Tiongkok Menentang Upaya Pemberian Sanksi kepada Myanmar

Sanksi dinilai hanya memperburuk suasana Myanmar

Jakarta, IDN Times - Duta Besar Tiongkok untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Zhang Jun menegaskan posisi negaranya, mendukung transisi demokrasi Myanmar namun menentang segala instrumen sanksi termasuk tekanan ekonomi ataupun militer.
 
Sejak demonstrasi menolak kudeta meletus pada 1 Februari 2021, sedikitnya 520 demonstran dilaporkan meninggal dunia. Lebih dari 2.900 orang juga ditetapkan sebagai tahanan politik. Junta tidak menunjukkan tanda-tanda untuk bersikap lebih persuasif kepada pengunjuk rasa, meski komunitas internasional telah memberi kecaman.
 
"Tiongkok berharap Myanmar akan memulihkan perdamaian, stabilitas, dan ketertiban konstitusional sedini mungkin, dan terus memajukan transisi demokrasi dengan mantap," kata Zhang pada pertemuan tertutup, dikutip dari The Straits Times, Kamis (1/4/2021).

1. Sanksi hanya akan memperparah kondisi

Tiongkok Menentang Upaya Pemberian Sanksi kepada MyanmarDemonstran memprotes kudeta militer di Mandalay, Myanmar, Senin (22/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Terkait alasan kenapa Tiongkok menolak sanksi, Zhang meyakini bila instrumen tersebut hanya akan memperburuk situasi di Myanmar. Pernyataan itu muncul setelah desakan dari berbagai komunitas internasional agar PBB dengan segala perangkatnya lebih tegas dalam menyikapi Myanmar.
 
"Tekanan sepihak dan menyerukan sanksi, atau tindakan paksaan lainnya, hanya akan memperburuk ketegangan dan konfrontasi serta semakin memperumit situasi, yang sama sekali tidak konstruktif," kata Zhang.
 
"Menjaga perdamaian dan stabilitas di Myanmar adalah kepentingan bersama komunitas internasional. Jika Myanmar mengalami turbulensi yang berkepanjangan, itu akan menjadi bencana bagi Myanmar dan kawasan secara keseluruhan," sambung dia.
 

Baca Juga: Menlu: Kekerasan Aparat pada Demonstran Myanmar Tak Bisa Diterima

2. Tiongkok ingin perketat perlindungan bagi properti dan warga asing di Myanmar

Tiongkok Menentang Upaya Pemberian Sanksi kepada MyanmarSeorang petugas polisi anti huru hara menembakkan tabung gas air mata untuk membubarkan pengunjuk rasa yang ambil bagian dalam unjuk rasa menentang kudeta militer di Yangon, Myanmar, Sabtu (27/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Militer Myanmar, sejak melengserkan pemerintahan Aung San Suu Kyi dan Presiden Win Myint, mengandalkan Tiongkok sebagai sekutu utamanya. Tiongkok tetap konsisten untuk mendukung rezim demokratis, meski tidak sepakat dengan instrumen sanksi.  
 
Otoritas Tirai Bambu justru menyerukan perlindungan warga dan bisnis asing, perhatian utama Tiongkok setelah lusinan pabriknya terbakar di tengah bentrokan antara aparat dengan masyarakat sipil.
 
"Kehidupan dan properti warga Myanmar serta warga negara asing dan bisnis harus dilindungi, dan setiap serangan terhadap mereka tidak dapat diterima," tutur Zhang.

3. Pendekatan ASEAN disebut sebagai solusi permasalahan paling baik

Tiongkok Menentang Upaya Pemberian Sanksi kepada MyanmarDemonstran memprotes kudeta militer di Yangon, Myanmar, Jumat (19/2/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer

Di antara prinsip resolusi konflik ASEAN adalah norma non-intervensi, yang menegaskan bahwa permasalahan domestik sebisa mungkin tidak diintervensi oleh negara lain, dan keterlibatan konstruktif, yang menekankan pentingnya dialog serta menolak segala narasi-narasi kebencian dalam menunjukkan sikap.  
 
“Mediasi dengan cara ASEAN memainkan peran positif dalam meredakan situasi di Myanmar," tambah dia.
 
Zhang menutup, “Kami berharap semua pihak di Myanmar dapat tetap tenang, menahan diri, dan mengambil tindakan dengan sikap konstruktif untuk meredakan dan mendinginkan situasi."
 

Baca Juga: Tiongkok, Negara Pemberi Utang Terbesar di Dunia

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya