Presiden Malawi Dihujat karena Kirim Tenaga Kerja ke Israel

Upaya Israel datangkan tenaga kerja murah

Jakarta, IDN Times - Partai oposisi dan organisasi non-profit di Malawi, pada Senin (27/11/2023), mengecam kebijakan Presiden Lazarus Chakwera yang mengirim tenaga kerja ke Israel. Keputusan ini tidak sesuai dengan situasi terkini di Israel yang masih dilanda konflik dengan Hamas. 

Malawi sedang menghadapi guncangan ekonomi hebat imbas devaluasi mata uang kwacha terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Alhasil, Chakwera sudah melarang seluruh pejabat pemerintahan, termasuk dirinya sendiri, untuk bepergian ke luar negeri. 

1. Pemerintah disebut menyembunyikan negara tujuan pekerja

Pemimpin oposisi Malawi, Konwani Nankhumwa, mengkritisi keputusan pengiriman 221 tenaga kerja asal negaranya ke Israel di tengah konflik. Ratusan orang tersebut direncanakan untuk mengisi kekosongan tenaga kerja di bidang pertanian di Israel.

"Mengirimkan ratusan warga ke zona perang, seperti Israel, di mana negara-negara lain memulangkan warganya demi keamanan adalah sesuatu yang tidak pernah saya dengar sebelumnya," ungkapnya, dilansir Africa News

Ia pun mempertanyakan kenapa pemerintah Malawi merahasiakan perjanjian dengan Israel soal pengiriman tenaga kerja. Bahkan, dalam persetujuan pengiriman tenaga kerja tersebut pemerintah merahasiakan nama negara tujuan. 

Keputusan itu berdasarkan dari bantuan pemerintah Israel sebesar 60 juta dolar AS (Rp926 miliar) dalam mendukung pemulihan ekonomi Malawi. 

Baca Juga: Israel Bebaskan Lagi 33 Tahanan Palestina

2. Pemerintah menjamin keamanan warga Malawi di Israel

Menteri Tenaga Kerja Malawi Wezi Kayira mengatakan, pengiriman tenaga kerja di berbagai negara termasuk Israel adalah upaya penciptaan lapangan pekerjaan untuk pemuda di Malawi.

"Program ini akan bermanfaat bagi individu yang bersangkutan dan negara. Sebagian gaji di Israel dapat digunakan untuk biaya hidup dan sebagian lainnya akan jadi remiten untuk keluarganya dalam mendorong pertukaran mata uang asing," terangnya, dikutip Anadolu

Ia pun berjanji bahwa pemerintah akan menjamin keamanan serta keselamatan warga Malawi yang bekerja di Israel. 

"Kami menekankan bahwa pemuda Malawi tidak akan berperang di Israel dalam melawan pejuang Hamas. Namun, mereka akan bekerja di tempat yang sudah tersertifikasi dan berada di area yang aman," sambungnya.  

3. Israel membutuhkan tenaga kerja sektor pertanian di tengah konflik

Kementerian Pertanian Israel melaporkan, 30-40 ribu pekerja di sektor pertanian meninggalkan negaranya usai pecahnya perang. Setengah dari angka itu sebenarnya diisi warga Palestina, tetapi jumlahnya berkurang usai larangan masuk ke Israel pada 1990-an. 

Pemerintah Israel pun sedang melakukan rekrutmen sekitar 5 ribu tenaga kerja di bidang pertanian untuk mengatasi krisis sumber daya manusia. Tel-Aviv pun sudah berupaya mendatangkan tenaga kerja asing, termasuk berasal dari Malawi, Sri Lanka, dan lainnya. 

Sebelum pecahnya perang, mayoritas pekerja di bidang pertanian di Israel berasal dari Thailand. Mereka didatangkan dengan bayaran murah dan hanya dikontrak dalam jangka pendek. Bahkan, pertanian di sekitar Jalur Gaza disebut mempekerjakan sekitar 6 ribu warga Thailand, dilaporkan CNN.

Pemerintah Thailand mengungkapkan bahwa terdapat 30 ribu warganya yang bekerja di Israel. Selain Thailand, Filipina juga mengirimkan warganya untuk bekerja di Israel sebagai perawat di panti jompo. 

Baca Juga: Kesaksian Warga Palestina di Tepi Barat: Pemukim Yahudi Meneror Kami!

Brahm Photo Verified Writer Brahm

-

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya