13 Siswi SD Minahasa Dicabuli Guru Honorer, Diancam Tak Naik Kelas

Pelaku bisa kena pidana tambahan

Jakarta, IDN Times - Dugaan kekerasan sekual terjadi pada 13 siswi Sekolah Dasar (SD) di Minahasa, Sulawesi Utara. Pelaku adalah CA (29) yang merupakan guru honorer. Korban mendapatkan ancaman tidak naik kelas dari guru honorer itu.

"Kami prihatin dengan kasus dugaan pencabulan yang dilakukan terhadap 13 siswa sekolah dasar di Kabupaten Minahasa di mana pelakunya justru tenaga pendidik yang seharusnya memberikan ruang pengajaran yang aman bagi anak, sebagai pelindung dan panutan anak didiknya," kata Deputi Bidang Perlindungan Khusus Anak Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA), Nahar dalam keterangannya, Selasa (8/8/2023).

1. Modusnya adalah diancam tidak naik kelas

13 Siswi SD Minahasa Dicabuli Guru Honorer, Diancam Tak Naik Kelasilustrasi Pelecehan Seksual (IDN Times/Aditya Pratama)

Saat ini CA sudah ditahan oleh pihak Polda Sulawesi Utara. Nahar mengatakan, dalam hal ini, terduga pelaku telah merusak salah satu tahapan tumbuh kembang para korban yang rata-rata berusia 10-12 tahun.

Korban sudah kembali bersama dengan orang tua masing-masing dan telah bersekolah.

"Dugaan pencabulan terhadap anak terjadi sejak bulan September 2022 hingga Juni 2023, dan modus yang dilakukan terduga pelaku terhadap murid-muridnya yaitu mengancam tidak akan dinaikkan kelas dan ada juga korban yang dibujuk dengan sejumlah uang,” ujar Kabid Humas Polda Sulut Kombes Pol Iis Kristian dalam keterangan persnya.

Baca Juga: Selama 2023, Ada 949 Laporan Kasus Kekerasan Perempuan ke Kemen PPPA

2. Penanganan psikologis korban sudah dilakukan

13 Siswi SD Minahasa Dicabuli Guru Honorer, Diancam Tak Naik KelasNahar sebagai Deputi Bidang Perlindungan Anak Kemen PPPA (dok. Kemen PPPA)

Nahar menjelaskan, untuk penanganan trauma korban sudah mendapatkan penjangkauan oleh Dinas PPPA Kabupaten Minahasa.

Begitu juga dengan Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Sulut yang telah melakukan pendampingan psikologis dan pemeriksaan oleh psikolog.

Untuk rencana tindak lanjutnya, Tim SAPA dari Asdep Pelayanan Anak yang Membutuhkan Perlindungan Khusus (AMPK) Kemen PPPA akan koordinasi dengan DPPPA Kabupaten Minahasa terkait pendampingan lanjutan.

"Tim SAPA juga akan terus memantau proses hukum yang sedang berjalan sesuai dengan UU Perlindungan Anak. Selain itu, dibutuhkan pendampingan psikologis yang intensif kepada para korban agar dapat mengikuti proses hukum secara maksimal dan pendampingan yang bersifat rehabilitatif atau intervensi psikologis untuk fungsi pemulihan dari dampak traumatis yang ditimbulkan dari peristiwa yang dialami," kata Nahar.

3. CA terancam bui 15 tahun

13 Siswi SD Minahasa Dicabuli Guru Honorer, Diancam Tak Naik KelasIlustrasi tersangka (IDN Times/Mardya Shakti)

Mengingat terduga pelaku adalah tenaga pendidik maka dapat dikenakan sepertiga pidana tambahan. CA diduga sudah langgar tindak pidana pencabulan anak dan bisa dipenjara maksimal 15 tahun.

“Pada kasus ini, pelaku diduga telah melakukan tindak pidana pencabulan terhadap anak yang melanggar pasal 76E UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak dengan ancaman pidana paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp. 5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah). Selanjutnya dapat ditambah sepertiga dari ancaman pidana yang dimaksud dikarenakan terduga pelaku merupakan pendidik sesuai pasal 82 ayat (1) dan ayat (2) UU Nomor 17 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,” kata Nahar.

4. Kerentanan anak didik pada relasi kuasa

13 Siswi SD Minahasa Dicabuli Guru Honorer, Diancam Tak Naik Kelasilustrasi pelecehan (IDN Times/Mardya Shakti)

Nahar menjelaskan, kasus ini terjadi karena adanya ketimpangan relasi kuasa yang besar antara terduga pelaku dan korban. Para korban tidak memiliki kuasa untuk melawan tindakan yang dilakukan oleh terduga pelaku yang dalam aksinya juga disertai dengan tindak ancaman dan bujuk rayu yang memposisikan korban berada dalam tekanan psikologis.

Nahar menjelaskan, banyak kasus kekerasan seksual terjadi di institusi pendidikan adalah karena relasi kuasa yang dimiliki oleh pelaku tenaga pendidik. Selain itu juga ada ketergantungan anak didik untuk bisa naik kelas ataupun lulus sekolah dengan nilai baik.

"Posisi anak didik sangat lemah apalagi pelaku juga biasanya mengancam para korban. Dibutuhkan kesadaran dan kewaspadaan dari sesama tenaga pendidik jika melihat ada perubahan perilaku dari anak didiknya atau tindakan oknum pendidik yang mencurigakan. Orang tua juga diharapkan selalu berkomunikasi dengan anak-anak mereka dan terus menjelaskan kepada anak-anak mereka bagian tubuh yang tidak boleh disentuh orang lain,” katanya.

Baca Juga: Kemen PPPA Dorong Sekolah Beri Edukasi Kesehatan Reproduksi Anak

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya