Luluk Nur Hamidah: PKB Tak Bisa Sendiri Ajukan Hak Angket, Butuh PDIP

PKB tak mau konyol usulan hak angket ditolak di DPR

Jakarta, IDN Times - Nasib hak angket untuk menyelidiki dugaan kecurangan Pemilu 2024 semakin tidak jelas. Usulan yang awalnya dilempar oleh capres nomor urut tiga, Ganjar Pranowo kini terlihat semakin melempem. 

Ketua Fraksi PDI Perjuangan di DPR, Puan Maharani menegaskan tidak pernah memberikan instruksi agar hak angket digulirkan di parlemen. Pernyataan Puan itu bertolak belakang dengan kalimat yang pernah disampaikan oleh cawapres nomor urut tiga, Mahfud MD. Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan itu mengutip pernyataan Megawati Soekarnoputri yang menginginkan hak angket tetap bergulir. 

Maka, sikap PDIP yang mendua ini dijadikan acuan oleh parpol lain yang semula ingin berada di belakang gerbong untuk mendukung hak angket. Partai NasDem misalnya sudah dianggap tak lagi mendukung bergulirnya ide hak angket pasca-mengakui kemenangan Prabowo-Gibran di Pemilu 2024. 

Ketua Umum Partai NasDem, Surya Paloh pun sudah menggelar karpet merah bagi Prabowo Subianto yang berkunjung ke markas NasDem pada 22 Maret 2024 lalu. Tetapi, Ketua DPP Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luluk Nur Hamidah pertemuan Surya dengan Prabowo merupakan bagian dari kerja-kerja parpol. Tidak ada kaitannya dengan hak konstitusional anggota parlemen menggulirkan hak angket. 

"Saya kira suara-suara kita sepanjang ini diakui pasti kita juga memiliki kedaulatan untuk menangkap aspirasi dan mengusulkan. Hanya saja memang kami gak mau konyol (mengusulkan hak angket sendiri)," ujar Luluk ketika ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta Pusat pada 28 Maret 2024 lalu. 

Luluk merupakan salah satu dari tiga politisi yang bersuara mengusulkan hak angket saat sidang pembukaan paripurna pada 5 Maret 2024 lalu. Meski begitu, Luluk mengakui untuk membuat usulan hak angket diterima butuh dukungan dari mayoritas fraksi di parlemen. 

Mengapa PKB tetap berkukuh ingin menggulirkan hak angket? Atau diam-diam juga sudah dilobi oleh pihak Prabowo agar mengurungkan penggunaan hak angket? 

Simak wawancara khusus IDN Times yang dilakukan dua kali. Kami mendatangi Luluk di Senayan dan saat ia hadir sebagai tamu di program Gen Z Memilih beberapa waktu lalu. 

Apakah wacana hak angket masih terus berjalan hingga kini?

Insya Allah. Secara prosedur, hak angket itu kan belum diajukan. Jadi, walau PKB sudah mengajukan tetap gak bisa sendiri. 

Baca Juga: PKB Sebut Safari Politik Prabowo Tak Bakal Pengaruhi Hak Angket Pemilu

Tapi, Partai NasDem sudah menerima hasil Pemilu 2024 dan ucapkan selamat bagi Prabowo-Gibran. Bukan kah ini artinya wacana hak angket lenyap?

Luluk Nur Hamidah: PKB Tak Bisa Sendiri Ajukan Hak Angket, Butuh PDIPEksplainer mengenai mekanisme dan cara kerja hak angket. (IDN Times/Aditya Pratama)

Itu kan dua hal yang sangat berbeda. Kalau pertemuan politik adalah kerja-kerja politik partai politik. Sedangkan, hak angket ini merupakan hak konstitusional yang ada di parlemen. 

Saya kira suara-suara kita sepanjang ini diakui pasti kita juga memiliki kedaulatan untuk menangkap aspirasi dan mengusulkan. Hanya saja memang kami gak mau konyol. Gak mau konyol ini artinya apa? Justru karena ini sangat penting jangan sampai hak angket ini tidak berhasil dari pengusulannya. 

Makanya kita harus tunggu beberapa fraksi agar ini bisa mayoritas dan maksimal. Sehingga, ketika kita usulkan itu sudah separuh lebih yang mendukung. 

Ketika Anda membacakan usulan hak angket pada 5 Maret di pembukaan sidang paripurna, instruksi Cak Imin atau inisiatif pribadi?

