Puncak Hoaks Pemilu Terjadi di November 2023 hingga Februari 2024

Bawaslu gandeng sejumlah pihak tekan penyebaran hoaks

Jakarta, IDN Times - Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI memprediksi puncak penyebaran hoaks di media sosial akan terjadi pada November 2023 hingga Februari 2024.

Hal tersebut disampaikan Anggota Bawaslu Herwyn JH Malonda saat menjadi pengajar di kegiatan Mata Kuliah Kecerdasan Digital Lanjutan: Pemilu dan Transformasi Digital 2023 yang digelar Universitas Gadjah Mada (UGM) secara daring.

1. Berkaca pada pengalaman Pemilu 2019 lalu

Puncak Hoaks Pemilu Terjadi di November 2023 hingga Februari 2024Ilustrasi kampanye (IDN Times/Galih Persiana)

Prediksi tersebut bercermin pada fenomena yang terjadi pada 2019 lalu, di mana puncak hoaks terjadi di bulan April menjelang tahapan Pemungutan Suara. Saat itu, berbagai kabar hoaks muncul saat berakhirnya tahapan masa kampanye.

“Ini yang memang kita perlu perhatikan bersama, karena terkait isu informasi negatif maka tren hoaks dan berita tidak benar ini bisa meningkat. Kalau berkaca 2019, memuncak di April 2019 ketika berakhirnya tahapan kampanye sampai menjelang pemungutan suara," ujar Herwyn, mengutip situs resmi Bawaslu, Rabu (6/9/2023).

"Nah kalau saat ini, bukan tidak mungkin, hoaks itu akan meningkat dan memuncak di akhir November 2023, pada tahapan kampanye sampai pada awal Februari 2024, menjelang tahapan pemungutan suara,’’ lanjut dia.

Baca Juga: Kominfo Klaim Identifikasi 117 Konten Hoaks Selama Juni 2023

2. Bawaslu gandeng sejumlah pihak untuk tekan munculnya hoaks

Puncak Hoaks Pemilu Terjadi di November 2023 hingga Februari 2024ilustrasi hoax (IDN Times/Sukma Shakti)

Herwyn menyampaikan, berdasarkan data yang ada pada 2019 silam, sebanyak 501 isu hoaks menyebar di periode waktu tersebut. Sehingga menjadi puncak dari penyebaran hoaks pada gelaran Pemilu 2019.

Lebih lanjut, penyebaran hoaks perlu diantisipasi. Sebab bisa berdampak pada kualitas pemilu. Termasuk menguatnya polarisasi di tengah masyarakat, munculnya ketidakpercayaan pada penyelenggara pemilu, dan masyarakat menjadi tidak percaya pada hasil pemilu. Dampak tersebut tentu bisa menimbulkan kekerasan di tengah masyarakat.

Untuk mengantisipasi hal tersebut, Herwyn menjelaskan, Bawaslu telah melakukan pencegahan dengan melakukan media monitoring. Selain itu juga mempublikasikan informasi dan edukasi kepemiluan secara masif agar maraknya informasi hoaks dapat diredam dengan berita kebenaran.

“Kami juga melakukan kolaborasi kepada stakeholder terkait seperti Kemenkominfo, platform media sosial, media, dan konten kreator, dan juga membentuk gugus tugas pengawasan kampanye bersama KPI, KPU, dan Dewan Pers,” tutur dia.

3. Bawaslu dorong laporkan hoaks dan ujaran kebencian

Puncak Hoaks Pemilu Terjadi di November 2023 hingga Februari 2024Ilustrasi SARA (IDN Times/Mardya Shakti)

Dari sisi pengawasan, tentu Herwyn berharap ada peran aktif juga dari masyarakat untuk melaporkan jika ada terjadi penyebaran berita hoaks, ujaran SARA, dan ujaran kebencian melalui aplikasi Sigap Lapor. 

Melalui perspektif kelembagaan, Bawaslu juga akan melakukan pengawasan dan mencermati konten internet dari akun resmi media sosial partai politik, pasangan calon, tim kampanye yang terdaftar di KPU. Bawaslu kemudian mencatat hasil pengawasan konten internet yang diduga mengandung pelanggaran administrasi atau pidana ke form Laporan Hasil Pengawasan.

“Paling penting adalah dalam konteks kita dalam terjadi pergesaran kontestasi pemilu, pasti akan ada gesekan. Yang sebelumnya secara luring, sekarang menjadi daring. Tugas utama kita adalah, mari kita lakukan terlebih dahulu menyaring informasi untuk cek fakta, sebelum kita bagikan ke pihak lain. Dengan itu kita sudah membantu masyarakat supaya kita juga bisa mengangkat perintah undang-undang dasar yaitu mencerdaskan kehidupan bangsa,” kata Herwyn.

Baca Juga: Diadukan ke DKPP, KPU Bantah Batasi Akses Silon ke Bawaslu

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya