Unjuk Rasa George Floyd Diprediksi Picu Banyak Kasus Baru COVID-19
Pada 31 Mei 2020, tercatat ada 20 ribu kasus baru di AS
Follow IDN Times untuk mendapatkan informasi terkini. Klik untuk follow WhatsApp Channel & Google News
Jakarta, IDN Times - Di tengah aksi unjuk rasa menuntut keadilan bagi George Floyd yang masih terus berlangsung, ada kekhawatiran lainnya di benak pejabat pemerintahan di Amerika Serikat. Mereka khawatir kasus baru COVID-19 banyak muncul seiring aksi unjuk rasa yang tidak menjaga jarak.
Floyd meninggal pada (25/5) lalu. Beberapa hari setelah kematiannya, muncul gelombang aksi unjuk rasa. Ada yang dilakukan secara damai, namun tak sedikit yang berujung ricuh dan menyebabkan terjadinya penjarahan serta vandalisme. Pada pekan itu pula, warga Negeri Paman Sam mengetahui sudah lebih dari 100 ribu orang di sana yang meninggal akibat terinfeksi virus Sars-CoV-2.
Sementara, berdasarkan data dari situs World O Meter pada hari ini, kasus aktif COVID-19 di sana mencapai 1,1 juta.
"Akan ada banyak permasalahan baru yang muncul dari apa yang terjadi pada pekan lalu. Salah satunya, rantai penularan (virus corona) akan semakin bertambah dari aksi yang menimbulkan kerumunan itu," ungkap mantan Komisioner BPOM AS, Scott Gottlieb ketika diwawancarai oleh stasiun berita CBS pada (2/6).
Sudah terbukti kah prediksi Gottlieb itu?
Baca Juga: [UPDATE] Kasus Kematian Akibat COVID-19 di AS Tembus 100 Ribu
1. Pada 31 Mei 2020, muncul 20 ribu kasus baru COVID-19 di seluruh AS
Stasiun berita CNN pada (3/6) coba mengumpulkan datanya berdasarkan data dari Universitas John Hopkins. Pada (31/5) lalu, ada 20 ribu kasus baru COVID-19 yang ditemukan di seluruh AS.
Bagi sebagian negara bagian, penambahan kasus baru positif COVID-19 bermakna pemberlakuan fase pertama untuk relaksasi dari PSBB harus ditunda. Contohnya, di negara bagian California, terjadi kenaikan kasus baru COVID-19 sebanyak 11 persen, dari semula pada (27/5) 98.980 menjadi 110.583 pada (31/5). Data itu dikutip dari Departemen Kesehatan di California.
Berdasarkan analisa, dalam satu pekan terakhir, 18 negara bagian mengalami kenaikan kasus positif sebanyak 10 persen, 21 negara bagian mengalami penurunan kasus COVID-19 dan 11 negara bagian lainnya, kasus positifnya landai.
Hingga saat ini, Negeri Paman Sam masih tercatat sebagai episentrum dunia COVID-19 dengan penyumbang kematian tertinggi.
Baca Juga: KJRI LA Imbau WNI Tak Perlu Ikut-Ikutan Aksi Demo Soal George Floyd