Pandemik, Kekerasan Perempuan Disabilitas di Papua Barat Kian Parah

Kerasnya adat dan ketidakpastian hukum

Jakarta, IDN Times - Persoalan perempuan disabilitas juga terjadi di Papua Barat, terutama di Monokwari. Hal ini disampaikan Pendamping Perempuan Disabilitas Korban Kekerasan Himpunan Wanita Disabilitas Indonesia (HWDI) Papua Barat, Pendeta Shirley F.A. Parinussa Siagian, STh.

Sejak dibentuk pada 2012, ada banyak persoalan perempuan disabilitas yang terjadi di Papua Barat yang dikenal kental akan adat istiadat. Dia mengungkapkan kasus kekerasan pada perempuan di daerahnya kerap sulit dijangkau karena masalah adat dan rasa malu.

"Papua ini adatnya kuat sekali. Kalau tidak diizinkan mungkin kami tidak bisa berbuat banyak (bantu korban)," kata dia dalam diskusi publik "Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemik COVID -19 di Indonesia Timur", Kamis (9/12/2021).

Baca Juga: 4 Tantangan Penanganan Korban Kekerasan pada Perempuan di Palu

1. Kurangnya lembaga yang tangani disabilitas di Papua Barat

Pandemik, Kekerasan Perempuan Disabilitas di Papua Barat Kian ParahDiskusi Publik “Kekerasan terhadap Perempuan di Masa Pandemi Covid -19 di Indonesia Timur” Kamis (9/12/2021). (IDN Times/Lia Hutasoit)

Shirley mengatakan sampai saat ini lembaga atau organisasi khusus seperti HWDI di Papua Barat sudah tidak berjalan dengan baik, dan beberapa lembaga yang menangani disabilitas juga sudah menurun hingga kemudian tidak lagi bisa berjalan sesuai fungsinya.

"Maka kami di HWDI ini terkadang tidak hanya melihat tentang perempuan disabilitas, tapi kami melihat semua kondisi disabilitas di Papua Barat, secara khusus Papua Barat, memiliki 12 kabupaten/kota dengan jangkauan yang begitu luas dan anggaran yang begitu tinggi untuk mencapai semua basis-basis di mana ada kondisi-kondisi disabilitas di sana," ungkapnya.

2. Ada perempuan disabilitas mengalami kekerasan

Pandemik, Kekerasan Perempuan Disabilitas di Papua Barat Kian ParahSeorang penyandang disabilitas netra memakai masker sambil menunggu bantuan dari dermawan di sekretariat PERTUNI Medan, Jumat (23/7/2021). Kaum disabilitas juga merasakan dampak pandemik yang membuat mereka tidak berpenghasilan. (IDN Times/Prayugo Utomo)

Di Manokwari sendiri, kata Shirley, ada 200 perempuan disabilitas, dan 30 di antaranya mengalami disabilitas berat yang tidak bisa beraktivitas secara bebas atau hanya berada di tempat tidur.

"Ada sekitar 11 atau 12 cacat secara mental yang justru alami kekerasan," kata dia.

Bahkan, menurut Shirley, ada juga kaum disabilitas yang punya masalah kejiwaan mengalami pelecehan seksual berusia di bawah umur.

3. Kasus kekerasan pada perempuan disabilitas kerap diabaikan

Pandemik, Kekerasan Perempuan Disabilitas di Papua Barat Kian ParahIlustrasi kekerasan seksual terhadap perempuan (IDN Times/Arief Rahmat)

Upaya penyampaian kebutuhan di Papua Barat untuk isu disabilitas dan perempuan disabilitas, kata Shirley, telah ditempuh, namun belum sampai pada pelayanan transformatif untuk penjangkauan kepada kaum disabilitas dan penanganannya belum sampai tuntas.

"Misalnya kami juga ada sampai kepada membuat laporan ke pada pihak kepolisian ada persoalan, kita membuat laporan pihak polisi mungkin dari disabilitas sering kali terbaikan, tidak diperhatikan sampai diselesaikan, sehingga mereka yang mengalami ini tidak mendapat jawaban dari apa yang mereka butuhkan dari sisi hukum," kata dia.

4. Kepastian hukum bagi pelaku kekerasan kaum disabilitas yang tak jelas

Pandemik, Kekerasan Perempuan Disabilitas di Papua Barat Kian ParahIlustrasi hukum (IDN Times/Arief Rahmat)

Shirley menjelaskan ada beberapa hal yang menyebabkan tindak kekerasan bagi perempuan disabilitas, mulai dari kepastian hukum yang kurang, sehingga banyak perempuan yang jadi objek kekerasan karena tak ada perlindungan hukum.

Kemudian, masih kurangnya pemahaman hak, penghormatan dan perlindungan pada perempuan disabilitas, sehingga kelompok-kelompok yang seenaknya bisa melakukan kekerasan tanpa adanya efek jera, baik itu orang dekat hingga keluarga.

"Kami sering melakukan pendampingan, tetapi kami butuh secara infrastruktur pemerintah bisa maksimal," ujar Shirley.

Baca Juga: LBH Makassar Ungkap Kesulitan Tangani Kasus Pemerkosaan di Luwu

5. Kerentanan kekerasan karena ekonomi di masa pandemik

Pandemik, Kekerasan Perempuan Disabilitas di Papua Barat Kian ParahIlustrasi tindak kekerasan terhadap perempuan. (IDN Times/Sukma Shakti)

Faktor ekonomi selama pandemik dua tahun ini, kata Shirley, juga menempatkan perempuan disabilitas dalam kerentanan, sehingga pasrah dengan keadaan.

Dinas sosial, menurut Shirley, memang memberikan bantuan program bagi kaum disabilitas, namun mereka tak mendapat sesuatu yang berkelanjutan.

"Tidak ada modal mereka bisa bertahan. Disabilitas bukan sekadar objek dan mereka juga punya kemampuan," kata dia.

Karena ketika ekonomi lemah, Shirley menyebut, kaum disabilitas rentan mengalami kejahatan, diskriminasi, dan kekerasan.

Topik:

  • Rochmanudin

Berita Terkini Lainnya