Telusuri Aliran Dana Suap Bansos COVID-19, KPK Gandeng PPATK

KPK enggan beberkan informasi yang didapatkan dari PPATK

Jakarta, IDN Times - Plt Jubir Bidang Penindakan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Ali Fikri mengatakan, lembaga antirasuah bekerja sama dengan pihak lain untuk mendalami kasus suap bansos COVID-19 yang menjerat Menteri Sosial (Mensos) non-aktif, Juliari Peter Batubara. Salah satunya, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK).

"Iya, kami memastikan penanganan perkara oleh KPK ini akan kerja sama dengan pihak perbankan maupun PPATK dalam hal penelusuran aliran maupun transaksi keuangan," ujar Ali saat dikonfirmasi awak media, Kamis (17/12/2020).

1. KPK enggan beberkan informasi dari PPATK

Telusuri Aliran Dana Suap Bansos COVID-19, KPK Gandeng PPATKPlt Jubir Bidang Penindakan KPK, Ali Fikri (Dok. Humas KPK)

Ali mengatakan, pihaknya mempersilakan siapa saja memberikan informasi kepada KPK untuk membantu penanganan kasus tersebut. Namun, kata Ali, KPK belum bisa membeberkan informasi yang didapatkan dari PPATK.

"Mengenai data dan informasi yang diberikan PPATK, tentu tidak bisa kami sampaikan. Karena, itu bagian dari strategi penyidikan penyelesaian perkara ini," ucapnya.

Baca Juga: KPK Dapat Informasi Paket Bansos COVID-19 Dipotong Rp100 Ribu

2. Total ada lima tersangka terkait kasus suap program bansos COVID-19

Telusuri Aliran Dana Suap Bansos COVID-19, KPK Gandeng PPATKPejabat Pembuat Komitmen di Kementerian Sosial Matheus Joko Santoso (kanan) berjalan menuju mobil tahanan usai diperiksa di gedung KPK, Jakarta, Minggu (6/12/2020) (ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A)

Dalam kasus ini, KPK sudah menetapkan lima orang tersangka. Sebagai pihak terduga penerima, yakni Juliari serta dua pejabat PPK Kemensos Matheus Joko Santoso dan Adi Wahyono. Sebagai pihak terduga pemberi, Ardian I M dan Harry Sidabuke yang merupakan pihak swasta.

Dalam OTT kasus dugaan suap program bansos COVID-19, KPK mengamankan barang bukti uang Rp14,5 miliar dengan pecahan mata uang rupiah dan mata uang asing. Uang itu disimpan di dalam tujuh koper, tiga tas ransel dan amplop kecil.

Kasus ini berawal dari adanya pengadaan bansos penanganan COVID-19 berupa paket sembako di Kementerian Sosial (Kemensos) tahun 2020, dengan nilai Rp5,9 triliun. Kemudian ada 272 kontrak dan dilaksanakan dengan dua periode.

Juliari Batubara menunjuk Matheus dan Adi Wahyono sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk melaksanakan proyek tersebut. Mereka menunjuk langsung para pihak yang menjadi rekanan.

"Dan diduga disepakati ditetapkan adanya fee dari tiap-tiap paket pekerjaan yang harus disetorkan para rekanan kepada Kementerian Sosial melalui MJS (Matheus). Untuk fee tiap paket bansos disepakati oleh MJS (Matheus) dan AW (Adi) sebesar Rp10 ribu per paket sembako, dari nilai Rp300 ribu perpaket bansos," jelas Ketua KPK Firli Bahuri dalam konferensi pers yang disiarkan akun YouTube KPK, Minggu 6 Desember 2020.

3. Juliari diduga terima suap Rp17 miliar

Telusuri Aliran Dana Suap Bansos COVID-19, KPK Gandeng PPATKMenteri Sosial Juliari P Batubara berjalan menuju mobil tahanan usai menjalani pemeriksaan di Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta, Minggu (6/12/2020) (ANTARA FOTO/Galih Pradipta)

Pada Mei hingga November 2020, Matheus dan Adi membuat kontrak pekerjaan dengan beberapa supplier sebagai rekanan. Di antaranya Ardian, Harry dan juga PT Rajawali Parama Indonesia (RPI) yang diduga milik Matheus. Penunjukkan PT RPI sebagai salah satu rekanan juga diduga diketahui Juliari dan disetujui oleh Adi Wahyono.

Selain itu, Juliari juga diduga menerima suap sebesar Rp17 miliar. Pada pelaksanaan paket bansos sembako periode pertama, Juliari diduga menerima uang sebesar Rp8,2 miliar. Sedangkan periode kedua, Juliari diduga menerima uang Rp8,8 miliar.

Baca Juga: Juliari Batubara Tidak Dijerat Pasal Hukuman Mati, Ini Alasan KPK

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya