Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan Bekerja

Kafe Sunyi memiliki 100 persen pekerja disabilitas

Jakarta, IDN Times - Di salah satu sudut Kota Tua, Jakarta Barat, di lantai dua sebuah gedung yang disewa bersama, terdapat dua pekerja tuna wicara sebagai barista di sebuah kafe yang sederhana. Kafe itu bernama Sunyi.

Para pekerja di tempat ini seluruhnya penyandang disabilitas. Mereka hanya menjual minuman kopi dan nonkopi kekinian.

Untuk memesan, konsumen diminta menggunakan bahasa isyarat, menuliskan pesanannya, atau menunjuk pada menu yang tertera.

"Karyawan kita 100 persen disabilitas. Mulai dari Juru Parkir, Barsista, chef designer, kasir semua disabilitas karena kita ingin memberi kesempatan mereka," kata Mario, Pemilik Kafe Sunyi saat dihubungi IDN Times pada Selasa (1/6/2021).

1. Ingin memerdekakan teman disabilitas, jadi alasan Kafe Sunyi dibangun

Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan BekerjaKafe Sunyi di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat memiliki 100 persen karyawan disabilitas. (IDN Times/Aryodamar)

Mario menjelaskan bahwa Kafe Sunyi juga ada di Kota Bekasi, Jawa Barat dan sempat ada di kawasan Fatmawati, Jakarta Selatan. Namun, kafe di Fatmawati bakal dipindah ke Alam Sutera, Tangerang Banten karena masa sewa yang sudah habis.

Ia mengungkapkan, ide membangun kafe dengan teman disabilitas sebagai pekerjanya sudah ada sejak ia kuliah. Saat itu, ia merasa teman disabilitas di Indonesia masih kesulitan mendapat akses pekerjaan.

"Memang seharusnya ada anak muda, saya sebagai generasi millennial memang kalau ngejar cita-cita itu boleh. Tapi apa hanya tentang uang? Kita gak boleh melupakan sisi sosial. Di saat kita hidup dengan indra dan fisik yang lengkap, ada teman-teman yang masih berjuang," ujarnya.

Berangkat dari hal tersebut, ia mencoba mengetuk hati nurani masyarakat dimulai dari Jakarta. Ia ingin agar masyarakat sadar bahwa teman-teman disabilitas gak ada bedanya dengan yang lain.

"Mereka punya kemampuan, punya sifat baper dan galau, ingin senang-senang iya, ingin diterima oleh masyarakat. Basic-nya kita ingin memanusiakan manusia," ujarnya.

Baca Juga: Belajar Hal Terkecil tentang Toleransi dari Sekolah Inklusi

2. Teman disabilitas masih kesulitan mendapat akses pekerjaan

Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan BekerjaKafe Sunyi di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat memiliki 100 persen karyawan disabilitas. (IDN Times/Aryodamar)

Tak hanya mendapat akses pekerjaan, menurutnya teman-teman disabilitas juga masih kesulitan untuk hidup di Indonesia. Padahal, seluruh rakyat Indonesia sudah merdeka.

"Ketika kita merayakan kemerdekaan, sebenarnya yang merdeka siapa? Mereka atau kita doang? Hal itu membuat saya sadar bahwa kita belum sepenuhnya merdeka," ujarnya.

Hal senada juga diungkapkan oleh Perkumpulan Penyandang Disabilitas Indonesia (PPDI). Ketua bidang Pengembangan Organisasi PPDI Mahmud Fasa mengatakan bahwa pemerintah masih belum total melaksanakan Undang-Undang 8/2016 tentang Penyandang Disabilitas.

“Di lapangan kerja misalnya, masih banyak persyaratan yang mengganjal. Misalnya unit layanan akses disabilitas belum tersedia di perusahaan sehingga mempersulit teman-teman untuk bekerja,” jelasnya saat dihubungi IDN Times.

Sebagai contoh lainnya, kata Mahmud, ada seorang dokter di Solok, Sumatra Barat yang sempat ditolak sebagai Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) pada 2018 lalu meski nilainya tertinggi dibanding yang lainnya. Selain itu, ia juga sudah bertahun-tahun mengabdikan diri di Puskemas.

“Tapi dengan alasan disabilitas pengguna kursi roda dia ditolak,” ujarnya.

Dokter tersebut pun mendapat advokasi dari PPDI. Mereka kemudian mendatangi Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KEMENPAN-RB). “Alhamdulillah dia diterima di Solok karena bupatinya paham soal itu dan minta maaf,” ujarnya.

3. Teman disabilitas mendapat aksesbilitas saat bekerja

Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan BekerjaKafe Sunyi di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat memiliki 100 persen karyawan disabilitas. (IDN Times/Aryodamar)

Sulitnya mencari pekerjaan ramah disabilitas juga dirasakan Barista Kafe Sunyi, Razif Syuhada. Razif memang pernah bekerja di sebuah Pergudangan sebelum menjadi barista, namun ia mengaku sangat sulit mendapat pekerjaan untuknya.

Tempat kerja yang ramah disabilitas menjadi salah satu alasannya melamar sebagai Barista ke Kafe Sunyi. Ia pun diterima dan mulai bekerja sejak Juli 2020.

“Saya tahu pekerjaan ini karena berbeda dari pekerjaan lain yang umumnya banyak menolak disabilitas,” ujarnya kepada IDN Times.

