ilustrasi (IDN Times/Arief Rahmat)
Terlebih, kata Said, tidak ada satu pun dalil, argumentasi hukum, serta alat bukti yang diajukan Partai Gelora dimentahkan oleh MK.
"Soal argumentasi 'original intent' Pemilu Serentak yang didalilkan oleh pemohon tidak sesuai fakta ketika UUD 1945 diamenedemen, misalnya, sama sekali tidak dibantah oleh MK," ujar dia.
"Tentang dalil pemohon bahwa Pemilu Serentak yang menggabungkan Pileg dan Pilpres tidak efektif dalam penguatan sistem presidensial juga tidak dibantah MK," sambung Said.
Said menyimpulkan, secara tidak langsung MK mengakui bahwa berkaca dari hasil Pemilu 2019, tujuan dari Pemilu Serentak yang dimaksudkan untuk memperkuat sistem presidensial ternyata memang tidak terbukti.
"Masalahnya kemudian, pada ujungnya MK menyatakan permohonan ditolak. Ini jadi kebingungan kami yang pertama. Semua dalil dan argumentasi tidak dibahtah, tetapi permohonan dinyatakan ditolak," ucap dia.
Kemudian, kebingungan yang kedua muncul ketika MK menegaskan gugatan tersebut belum memiliki alasan kuat. Alasannya, kondisi yang secara fundamental berbeda bagi MK belum terlihat untuk menggeser pandangannya memisahkan kembali pelaksanaan Pileg dan Pilpres.
"Persoalannya, dalam putusan itu MK sama sekali tidak menjelaskan tentang apa yang dimaksud dengan 'kondisi yang secara fundamental berbeda'. Mestinya hal itu diuraikan. Harus jelas parameternya apa," kata Said.