Ketika itu, saya tidak membacakan semacam naskah yang ditulis oleh fraksi, konteksnya seperti itu. Tetapi, itu membaca tulisanku sendiri. Itu catatan kecil lah. Itu kebiasaan saja, setiap mau rapur (rapat paripurna) atau rapat biasa, saya terbiasa membuat catatan di sepanjang perjalanan dari rumah ke DPR. 

Atau kadang-kadang pas malam (menuju ke rapat). Kemarin kebetulan itu ruangan rapat paripurna belum selesai. Sehingga, saya masih ingin menyelesaikan beberapa hal yang ingin saya sampaikan. 

Jadi, ini bukan bentuk penugasan (dari partai) untuk membacakan. Tetapi, itu niat yang memang sudah sejak awal ingin saya sampaikan lewat paripurna, mengambil momentum itu untuk menyampaikan secara terbuka political statement terkait hak angket. 

Beberapa minggu sebelumnya saya sudah menerima yang namanya dukungan dan dorongan dari masyarakat sipil. Jadi, ada kelompok masyarakat sipil terkait pemilu, di mana mereka meminta saya agar DPR melakukan langkah-langkah politik dengan menggulirkan hak angket. 

Secara pribadi tentu saya setuju karena memang terkonfirmasi situasi itu. Yang berikutnya saya kira apa yang saya sampaikan itu secara batin. 

Nuansa kebatinan itu tidak jauh berbeda yang dirasakan dengan teman-teman yang ada di fraksi. Termasuk misalnya oleh pimpinan kami di PKB. Makanya gak ada yang dilarang, dicegah, dimarahi, just read aja. 

Cak Imin (Ketum PKB) percaya kita gak mungkin mengusulkan sesuatu yang itu berlawanan dengan konstitusi, undang-undang. Kemudian berlawanan dengan kehendak publik. Makanya kami bilang bahwa kami punya dasar untuk menyampaikan political statement terkait hak angket. 

Saya cukup senang ketika ada upaya survei yang dilakukan oleh (Harian) Kompas terkait hak angket. Hasilnya 62 persen lebih (setuju hak angket). 

Pasti yang mendukung hak angket itu terdiri dari berbagai lapis masyarakat yang bisa saja ada yang memilih (paslon) 02, 01, dan 03 atau mungkin ada yang golput. I don't know

Tapi, intinya ada keinginan dari publik yang mencari tahu dan mendapatkan kepastian terkait dugaan-dugaan kecurangan itu. Saya kira kita gak bisa melawan kehendak publik itu. 

Teman-teman lain di partai juga percaya pendekatan saintifik. Saya kira dalam konteks itu yang terjadi. 

Dukungan moral dari para guru besar. Saya selalu respect kepada guru besar, karena capaian menuju ke sana tidak mudah. Itu ruang yang sangat terhormat. 

Sebagian ada yang saya kenal pribadi. Mereka adalah tokoh-tokoh yang memiliki kredibilitas, intelektual dan credential yang sangat tinggi. Mereka memiliki intelektual yang sangat mapan. 

Ada Prof Hakristuti Harkrisnowo, Bivitri dan lain-lain yang saya kenal pribadi dan memang pribadi yang tangguh. Mereka sampai turun jalan dan keluar dari kampus. Mereka speak up dan menagih kepada DPR untuk menjalankan fungsi konstitusionalnya menggulirkan hak angket. 

Supaya ada hal yang kita selesaikan secara terbuka. Kami gak ingin ada preseden di kemudian hari bahwa pelaksanaan demokrasi ini boleh nabrak-nabrak. Bahwa, demokasi ini hanya untuk menyenangkan orang per orang. Lalu, harus menabrak hukum. 

Tentu semua partai berkeinginan tak mau dilikuidasi hanya karena untuk mengamankan proyek tertentu, kemudian harus ada pihak-pihak yang dikorbankan atau malah diuntungkan. Kepastian-kepastian ini harus ada di alam demokrasi kita. 

Belum lagi ada semacam dugaan dan kan sudah ada juga laporan dari beberapa pihak terkait. Mereka mempertanyakan kok sumber daya negara dipakai untuk memberi jalan bagi calon tertentu. 

Saya tidak menuduh calon tertentu itu satu calon. Ini kita belum sampai ke materi itu. Tetapi, yang kami jadikan substansi adalah penggunaan sumber daya negara yang dilakukan atau dimobilisasi, pasti akan menguntungkan pihak tertentu. 