Hal itu dibenarkan Mario selaku pemilik Kafe Sunyi. Ia menjelaskan, hak dan kewajiban karyawannya hampir sama dengan perusahaan pada umumnya. Namun, ada hal khusus yang membedakan Kafe Sunyi dengan perusahaan-perusahaan lainnya.

“Mereka dapat hak khusus yaitu mendapatkan aksesibilitas. Tentu saya harus menyesuaikan kondisi fisik mereka dengan pekerjaan,” jelasnya.

“Contohnya saya gak mungkin menugaskan seseorang yang hanya memiliki satu tangan untuk mencuci piring, sangat berbahaya. Tapi ternyata dia bisa jadi barista, oke dia jadi barista. Jadi kita berikan akses sesuai kebutuhan dan kondisi mereka,” tambahnya.

Dalam proses rekruitmen, Kafe Sunyi juga melakukan penyesuaian untuk teman-teman disabilitas yang melamar. Misalnya, kata Mario, teman tuli yang melamar harus diwawancara dengan bahasa isyarat dan teman tuna netra tak perlu mengirim CV karena akan langsung wawancara tatap muka untuk mendengar cerita secara langsung.

“Jadi saya sesuaikan dengan kebutuhan mereka,” ujarnya.

Baca Juga: Orang Tua Cemas Anak Penyandang Disabilitas Tak Bisa Kembali Sekolah

4. Teman disabilitas jadi pelecut semangat untuk mengembangkan bisnis

Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan BekerjaKafe Sunyi di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat memiliki 100 persen karyawan disabilitas. (IDN Times/Aryodamar)

Mario bercerita Kafe Sunyi selalu dibanjiri ratusan teman-teman disabilitas yang melamar kerja. Sayangnya, karena masih Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM), ia hanya mampu menerima tujuh orang pegawai.

“Ini jadi pembakar semangat kalau (kafe) Sunyi gak boleh cuma satu,” ujarnya.

Karena hal tersebut, Mario berencana akan mengembangkan lini bisnisnya. Selain kedai kopi, ia rencananya akan membuat restoran yang pegawainya teman-teman disabilitas. Lalu, saat ini ia juga tengah mengembangkan Sunyi Academy.

“Yaitu sekolah hospitality dan food and beverage untuk teman disabilitas. Kita juga ngembangin digital, aplikasi untuk menghubungkan teman disabilitas yang belum bekerja dengan perusahaan yang mencari kerja,” jelasnya.

5. Pandemik COVID-19 sempat berdampak pada Kafe Sunyi

Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan BekerjaKafe Sunyi di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat memiliki 100 persen karyawan disabilitas. (IDN Times/Aryodamar)

Meski punya banyak rencana pengembangan bisnis, Mario mengakui pandemik COVID-19 sempat berdampak pada usahanya. Ketika awal Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat awal-awal pandemik, Kafe Sunyi sempat hanya mampu menjual dua gelas kopi dalam sehari. Ia pun harus memutar otak karena tak akan memecat karyawan walau sedang merugi.

“Mungkin perusahaan lain ada banyak yang PHK, tapi saya gak mungkin. Saya sudah kasih harapan, gak mungkin saya hancurin. Jadi seandainya perusahaan saya gak punya uang, saya harus cari uang gimana pun caranya,” jelasnya.

Kafe Sunyi pun mulai beradaptasi dengan keadaan. Mereka membuat produk botol satu liter agar mudah dikonsumsi di rumah. Selain itu, strategi digital marketing dan bantuan masyarakat sangat membantu Kafe Sunyi.

“Saya sih bersyukur karena Masyarakat gak lupa sama teman-teman Sunyi ya. Jadi, banyak yang pesan karena mereka ingat teman-teman disabilitas kerjanya gimana,” jelasnya.

Sulitnya masa-masa awal pandemik COVID-19 turut dirasakan Razif. Ia menjelaskan bahwa sempat ada perubahan waktu dan cara bekerja karena COVID-19.

“Jadwal saya berubah seminggu 2x masuk, bekerja sendirian. Semuanya diatur sendirian pula,” jelasnya.

6. Teman disabilitas dinilai lebih banyak kelebihannya

Memanusiakan Penyandang Disabilitas Melalui Hak Kesempatan BekerjaKafe Sunyi di Kawasan Kota Tua, Jakarta Barat memiliki 100 persen karyawan disabilitas (IDN Times/Aryodamar)

Mario mengatakan, bekerja dengan teman-teman disabilitas membuatnya banyak belajar. Sebab, ia merasa lebih banyak kekurangan dibandingkan teman disabilitas.

Ada hal berkesan saat mempekerjakan teman disabilitas yang ia tak akan pernah lupakan. Saat itu ia baru memiliki karyawan yang masih harus dilatih. Kesepakatan awalnya adalah latihan dari pukul 09.00-17.00 WIB selama tiga bulan pertama. Namun, semangat teman disabilitas ternyata sangat tinggi. Bahkan, baru mau pulang pada pukul 22.00 WIB.

“Saya bilang sudah waktunya pulang dan istirahat, nanti fisiknya capek. Mereka gak mau, mereka izin balik lagi ke dapur mau eksperimen. Mereka bilang ‘Jangan larang kami. Akhirnya kami punya kesempatan, Tuhan akhirnya beri kesempatan. Kami gak mau istirahat, kami mau kerja," ujarnya.

“Saat itu saya ngerasa banyak kekurangan dibanding mereka, saya belajar banyak dari mereka,“ tambahnya.

Baca Juga: 562.242 Penyandang Disabilitas Indonesia Mulai Vaksinasi COVID-19

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya