ilustrasi Polisi (IDN Times/Irfan Fathurohman)
Pemohon juga menyoroti bunyi Pasal 28 ayat 3 UU Polri dan penjelasannya pasca Putusan 114/2025. Di mana Pasal 28 ayat 3 UU Polri menjadi, "Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dapat menduduki jabatan di luar kepolisian setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian". Sementara, Penjelasan Pasal 28 ayat 3 berbunyi, "Yang dimaksud dengan 'jabatan di luar kepolisian' adalah jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian'.
"Sekilas tidak terlihat ada masalah, tapi jika diperhatikan secara detail, maka sebenarnya telah terjadi kontradiksi semantis (semantic contradiction) antara keduanya, yakni dua kalimat menggunakan kata-kata yang maknanya saling bertolak belakang, sehingga makna yang dihasilkan tidak mungkin benar secara bersamaan," tutur pemohon.
Menurut pemohon, apabila dijabarkan makna 'jabatan di luar kepolisian', artinya semua lembaga yang bukan bagian dari Polri. Hal ini bersifat struktur organisasi. Misalnya, KPK, Kejaksaan, BPK, Kementerian, Pemda, bahkan universitas negeri — semuanya lembaga di luar kepolisian.
Ia juga menyoroti soal frasa, 'jabatan yang tidak mempunyai sangkut paut dengan kepolisian'. Pemohon menilai, maknanya lebih sempit dan bersifat fungsi/relasi.
Artinya lembaga tersebut tidak berhubungan, tidak berwenang, dan tidak bekerja sama dengan kepolisian dalam konteks apapun yang relevan. Contohnya, Perpustakaan Nasional dan BPOM. Namun, frasa itu masih dianggap memiliki celah bagi polri aktif rangkat jabatan. Sebab, ada lembaga yang masih memiliki sangkut paut dengan polisi aktif seperti KPK dan BNPT.
"Walaupun di luar kepolisian, tetap punya sangkut paut (koordinasi, supervisi, BAP, penyidikan, dan sebagainya)," jelas pemohon.
"Anggaplah kita menggunakan lembaga KPK. Lembaga KPK termasuk sebagai lembaga yang dimaksud dalam penjelasan, sehingga bisa saja anggota kepolisian mendapat jabatan di KPK. Namun jika kemudian dibaca pasal 28 ayat 3, yang bunyinya adalah jabatan 'diluar kepolisian', berarti KPK adalah lembaga yang berada di dalam kepolisian. Artinya, KPK dibawah Polri. Ini bermasalah secara gramatikal dan menghasilkan kontradiksi semantik," sambung dia.
Aturan itu berbeda dengan UU TNI yang mengatur secara spesifik didalam pasal 47 tentang lembaga lain yang boleh diisi prajurit. Sebab, UU Polri sama sekali tidak memberikan penjabaran lembaga apapun.
"Apabila penjelasan tersebut tetap hidup, akibatnya akan menjadikan derogasi terhadap kedudukan dan independensi lembaga lainnya," tegas pemohon.