Rapat Komisi II DPR bersama Mendagri, KPU, Bawaslu, dan DKPP (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Ia menegaskan, pengunduran jadwal pelantikan kepala daerah tidak sesuai dengan keputusan rapat antara DPR, pemerintah, dan penyelenggara pemilu.
Dalam rapat pada 22 Januari 2025, DPR RI bersama Kemendagri, KPU, Bawaslu, DKPP menyepakati pelantikan 296 kepala daerah terpilih hasil Pilkada 2024 yang tidak bersengketa di MK digelar pada 6 Februari 2025.
Kendati begitu, Toha tak memungkiri, kesimpulan dalam rapat DPR itu mengabaikan Putusan MK No.27/PUU-XXII/2024 yang menyatakan pelantikan kepala daerah secara serentak dilakukan setelah MK menyelesaikan perselisihan hasil pilkada untuk perkara yang tidak dapat diterima dan ditolak. Namun, putusan MK terkait pemilu atau pilkada ini open legal policy, atau DPR dapat melakukan constitutional enginering, selama tidak berlawanan UUD 1945.
"Kecuali bagi daerah-daerah yang dalam sengketa di MK diputuskan pelaksanaan pemilihan ulang, atau pemungutan suara ulang, atau penghitungan suara ulang," bebernya.
Kesimpulan dalam rapat DPR juga berusaha menganulir Perpres Nomor 80 Tahun 2024 yang memerintahkan pelantikan gubernur hasil Pilkada serentak 2024 akan dilaksanakan secara serentak pada 7 Februari 2025. Sementara, pelantikan bupati/wali kota akan berlangsung serentak pada 10 Februari 2025. Ketentuan dasar Pelantikan termaktub dalam UU Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada.
Lebih lanjut, Toha menambahkan, kabarnya MK berencana membacakan putusan dismissal untuk 310 sengketa hasil Pilkada Serentak 2024 pada 4 dan 5 Februari 2025.
Ia mengatakan, perlu dipikirkan nasib daerah yang berdasarkan putusan MK harus melakukan pemungutan suara ulang (PSU), termasuk dua daerah yang akan menyelenggarakan pilkada ulang akibat kalah dengan kotak kosong.
Toha mengusulkan agar pelantikan diserentakkan untuk tahap kedua. Selain itu, konsekuensi dari perubahan UU Pilkada agar pada keberkalaan lima tahunan selanjutnya daerah-daerah yang mengikuti pelantikan serentak tahap II, akan ikut pilkada serentak dengan pelantikan serentak tahap I.
"Usulan ini dimaksudkan agar tidak lagi mengacaukan keserentakan pilkada nasional yang telah dirancang dalam 5 gelombang (2015, 2017, 2018, 2020,2014)," imbuhnya.