Baik itu misalnya aparat penegak hukum (APH) dilaporkan mobilisasi. Tetapi, saat ini kan situasinya nyaris blur. Bahkan MK saja ada di dalam situasi yang kita sama-sama tahu. 

Ada pengakuan dari Kapolda yang memaksa rektor (untuk membuat testimoni positif tentang Presiden Jokowi). Cara itu disebut cooling system. Jangan dikira situasitu mencerminkan kalau kita dalam keadaan baik-baik saja. 

Belum lagi politisasi bansos. Bansos itu bagus. Tapi, kalau kemudian timing-nya, penerimanya, jumlahnya sudah over dosis, melampaui batas yang itu dianggap wajar, apalagi kementerian terkait justru tidak dilibatkan. Ini kan menjadi pertanyaan publik. Ini ada apa?

DPR harus menempatkan diri untuk melakukan check and balances. Jadi, kita tetap berada di koridor yang dari sisi aturan diberi ruang. Kan gak mungkin DPR melakukan fungsi yang tidak ada di dalam undang-undang. Oleh sebab itu, kita gunakan mekanisme hak angket (dugaan kecurangan pemilu). 

Baca Juga: Cak Imin Bungkam soal Surya Paloh Ditawari Gabung Prabowo

Ke mana Cak Imin ketika sidang pembukaan paripurna? Mengapa ikut absen?

Luluk Nur Hamidah: PKB Tak Bisa Sendiri Ajukan Hak Angket, Butuh PDIPCawapres nomor urut satu, Muhaimin Iskandar alias Cak Imin mengimbau kepada seluruh relawan AMIN untuk tidak terhipnotis dengan hasil quick count. (IDN Times/Amir Faisol)

Cak Imin kan masih masuk masa cuti sebagai cawapres. Itu kan masih sidang pertama dan tidak ada pengambilan keputusan apapun. Hak angket itu belum resmi diusulkan. 

Saya bilang itu political statement di mana kita bisa menyampaikan apapun pada saat rapat. Mulai dari beras yang harganya mahal, BBM solar yang harganya melonjak. Boleh-boleh saja di DPR. 

Termasuk soal hak angket. Ini kan sudah rangkaian proses terjadi sebelum rapat paripurna. Maka, tidak mungkin tidak kita sampaikan karena beberapa pihak juga sudah diangkat. Tolong yang di dalam untuk tetap mengingatkan hak angket. Tujuannya, untuk mengingatkan banyak pihak bahwa ini lho ada persoalan di depan mata kita yang terkait dengan demokrasi. 

Kita harapkan setelah ada yang state pernyataan di rapat paripurna akan diikuti langkah berikutnya secara prosedural. PDIP kan bisa dilihat sangat serius menyerahkan itu (pokok permohonan) ke MK. NasDem dan PKS juga saya kira tetap mendukung hak angket. 

Apakah sebelum hak angket disampaikan di pembukaan sidang paripurna, Anda sempat bertemu Cak Imin?

Saya memang ketemu sama Beliau karena belum ketemu sejak pencoblosan. Saya masuk di Jakarta satu hari sebelum pembukaan sidang paripurna. 

Sebagai komitmen kita, jadi di awal pembukaan sidang tetap masuk. Cak Imin juga memberikan announcement di grup fraksi, siapa yang sudah di Jakarta mampir dulu ke Wichan (Widya Chandra, rumah dinas Wakil Ketua DPR). Itu sudah biasa. 

Saya sempat bimbang mau mampir atau tidak karena sudah hampir mau mulai sidang.Tapi, saya pikir gak enak. Kapan lagi ketemu, minimal salaman setelah momen pemilu yang mengharu-biru. 

Kami saling support satu sama lain, bahwa kita tetap berada di posisi, siapapun. Karena kita kan ikut mendengar dari teman-teman, mulai dari kehilangan kursinya, belum yakin apakah kursinya aman. Semua pada laporan dapil masing-masing. Memang tidak banyak. 

Tetapi, itu situasinya. Saya juga sampaikan bahwa saya mendapatkan dukungan, dorongan serta surat dari masyarakat sipil agar speak up terkait hak angket.

Sikap Beliau oke aja. Bahasanya ya "kamu sebagai anggota DPR tidak perlu izin saya, ibaratnya gitu. Kamu bebas untuk ngomong. Ngomong di rapat paripurna itu ora disuruh bayar. Malah kita ini dibayar untuk bicara."

