IDN Times/Ilman Nafi'an)
Intinya sih...
  • Menurut UUD 1945 Pasal 7A, pemakzulan presiden atau wakil presiden dapat dilakukan oleh MPR atas usul DPR jika terbukti melakukan pelanggaran hukum.
  • Pasal 7B ayat (1) menyatakan bahwa DPR dan MPR harus usul ke MK terlebih dulu sebelum memakzulkan presiden atau wakil presiden.

Jakarta, IDN Times - Sejumlah purnawirawan TNI menyerukan agar Gibran Rakabuming Raka dimakzulkan sebagai Wakil Presiden. Ada lima elite purnawirawan yang ikut menandatangani tuntutan Wakil Presiden Gibran diganti.

Mereka yang menandatangani dokumen tersebut adalah purnawirawan jenderal TNI yaitu Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, Hanafi Asnan, dan Try Sutrisno. Total ada 103 purnawirawan jenderal, 73 laksamana, 65 marsekal dan 91 kolonel yang juga ikut memberikan dukungan terhadap seruan tersebut. 

Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Daring, pemakzulan berasal dari kata dasar makzul, yang berarti berhenti memegang jabatan, turun takhta.

Lantas, bagaimana aturan (mekanisme) pemberhentian seorang presiden atau wakil presiden menurut Undang-Undang Dasar (UUD) 1945? Berikut penjelasannya.

1. Presiden atau wakil presiden dapat diberhentikan MPR atas usul DPR, diatur dalam Pasal 7A

Presiden dan Wakil Presiden periode 2024-2029, Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka usai dilantik pada Minggu(20/10/2024). (youtube.com/MPRGOID)

Pada UUD 1945, turut diatur mengenai mekanisme pemberhentian presiden atau wakil presiden. Hal itu tertuang pada Pasal 7A. Berikut isinya:

Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diberhentikan dalam masa jabatannya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul Dewan Perwakilan Rakyat, baik apabila terbukti telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela maupun apabila terbukti tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden.

2. DPR harus terlebih dahulu ajukan ke MK

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pada Pasal 7B ayat (1), DPR dan MPR tidak bisa langsung memakzulkan presiden atau wakil presiden. Pemakzulan yang diajukan DPR ke MPR bisa dilakukan dengan mengajukan permintaan ke Mahkamah Konsitusi (MK), untuk diperiksa dan diadili terlebih dulu.

"Usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden dapat diajukan oleh Dewan Perwakilan Rakyat kepada Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dengan terlebih dahulu mengajukan permintaan kepada Mahkamah Konstitusi untuk memeriksa, mengadili, dan memutus pendapat Dewan Perwakilan Rakyat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden telah melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau pendapat bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/atau Wakil Presiden," tulis Pasal 7B ayat (1).

Pada Pasal 7B ayat (3), pengajuan permintaan pemakzulan oleh DPR ke MK hanya dapat dilakukan dengan dukungan sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota dewan yang hadir dalam sidang paripurna.

"Mahkamah Konstitusi wajib memeriksa, mengadili, dan memutus dengan seadil-adilnya terhadap Dewan Perwakilan Rakyat tersebut paling lama sembilan puluh hari setelah permintaan Dewan Perwakilan Rakyat itu diterima oleh Mahkamah Konstitusi," tulis Pasal 7B ayat (4).

3. Langkah DPR-MPR selanjutnya bila MK putuskan presiden atau wakil presiden diberhentikan

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pada Pasal 7B ayat (5), Apabila Mahkamah Konstitusi memutuskan bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden terbukti melakukan pelanggaran hukum berupa pengkhianatan terhadap negara, korupsi, penyuapan, tindak pidana berat lainnya, atau perbuatan tercela; dan/atau terbukti bahwa Presiden dan/atau Wakil Presiden tidak lagi memenuhi syarat sebagai Presiden dan/ atau Wakil Presiden, DPR akan menyelenggarakan sidang paripurna untuk meneruskan usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden kepada MPR.

Pada Pasal 7B ayat (6), MPR wajib menggelar sidang untuk memutuskan usul DPR paling lambat 30 hari sejak menerima usulan tersebut.

"Keputusan Majelis Permusyawaratan Rakyat atas usul pemberhentian Presiden dan/atau Wakil Presiden harus diambil dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dihadiri oleh sekurang-kurangnyakurangnya 3/4 dari jumlah anggota dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir, setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan menyampaikan penjelasan dalam rapat paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat," tulis Pasal 7B ayat (7).

4. TB Hasanuddin sebut pemakzulan Gibran sulit terwujud

Anggota Komisi I DPR, Mayjen TNI (purn) TB Hasanuddin dalam wawancara khusus di acara Real Talk with Uni Lubis by IDN Times (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Terkait wacana pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka seperti yang diserukan oleh sejumlah purnawirawan TNI, anggota Komisi I DPR RI Mayjen TNI (Purn) TB Hasanuddin menilai, pemakzulan itu akan sulit terwujud.

Hasanuddin mengatakan, melihat komposisi DPR yang mayoritas berasal dari partai politik pendukung pemerintah, pemakzulan Gibran tidak mungkin dilakukan.

"Ini kan kalau kita lihat, tidak mungkin lah. Di DPR itu mayoritasnya sekarang kan ya di kubu pendukung pemerintah. Di kubu pendukung pemerintah, jadi kayaknya tidak mungkin menjadi sebuah kenyataan," kata Hasanuddin dalam wawancara khusus IDN Times di program Real Talk with Uni Lubis, Kamis (6/5/2025).

Ia tak memungkiri, adanya dorongan agar Gibran diganti merupakan pendapat yang sah-sah saja di negara yang menganut prinsip demokrasi ini. Namun, ia menekankan, pemakzulan itu tidak mudah dan membutuhkan proses yang sangat panjang.

"Begini, saya pribadi, ini bukan sikap PPAD atau sikap PDIP ya, pribadi Hasannudin. Begini, siapapun di era demokrasi ini berpendapat sah-sah saja, dilindungi dengan undang-undang, clear sampai di situ ya. Tapi dilaksanakan bisa atau tidak, soal pemakzulan itu, nggak semudah itu," tuturnya.

Politikus PDIP itu pun menjelaskan, berbagai persyaratan yang harus dipenuhi jika ingin memakzulkan presiden dan/atau wakil presiden. Syarat tersebut secara khusus diatur dalam Pasal 7A UUD 1945.

Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sunariyah
Fahreza Murnanda
Sunariyah
EditorSunariyah
Follow Us