Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU Anyar

Waduh, waktu revisi tiga tahun dari MK terlalu lama

Jakarta, IDN Times - Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) mengapresiasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang mengabulkan gugatan tentang Undang-Undang Perkawinan Anak dengan batas usia pada Kamis (13/12), setelah melakukan judicial review selama hampir dua tahun. Putusan itu dianggap sebagai kemenangan perjuangan pencegahan perkawinan dini di kalangan anak-anak Indonesia.

Plt. Deputi Perlindungan Anak, Kementerian PPPA, Sri Danti, menanggapi positif hasil tersebut. Terlebih, kata Sri, pihaknya selama ini kami telah berjuang sejak lama untuk coba mervisi satu pasal tersebut.

"Saya pikir ini jadi kado paling indah buat Kementerian PPPA sehingga punya dasar untuk mendorong DPR, Kementerian Hukum dan HAM, serta KPPPA sendiri untuk bisa mengawal perubahan pasal tersebut sehingga tak ada diskriminasi lagi terhadap anak laki-laki dan perempuan," kata Sri di Hotel Grand Mercure Harmony, Jakarta, Jumat (14/12) siang.

1. Endang Wasrinah, Maryanti, dan Rasminah ajukan judicial review ke MK

Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU AnyarIDN Times/Ilyas Listianto Mujib

Seperti diketahui sebelumnya, MK telah menerima gugatan mengenai Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 untuk merevisi hal yang meyatakan bahwa perempuan boleh menikah pada usia 16 tahun. Gugatan diajukan oleh Endang Wasrinah, Maryanti, dan Rasminah tertuang dalam gugatan No.22/PUU-XV/2017 yang berbeda dengan 30-74/PUU-XII/2014.

Pemohon melalui Kuasa Hukum tersebut telah memaparkan alasannya yang menyatakan bahwa:Ketentuan Pasal 7 ayat (1) sepanjang frasa 16 tahun Undang-Undang Perkawinan telah melanggar prinsip segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum sehingga bertentangan dengan Pasal 27 ayat (1).

Baca Juga: 3 Kasus Pernikahan Anak di 2018 yang Bikin Heboh, Terbaru di Kalsel

2. Kementerian PPPA akan membuat tim menindak lanjuti keputusan MK

Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU AnyarInstagram @mahkamahkonstitusi

Kementerian PPPA sendiri akan membuat tim untuk menyikapi hasil keputusan dari MK tersebut. Hanya, mereka perlu duduk bersama dengan kementerian terkait untuk bisa merumuskan yang tak lagi membuat polemik.

"Sebetulnya jika membaca putusan MK, putusannya itu kan final dan mengikat yah. Nah berarti putusan harus dipatuhi. Memang di Kementerian PPPA, Kementerian Agama, dan Kemenkumham harus duduk bersama, bagaimana menyiapkan naskah akademisnya dan daftar invetaris masalahnya yanga akan digunakan nanti untuk membahasnya dengan DPR," ujarnya.

3. Revisi UU perkawinan anak diprediksi tak bisa selesai dengan cepat

Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU AnyarIDN Times/Kevin Handoko

Hanya, revisi pasal 7 UU Nomor 1/1974 tentang Perkawinan itu dicemaskan tak bisa selesai dengan singat, mengingat pemerintah dan DPR sudah fokus menuju Pemilu 2019. Padahal, darurat perkawinan anak dinilai tetap mengancam Nusantara.

"Pelaku kawin anak sendiri sebesar 27.6 persen dari usia anak. Jika dihitung, jumlah dari jumlah anak yang ada di Indonesia sendiri sekitar 83 juta jiwa dan 27.6 persen pernah menikah pada usia anak. itu berdasrkan data dari Badan Pusat Stastistik ya," beber Sri.

4. Angka perkawinan anak berdasarkan sebaran provinsi mencapai angka mengkhawatirkan

Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU AnyarIDN Times/Sukma Shakti

Jika mengacu pada data BPS tahun 2015, sekitar 91.12 persen anak perempuan yang menikah sebelum menginjak usia 18 tahun ternyata tak menuntaskan pendidikan di jenjang Sekolah Menengah Akhir.

Menurut kajian Koalisi Perempuan, pada 2017 tingkat perkawinan anak di 23 provinsi dari 34 provinsi mencapai lebih dari 25 persen. Adapun, persentase di 11 provinsi lainnya lebih dari 10%. Hal ini berarti angka perkawinan anak berdasarkan sebaran provinsi di seluruh Indonesia sudah mencapai angka yang mengkhawatirkan, yakni dengan jumlah persentase 61 persen.

Sedangkan di tahun yang sama, terdapat kenaikan jumlah provinsi yang menunjukkan angka perkawinan anak yang bertambah dari tahun 2015 yakni Provinsi Maluku Utara dan Provinsi Riau yang kini tergolong provinsi yang menunjukkan angka cukup tinggi (di atas 25 persen), yakni masing-masing 34,41 persen dan 25,87 persen.

"Oleh sebab itu, Indonesia jadi negara tertinggi kedua di ASEAN dalam kasus pernikahan anak. Mereka masih berada di bawah Kamboja untuk perkawinan anak dan nomor tujuh di dunia," ungkap Sri.

5. Yohana Embise ingin revisi secepatnya bisa dilakukan

Putusan MK Keluar, Kementerian PPPA Dorong Segera Revisi UU AnyarIDN Times/Ilyas Listianto Mujib

Selain kemungkinan macetnya revisi UU tentang perkawinan anak, masalah lain juga disinyalir masih menjadi kendala dalam menghapus praktik perkawinan anak di Indonesia.

Masih ada masalah kompleks yang berkaitan dengan sosial dan budaya yang menganggap anak harus tetap dinikahkan agar terhindar dari zina, faktor kemiskinan, kurangnya pendidikan, dan masih banyak lagi. Masalah itu yang mengakibatkan terjadinya kekerasan dan mendorong angka perceraian, putus sekolah, dan kemiskinan.

Oleh sebab itu, Menteri PPPA, Yohana Embise, ingin mendorong lagi secepatnya untuk merevisi karena kebutuhan untuk perlindungan anak yang mendesak sambil menentukan strategi pendekatan yang tepat.

"Karena ada lampu hijau dari MK dan waktu maksimal revisi tiga tahun, kami sudah harus memulai bergerak karena waktunya terlalu lama. Saya katakan UU sudah ada, tinggal kita revisi/dilepaskan dan diganti saja dengan umur apa yang kita rasa tepat," ucap wanita berusia 60 tahun tersebut.

"Kalau saya sendiri ingin perempuan itu menikah di usia 20 tahun dan laki-laki 22 tahun. Saya lihat negara lain bagus," tukasnya.

Baca Juga: Menag: Putusan MK tentang Batas Usia Nikah Penuhi Rasa Keadilan 

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya