Ahli Epidemiologi: Istilah Daerah Bebas COVID-19 Tidak Tepat

Seharusnya disebut wilayah terkendali dari COVID-19

Jakarta, IDN Times - Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 mengumumkan 102 daerah yang masuk ke dalam zona hijau. Zona hijau merupakan istilah buat wilayah yang terbebas dari COVID-19.

Namun ahli epidemiologi dari Universitas Griffith di Australia, Dicky Budiman, menilai istilah wilayah bebas COVID-19 tak tepat. Sebab, di masa pandemik ini, tidak ada wilayah yang bisa terbebas dari wabah virus corona.

"Sebagaimana saat ini saya kurang setuju dengan klaim daerah bebas COVID," ujar Dicky saat dihubungi IDN Times, Senin (8/6).

1. Penyebutan daerah bebas COVID-19 tidak tepat karena Indonesia belum mencapai puncak pandemik

Ahli Epidemiologi: Istilah Daerah Bebas COVID-19 Tidak TepatBIN Gelar Ribuan Rapid Test COVID-19 di Dua Zona Merah Kota Surabaya (Dok. Istimewa)

Dicky mengatakan penyebutan wilayah bebas COVID-19 tidak tepat karena wabah virus corona di Indonesia saja belum menapai puncaknya. Sehingga tidak pas jika pemerintah mengumumkan wilayah-wilayah tersebut terbebas dari pandemik.

"Daerah lain ini, lebih tepat usulan saya bukan klaim atau declare bebas dari COVID-19, tapi declare bahwa mereka harus memperkuat, sistem screening mereka, masuk kota, kabupaten atau wilayahnya diperkuat," ujar Dicky.

2. Zona hijau seharusnya disebut daerah yang terkendali dari COVID-19

Ahli Epidemiologi: Istilah Daerah Bebas COVID-19 Tidak TepatBIN Gelar Ribuan Rapid Test COVID-19 di Dua Zona Merah Kota Surabaya (Dok. Istimewa)

Menurutnya penyebutan zona hijau sebagai wilayah bebas COVID-19 juga tidak tepat. Seharusnya pemerintah menyebut bahwa zona hijau merupakan daerah yang terkendali dari COVID-19, sehingga masyarakat tetap bisa berhati-hati.

"Zonanya tetap bisa diberlakukan, zona hijau. Tidak apa-apa, zonasi itu tepat, hijau sampai merah, merah tua sampai dengan situasi yang kritis. Tapi kalau zona hijau adalah area dianggap bebas itu kurang tepat, terkendali lebih tepatnya," katanya.

3. Mobilitas manusia semakin tinggi bisa menyebabkan penyebaran lebih cepat

Ahli Epidemiologi: Istilah Daerah Bebas COVID-19 Tidak TepatTangerang laksanakan penyemprotan massal jelang new normal (Antaranews)

Dicky menyebut bahwa di situasi pandemik saat ini, semua jengkal tanah di dunia ini berpotensi terpapar COVID-19. Hal itu karena mobilitas manusia sudah sangat tinggi dari satu tempat ke tempat lainnya.

"Karena mobilitas manusia sudah sangat tinggi, interkoneksi dunia dan di Indonesia antar daerah sudah sangat tinggi. Ini sudah terjadi sejak awal tahun," jelas Dicky.

4. Pedalaman di Indonesia pun bisa saja terpapar COVID-19

Ahli Epidemiologi: Istilah Daerah Bebas COVID-19 Tidak TepatPetugas menyemprotkan cairan disinfektan ke helm penumpang ojek daring di kawasan Jl. Kendal, Jakarta, Senin (8/6/2020) (ANTARA FOTO/Dhemas Reviyanto)

Dicky kemudian mencontohkan di pedalaman Brasil sekali pun bisa terpapar COVID-19. Begitu juga di pedalaman Indonesia.

"Kita juga harus ingat, belajar, bahwa suku di pedalaman Brasil sekali pun, di Amazon, terpapar oleh virus penyebab COVID-19. Padahal dia tinggal di dalam hutan, di Amazon," kata Dicky.

Baca Juga: Anggaran COVID-19 Rp677 Triliun, Bansos Diberikan hingga Akhir Tahun 

Topik:

  • Dwi Agustiar

Berita Terkini Lainnya