Tanggapi Kasus Ferdy Sambo, Komnas HAM Harap Vonis Mati Dihapus

Komnas HAM sempat minta pelecehan seksual Putri diusut

Jakarta, IDN Times - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) turut menanggapi hasil sidang putusan terhadap mantan Kadiv Propam Mabes Polri, Ferdy Sambo. Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, menghormati proses dan putusan hukum yang telah diambil oleh majelis hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Mereka pun sepakat bahwa perbuatan yang dilakukan oleh Sambo adalah kejahatan yang serius. 

"Menurut putusan hakim, selain terbukti melakukan perencanaan pembunuhan, Ferdy Sambo juga telah melakukan obstruction of justice (penghalangan atas keadilan atau perintangan penyidikan). Terlebih dengan menggunakan kewenangannya sebagai aparat penegak hukum," ujar Atnike dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (14/2/2023). 

Atas perbuatan yang telah membunuh Nofriansyah Yosua Hutabarat atau Brigadir J secara keji, majelis hakim menjatuhkan vonis mati bagi Sambo. Putusan itu dibacakan dalam sidang yang digelar pada Senin (13/2/2023). Meski begitu, Komnas HAM menilai vonis tersebut kurang tepat.

"Hak hidup termasuk ke dalam hak yang tidak dapat dikurangi dalam keadaan apapun. Namun, hukum di Indonesia masih menerapkan pidana hukuman mati," tutur dia. 

Atnike pun berharap ke depan penerapan hukuman mati bisa dihapuskan. Apalagi, dalam catatan Komnas HAM, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) yang baru mengakui hukuman mati bukan lagi menjadi hukuman pidana pokok. 

"Kami berharap agar penerapan hukuman mati itu ke depan dapat dihapuskan," ujarnya.

Apakah dengan adanya KUHP baru, Sambo bisa lolos dari eksekusi mati?

Baca Juga: Singgung Hak Hidup Manusia, PGI Tak Setuju Ferdy Sambo Divonis Mati

1. Sambo sulit terhindar dari eksekusi mati seandainya proses tersebut dilakukan sebelum 2026

Tanggapi Kasus Ferdy Sambo, Komnas HAM Harap Vonis Mati DihapusIlustrasi eksekusi mati (IDN Times/Sukma Shakti)

Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD, mengatakan, Sambo sulit terhindar dari eksekusi mati seandainya eksekusi dilakukan pada rentang waktu 2023 hingga 2026.

Sebab, selama tiga tahun tersebut menjadi periode sosialiasi penerapan UU baru Nomor 1 Tahun 2023 mengenai KUHP. 

Sementara, bila Sambo belum juga dieksekusi mati hingga 2026, maka bisa berlaku aturan di KUHP bahwa pidana mati dijatuhkan dengan masa percobaan. Hal itu tertulis dalam Pasal 100 KUHP. 

"Hakim menjatuhkan pidana mati dengan masa percobaan selama 10 tahun dengan memperhatikan (a) rasa penyesalan terdakwa dan ada harapan untuk memperbaiki diri, (b) peran terdakwa dalam tindak pidana," demikian bunyi KUHP di Pasal 100 Ayat 1 itu. 

Tetapi, di Ayat 2 tertulis pidana mati dengan masa percobaan seperti yang dimaksud di Ayat 1 harus dicantumkan di dalam putusan pengadilan.

"Ya, bisa saja (vonis Sambo turun jadi 10 tahun) kalau belum dieksekusi sebelum tiga tahun (2026). Nanti, sesudah 10 tahun kalau berkelakuan baik maka bisa diubah menjadi seumur hidup. Itu kan isi UU yang baru," kata Mahfud pada Senin malam. 

Namun, dalam Pasal 100 Ayat (4) juga tertulis, seorang terpidana bisa mendapatkan perubahan hukuman dari pidana mati menjadi pidana seumur hidup setelah dikeluarkan Keputusan Presiden dengan pertimbangan Mahkamah Agung (MA). 

Baca Juga: Mahfud Pede RKUHP Bakal Disahkan Jadi Undang-Undang Akhir Tahun 2022

2. Vonis bagi Sambo dinilai Mahfud sudah memenuhi rasa keadilan publik

Tanggapi Kasus Ferdy Sambo, Komnas HAM Harap Vonis Mati DihapusIDN Times/Galih Persiana

Lebih lanjut, Mahfud menilai perdebatan apakah Sambo bakal dieksekusi mati menggunakan KUHP yang lama atau baru, tak lagi penting. Sebab, hal tersebut bakal menjadi perdebatan publik yang baru. Baginya, vonis mati bagi Sambo yang dibacakan oleh majelis hakim pada Senin sore sudah memenuhi keadilan publik. 

"Menurut saya, keadilan rasa publik sudah diberikan oleh hakim yang gagah perkasa dan berani. Kami memang mendorong agar terus tidak takut kepada siapapun. Sebab, ini menjadi momentum bagi kita untuk memperbaiki dunia peradilan," kata Mahfud. 

Mahfud juga menyebut, tidak ada artinya bagi Sambo memiliki loyalis yang banyak. 

"Tidak apa-apa. Yang penting hukumnya itu. Kita jangan berandai-andai terlalu jauh. Bahwa loyalis itu banyak, tetapi mungkin mereka hanya berhenti di kecewa saja," tutur mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) itu. 

Baca Juga: Isak Tangis Ibunda Brigadir J Saat Ferdy Sambo Divonis Hukuman Mati

3. Deretan pertimbangan hakim hingga menjatuhkan vonis mati bagi Sambo

Tanggapi Kasus Ferdy Sambo, Komnas HAM Harap Vonis Mati DihapusFerdy Sambo dan Putri Candrawathi usai jalani sidang di PN Jaksel pada Selasa (1/11/2022). (youtube.com/CNN Indonesia TV POOL)

Sementara, sebelum menjatuhkan vonis mati, ada beberapa pertimbangan yang dijadikan dasar oleh majelis hakim, yaitu:

Pertama, pembunuhan itu dilakukan Ferdy Sambo terhadap anak buahnya sendiri yang telah mengabdi kepadanya sekitar tiga tahun. Kedua, perbuatannya itu mengakibatkan duka mendalam bagi keluarga Brigadir J dan dianggap dapat menimbulkan keresahan, serta kegaduhan di masyarakat. Ketiga, kasus pembunuhan ini juga mencoreng institusi Polri di mata masyarakat.

"Perbuatan terdakwa telah mencoreng institusi Polri di mata masyarakat Indonesia dan dunia internasional," kata hakim.

Keempat, Sambo juga menyeret banyak anak buahnya untuk memuluskan skenario pembunuhan Brigadir J. Kelima, hakim menilai tidak ada alasan pemaaf dan pembenaran atas tindakan Sambo selama persidangan.

"Selama persidangan berlangsung tidak terdapat alasan pemaaf maupun alasan pembenar pada diri terdakwa yang dapat menghapus pertanggungjawaban pidana atas perbuatan yang dilakukannya," tutur hakim. 

Di sisi lain, hakim menyebut tidak satu pun ada hal yang meringankan perbuatan Sambo. Oleh karena itu, terdakwa harus dijatuhi pidana seperti yang tertulis dalam Pasal 193 Ayat (1) KUHAP.

Baca Juga: Tok! Ferdy Sambo Divonis Mati

Topik:

  • Deti Mega Purnamasari

Berita Terkini Lainnya