TUTUP
SCROLL UNTUK MELANJUTKAN MEMBACA
Gabung di IDN Times

Mantan Menlu Thailand: Makin Gaduh Myanmar, Makin Hancur Marwah ASEAN

ASEAN harus berani mengambil tindakan tegas

Pengunjuk rasa anti kudeta berjalan dibekakang barikade sementara api membakar Jembatan Bayint Naung di Mayangone, Yangon, Myanmar, Selasa, 16 Maret 2021 (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer)

Jakarta, IDN Times - Mantan Menteri Luar Negeri Thailand Kasit Piromya menuturkan, ASEAN selaku organisasi kawasan Asia Tenggara berisiko kehilangan kredibilitas jika gagal menyudahi konflik di Myanmar. ASEAN harus mampu membujuk para jenderal agar mengembalikan kekuasaan kepada pemerintahan sipil.
 
"Tidak ada kredibilitas bagi komunitas ASEAN selama tidak ada yang bisa dilakukan untuk melawan pengambilalihan militer di Myanmar,” kata Piromya, dikutip dari The Straits Times, Jumat (2/4/2021).
 
"Sekarang, seiring kekejaman yang terjadi di Myanmar, menjadi kewajiban bagi setiap orang, terutama Thailand dan negara anggota ASEAN untuk melakukan sesuatu dengan cara yang terus terang dan mendesak," tambahnya.
 

Baca Juga: Tiongkok Menentang Upaya Pemberian Sanksi kepada Myanmar

1. Mendesak KTT ASEAN segera dilaksanakan

Ilustrasi pertemuan di KTT ke-33 ASEAN Singapura (Biro Pers Istana/Laily Rachev)

Langkah awal untuk langkah konkret ASEAN, kata Piromya, adalah menggelar Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) sebagaimana yang disarankan oleh Presiden Indonesia Joko “Jokowi” Widodo.
 
Salah satu fungsi KTT adalah menunjuk utusan atau delegasi atas nama ASEAN sebagai juru diplomasi. Dia adalah sosok yang nantinya akan berkoordinasi dengan seluruh pemilik kepentingan, termasuk Junta Militer, Utusan Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Myanmar, Sekjen PBB, dan Dewan Keamanan PBB.
 
"(Utusan itu akan) mengirimkan pesan yang kuat kepada Junta untuk menghentikan semua bentuk kekerasan dan penindasan, dan untuk memulai dialog dengan pemerintah terpilih Myanmar yang sah," katanya.

2. Menitikberatkan peran penting Thailand

Pengunjuk rasa menggelar aksi protes terhadap kudeta militer di Kota Yangon, Myanmar, Sabtu (6/2/2021). Mereka menuntut pembebasan pemimpin terpilih Myanmar Aung San Suu Kyi. ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/wsj.

Pada kesempatan yang sama, Menlu periode 2008-2011 itu berharap Thailand lebih berani mengambil inisiatif untuk mencegah jatuhnya korban sipil lebih banyak.
 
"Sepuluh tahun lalu, kami adalah bidan demokrasi (di Myanmar). Namun sekarang, (demokrasi) telah direnggut sehingga kita semua memiliki kewajiban, khususnya Thailand, untuk memulihkan demokrasi bagi rakyat Myanmar," ujar Piromya, mengingatkan sepak terjang Negeri Gajah Putih beberapa tahun silam.
 
"Kami adalah bagian dari keluarga yang sama dan bagian dari komunitas internasional, di mana kebebasan, hak asasi manusia, kemanusiaan secara keseluruhan sangat penting," katanya.

Baca Juga: Lebih dari 520 Orang Tewas, PBB Sebut Myanmar di Ambang Perang Sipil

Rekomendasi Artikel

Berita Terkini Lainnya