Kalau tutup mulut dan diam, justru malah diragukan, ini parlemen atau tidak. 

Respons Anda bahwa melalui hak angket, parlemen tak bisa memanggil KPU atau Bawaslu?

Luluk Nur Hamidah: PKB Tak Bisa Sendiri Ajukan Hak Angket, Butuh PDIPAnggota Komisi VI DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luluk Nur Hamidah di program Gen Z Memilih. (Tangkapan layar YouTube)

Terkait dengan perselisihan hasil pemilu memang terus berjalan di MK (Mahkamah Konstitusi) karena memang tempatnya di situ. Tetapi, untuk membuktikan apakah ada desain kecurangan yang memang itu dilakukan oleh kekuasaan, katakan lah ini eksekutif dari sebelum pemilu dan itu berpengaruh kepada elektoral, maka itu menjadi urusannya hak angket. 

Jadi, itu ranah yang berbeda. Maka, kami tidak pernah menentang siapapun, kepada kelompok 01 atau 03, kan saya bukan bagian dari kedua tim hukum itu. Silakan saya menempuh jalur hukum bila ada kaitannya dengan sengketa pemilu. Kalau misalnya ada kecurangan yang kaitannya dengan penggelembungan (suara) atau pengurangan atau apapun, disediakan tempatnya di sana. 

Tetapi, bagaimana bila dugaan ini memang perlu diselidiki yaitu adanya sebuah kerja kekuasaan yang terjadi sebelum pemilu. Ini merupakan sebuah rangkaian proses. Ini mempengaruhi penyelenggaraan pemilu hingga sampai akhirnya. 

Ini kemudian perlu jalan politik. Karena apa? Karena ini tidak akan diselesaikan oleh Bawaslu, karena materinya jelas berbeda. 

Bawaslu itu yang kelihatan di depan mata. Tetapi, yang ada di balik itu, kan tidak bisa diproses. 

MK pun juga tidak berbicara soal kebijakan. Justru kita yang akan menyoalkan kebijakan itu. Misalnya apakah ada unsur campur tangan pemerintah soal putusan MK. Kan begitu. 

Lalu, soal politisasi bansos. Bansos itu kan kebijakan pemerintah yang juga disetujui oleh DPR. Tetapi kan perlu diselidiki apakah penggunaan anggaran menjelang pemilu, itu sesuai dengan keputusan bersama. 

Apakah penerima sesuai dengan alamat. Lalu, mengapa timingnya dilakukan menjelang (pemilu). Kan sudah ada waktu pembagiannya. Yang  lebih aneh lagi lembaga yang seharusnya mengurus itu (Kemensos), diambil alih unsur pemerintahan lain. 

Jadi, banyak pertanyaan-pertanyaan yang ini bukan ranahnya Bawaslu. Karena ini terkait kebijakan-kebijakan. 

Kalau kita diam saja, maka ini akan menjadi pertanyaan publik juga. Kami tidak ingin mendengarkan hipotesis orang bahwa semua ini terjadi berada di bawah kooptasi pihak eksekutif. Jadi, sesimpel itu sih karena ada fungsi yang berbeda. 

Apakah betul sudah ada yang menawarkan kursi di pemerintahan selanjutnya supaya PKB batal ajukan hak angket

Saya tidak tahu, kalau ke saya gak ada. Ketika saya bertemu dengan Cak Imin gak disinggung isu itu. Gak ada. 

Hasil pemilu kan belum sepenuhnya diputuskan. Kita kan belum tahu siapa yang akan memerintah. 

Ini kan fungsi DPR tetap harus berjalan. Toh, hak angket bukan yang kali pertama terjadi di era demokrasi di Indonesia. 

Sikap PKB sampai saat ini tidak berubah terkait hak angket?

Luluk Nur Hamidah: PKB Tak Bisa Sendiri Ajukan Hak Angket, Butuh PDIPCawapres nomor urut satu, Muhaimin Iskandar ketika lakukan rapat virtual di DPP PKB. (www.x.com/@cakimiNow)

Kalau sampai hari ini sikap kami tidak berubah. Tapi, kami akan senang bila kita maju barang-bareng saja. Jadi, silakan yang melakukan mekanisme untuk penyelesaian perselisihan pemilu itu melalui jalur yang memang sudah disediakan. Saya bukan ada di situ. 

