Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)
Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Jakarta, IDN Times - Lembaga Konsultasi dan Bantuan Hukum (LKBH) Mahasiswa Islam Cabang Jakarta Barat yang diwakili Rizki Hidayat dan Yoga Prawira Suhut mengajukan uji formil Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 Tentang Badan Usaha Milik Negara (UU BUMN) terhadap UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Sidang Pendahuluan Perkara Nomor 64/PUU-XXIII/2025 ini dipimpin Hakim MK, Arief Hidayat bersama Hakim Konstitusi Anwar Usman dan Enny Nurbaningsih, Jumat (16/5/2025).

Pemohon mempertanyakan proses pembentukan UU BUMN yang tidak melibatkan partisipasi bermakna publik. Sehingga proses pembentukan undang-undang ini dinilai tidak melaksanakan meaningful participation sebagaimana amanat Pasal 1 ayat (2), Pasal 1 ayat (3), Pasal 27 ayat (1), Pasal 28C, Pasal 28D ayat (1), Pasal 28F UUD NRI 1945.

1. Soroti Pasal 3h ayat 2 UU BUMN

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia (IDN Times/ Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Pemohon juga mengungkapkan pandangan bahwa pihaknya dengan meninjau ketentuan-ketentuan di dalam Undang-Undang Keuangan Negara, disebutkan bahwa pengelolaan keuangan negara oleh BUMN termasuk ke dalam rezim Keuangan Negara. Sehingga, tidak tepat apabila ketentuan Pasal 3h ayat (2) UU BUMN yang menentukan, “Keuntungan atau kerugian yang dialami Badan dalam melaksanakan investasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan keuntungan atau kerugian Badan”.

Sebab, penyertaan modal Badan yang berasal dari APBN, memberikan konsekuensi logis, pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh badan menjadi bagian integral dari rezim keuangan negara. Dengan masuknya penyertaan modal negara dan pengelolaan keuangan negara yang dilakukan oleh Badan sebagai bagian dari rezim keuangan negara, maka seharusnya keuntungan atau kerugian Badan merupakan keuntungan atau kerugian BUMN dan juga merupakan keuntungan atau kerugian negara.

“Pemohon memohon agar Mahkamah menyatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara tidak memenuhi ketentuan pembentukan undang-undang berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Menyatakan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 Tentang Badan Usaha Milik Negara bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 oleh karenanya tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat,” kata Kuasa Hukum Pemohon, Muhammad Dzikrullah.

2. Hakim MK beri nasihat ke Pemohon

Gedung Mahkamah Konstitusi (IDN Times/Yosafat Diva Bayu Wisesa)

Terhadap permohonan ini, Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dalam nasihat Hakim Panel menyebutkan pengujian yang diajukan berupa uji formil yang bermakna proses pembentukan undang-undang. 

 

“Ini berbeda dengan uji materiil, jadi harus bisa dibuktikan keterlibatannya, mulai dari tahapan perencanaan, prolegnas, naskah akademik, dan pembahasan. Saudara harus menunjukkan di mana letak permasalahannya dalam proses pembentukan UU BUMN,” jelas Enny.

 

Sedangkan Hakim Konstitusi Anwar Usman memberikan catatan agar Pemohon memperhatikan kedudukan hukum sebagai LKBH dan perseorangan warga negara sebagai pembayar pajak. 

 

“Ini jika ada AD/ART-nya maka diuraikan legal standing-nya melalui LKBH ini siapa yang diperbolehkan mewakili organisasi di pengadilan. Selanjutnya pada permohonan ini juga menyinggung tidak dilibatkannya DPD dan BPK, maka elaborasi yang dimaksud tidak dilibatkan dalam proses pembentukan UU BUMN ini bagaimana, utamanya tentang BPK yang seharusnya dilibatkan pada pembentukan UU BUMN ini,” terang Anwar.

3. Pemohon diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki permohonan

Gedung Mahkamah Konstitusi (MK) RI di Jakarta Pusat (dok. MK)

Sementara, Ketua Panel Hakim Arief Hidayat meminta agar Pemohon mempelajari Putusan MK 7/2019 yang dapat dijadikan pedoman dalam menguji uji formil ke MK. 

“Di dalamnya ada hal-hal pokok yang harus dipelajari dengan baik, sehingga dapat ditelusuri agar dapat menjadi pihak yang memiliki legal standing. Kemudian pada posita dijabarkan proses pembuatan UU ini, bagaimana pemaknaan meaningful participation pada era digital ini diperluas, maka cukup pemerintah bersama DPR membuka web dan masyarakat harus aktif melihatnya dan memberikan masukan atau aspirasinya pada forum-forumnya,” saran Arief.

Sebelum menutup persidangan, Arief mengatakan Pemohon diberikan waktu selama 14 hari untuk menyempurnakan permohonan. Naskah perbaikan permohonan dapat diserahkan selambat-lambatnya pada Senin, 2 Juni 2025 ke Kepaniteraan MK. 

Untuk selanjutnya Mahkamah akan mengagendakan sidang kedua dengan agenda mendengarkan pokok-pokok perbaikan permohonan Pemohon.

Editorial Team