Soal PK Moeldoko, Mahfud: Bila Dikabulkan Berarti Hakimnya Mabuk

Mahfud bantah Jokowi perintahkan Moeldoko rebut Demokrat

Jakarta, IDN Times - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan Mahfud MD mengaku tak yakin, peninjauan kembali (PK) Moeldoko terkait kepengurusan di Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub) Demokrat di Medan, bakal dikabulkan oleh Mahkamah Agung (MA). Justru bila dikabulkan, Mahfud menilai, hakim agung yang menyidangkan sedang dalam keadaan mabuk. 

"Ndak masuk akal. Kalau (PK) dimenangkan berarti hakimnya mabuk itu," ungkap Mahfud ketika berbicara dengan Rhenald Kasali di YouTube Intrigue, yang dikutip Jumat (4/8/2023). 

IDN Times telah meminta izin kepada Rhenald untuk mengutip tayangan dari YouTube tersebut. Ia menjelaskan bahwa kubu Moeldoko sudah menggugat di empat tingkat pengadilan dan semuanya kalah. Mulai dari Kemenkum HAM, pengadilan tingkat I hingga kasasi pun juga kalah. 

"Mereka kan sudah kalah di empat tingkatan. Pertama, di Kemenkum HAM, persyaratan administratif. Saat itu ditolak. Gugat Menkum HAM ke pengadilan ditolak, kalah di tingkat I, II dan kasasi. Sekarang PK lagi. Menurut saya gak masuk akal untuk bisa menang," kata mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Mahfud juga membantah bahwa upaya hukum yang selama ini dilakukan oleh Moeldoko karena bentuk perintah dari Presiden Joko "Jokowi" Widodo. "Itu persepsi yang agak berlebihan kalau dibilang itu perintah Pak Jokowi untuk menggagalkan Partai Demokrat," tutur dia. 

Namun, pernyataan itu dikritik oleh Ketua Departemen Komunikasi dan Informatika DPP Partai Demokrat KLB pimpinan Moeldoko, Saiful Huda Ems. Ia menilai, pernyataan Mahfud itu merupakan bentuk intervensi yang dilakukan oleh Mahfud terhadap proses PK.

"Pernyataan Mahfud ini selain tidak dibenarkan dalam teori hukum ketatanegaraan yang menganut sistem pemisahan dan pendistribusian kekuasaan, juga merupakan bantuk intimidasi Mahfud kepada hakim MA agar mau mengikuti settingan politiknya," ujar Saiful di dalam keterangan tertulis. 

Ia menambahkan, sikap Mahfud itu mirip agenda pribadi dan terselubung dari Mahfud dan dianggap menyuarakan kepentingan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan Susilo Bambang Yudhoyono. Apa komentar Mahfud terkait tudingan tersebut?

1. Mahfud nilai berlebihan jika Jokowi beri perintah Moeldoko untuk rebut Demokrat

Soal PK Moeldoko, Mahfud: Bila Dikabulkan Berarti Hakimnya MabukKepala Kantor Staf Presiden Moeldoko (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Lebih lanjut, Mahfud menilai berlebihan bila publik menganggap Jokowi sengaja memerintahkan Moeldoko untuk merebut Partai Demokrat untuk menggagalkan upaya pencapresan Anies Baswedan pada Pemilu 2024.

"Interpretasi di luar kan memang begitu. Tetapi, yang saya tahu ndak (ada instruksi untuk menggagalkan Anies)," kata dia. 

Namun, tidak menutup kemungkinan yang terjadi adalah intrik di antara parpol dan Jokowi condong memihak salah satu. Di sisi lain, menurut Mahfud, Jokowi tidak menggunakan hal tersebut sebagai alat untuk mengeliminasi Demokrat dan Anies Baswedan. 

"Kalau itu saya tahu persis. Jadi, ini menjadi jaminan kalau Pak Jokowi gak ikut-ikut (menjegal Anies) dan keyakinan saya bahwa hakim tidak berbuat konyol," tutur Mahfud lagi. 

Baca Juga: [BREAKING] Tolak KLB Moeldoko, Kemenkumham Pakai AD/ART Demokrat 2020

2. Mahfud bantah bela Demokrat kubu SBY dan AHY

Soal PK Moeldoko, Mahfud: Bila Dikabulkan Berarti Hakimnya MabukKetua Umum Partai Demokrat, Agus Harimurti Yudhoyono safari politik ke Cimahi (dok. Demokrat)

Mahfud pun menyatakan membantah pernyataan itu bukan karena ingin membela Partai Demokrat. Justru ia hanya membela pemerintah yang sudah membuat keputusan di empat proses terdahulu. 

"Keputusan itu kan saya yang tetapkan bersama Menkum HAM. Resminya ditandatangani oleh Menkum HAM tapi saya bekerja dengan dia dan mengumumkan bahwa kepengurusan Partai Demokrat di bawah AHY itulah yang sah," kata dia di kantor Kemenko Polhukam Jakarta Pusat pada hari ini. 

Menurutnya, tidak ada yang keliru dengan sikapnya yang membela pemerintah. Sebab, ia ikut terlibat dalam pembuatan keputusan menyangkut gugatan Demokrat kubu Moeldoko.

"Karena menurut Menkum HAM KLB (Kongres Luar Biasa) di Medan itu tidak sah. Itu keputusan pertama," ujarnya.  

Kemudian, digugat lagi di pengadilan dan dibela oleh pemerintah. "Hasilnya menang. Naik banding, kita bela lagi keputusan pemerintah, menang. Kita bela lagi ke tingkat MA lalu menang dan sudah inkracht. Lalu sekarang mau ajukan PK, ya saya bela dong ini. Kan keputusan pemerintah itu, saya ikut buat," katanya. 

3. Mahfud yakin putusan PK tidak akan mengubah sesuatu yang sudah bersifat inkracht

Soal PK Moeldoko, Mahfud: Bila Dikabulkan Berarti Hakimnya MabukGedung Mahkamah Agung (Instagram/@humasmahkamahagung)

Ia juga menyebut bahwa biasanya PK tidak akan mengubah sesuatu yang sudah bersifat inkracht. Ia pun yakin lantaran sudah kalah di Menkum HAM dan tiga tingkat pengadilan, maka keputusannya tidak akan berubah. 

"Makanya menurut saya agak kurang masuk akal bila berharap terlalu banyak untuk menang. Meskipun bisa saja kalau ada mukjizat," kata Mahfud. 

Mahfud juga membantah pemerintah sengaja mengulur-ulur agar MA tidak segera mengumumkan putusan PK terkait kepengurusan KLB Demokrat di Medan. Menurutnya, tidak masuk akal sebab yang digugat bukan Partai Demokrat melainkan pemerintah. 

"Kan sudah selesai tapi kok masih ada PK. Lalu, orang menuduh ini pemerintah masih berusaha mengerjai Partai Demokrat lagi. Tidak ada urusannya. Kami tidak ada urusan dengan Partai Demokrat. Karena ini yang digugat bukan Partai Demokrat tetapi keputusan pemerintah maka saya ikut membela," ujarnya lagi. 

Baca Juga: Protes PK Moeldoko di MA, DPP Demokrat Gelar Aksi Cap Jempol Darah

Topik:

  • Sunariyah

Berita Terkini Lainnya