Jalur politik juga bisa jalan, karena publik sudah menunggu. Kita gak boleh lho mengesampingkan suara-suara dari kampus, guru besar, budayawan, agamawan, karena they're nothing to do dengan partai politik.

Mereka peduli tentang bagaimana kemenangan itu diraih. Pasti jadi masalah untuk banyak pihak. Karena itu menyangkut dengan nilai moralitas, etika dan kekuasaan. 

Saya kira ketika desakan itu dialamatkan kepada DPR agar melakukan langkah-langkah politik, kerja-kerja pengawasan melalui hak angket. Kok kita malah mendiamkan, justru ini menjadi masalah. Buat saya, justru itu mengganggu nurani saya. 

Ya sudah bismillah, kita suarakan itu. Terlepas bagaimana nanti risiko-risiko yang akan dihadapi. 

Tapi, secara teknis bila hak angket ini mau berhasil maka dukungan mayoritas harus kita dapatkan. Itu lah membuat mau tidak mau ada ruang toleransi. 

Ketika ada satu pihak meminta agar menunggu hingga lewat tanggal 20 Maret, oke. Atau setelah tanggal 20 Maret. Kan gak mungkin kita nyonyol-nyonyol. 

Memang secara prosedur boleh yang mengajukan hanya 25 orang dan minimal dari dua fraksi. Tetapi, untuk ini bisa menjadi hak angket kan butuh persetujuan mayoritas. Nah, itu tentu harus menghadirkan PDIP sebagai pihak yang benar-benar punya fungsi determinan untuk memastikan ini bisa berhasil. 

Apa betul sudah ada naskah akademik yang disiapkan untuk pengajuan hak angket?

Untuk hak angket memang sebenarnya, istilahnya dokumen hak angket. Isinya bisa sederhana yang penting memuat landasan yuridis, latar belakang, tujuan dan materi pokok yang menjadi penyelidikan. 

Misalnya yang ingin diselidiki terkait dugaan penyalahgunaan ini, politisi bansos, penggunaan personel TNI atau Polri. Itu yang menjadi materi pokok. 

Kalau mengacu ke pengalaman sebelumnya, hak angket KPK saja hanya lima lembar (dokumennya). Jadi, sebenarnya ya bukan seberapa tebal.

Yang penting kita berkomitmen untuk memperbaiki keadaan. Jangan sampai ada pengulangan di kemudian hari, apalagi saya selalu mengingatkan di mata kita sudah akan ada 271 pilkada. Jangan sampai ada praktik-praktik kekuasaan yang terlalu over dosis karena itu akan meruntuhkan sendi-sendi demokrasi kita. 

Apa betul tujuan dari menggulirkan hak angket untuk memakzulkan presiden?

Luluk Nur Hamidah: PKB Tak Bisa Sendiri Ajukan Hak Angket, Butuh PDIPJokowi memimpin agenda 4 KTT Perayaan 50 Tahun Hubungan Persahabatan dan Kerjasama ASEAN-Jepang di Hotel The Okura, Tokyo. (instagram.com/jokowi)

Kami belum sampai ke arah sana. Karena kan hak angket belum di-submit. Belum juga dibahas dan diselidiki. 

Kami juga tidak ingin memberikan ruang yang terlalu liar sehingga spekulasi itu bisa terjadi, seperti ide pemakzulan. I don't know. Maksudnya, kami tidak pada pretensi itu. 

Karena belum dimulai penyelidikan. Kecuali kalau sudah ada kesimpulan sementara proses penyelidikan belum dimulai.

Anda sempat menargetkan hak angket bisa digulirkan sebelum tanggal 4 April 2024?

Saya kira ada kepentingan untuk menunggu putusan KPU. Bukan artinya itu akan mempengaruhi hak angket, tidak. Tapi, ada partai yang masih menunggu nasibnya lolos atau tidak. 

Itu sangat kami hargai. Saya kira mungkin setelah tanggal 20 Maret 2024. PKB dan PKS juga sudah siap. Tapi, saya kira untuk kebersamaan dan demi mendapatkan dukungan mayoritas ya sudah kita tunggu sampai setelah KPU menyatakan hasil akhir.

Walaupun semula kami pikir semua bisa berjalan bersamaan. Karena bisa berkaitan bisa juga tidak. Kan ranahnya berbeda. 

https://www.youtube.com/embed/STW7digSdBI

Baca Juga: Politikus PKB: Cak Imin Absen Pembukaan Rapat Paripurna karena Cuti

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya