Perempuan Afghanistan Belajar di Madrasah Usai Dilarang Bersekolah

Taliban izinkan sekolah agama tetap dibuka

JAKARTA, IDN Times - Anak-anak dan remaja perempuan di Afghanistan kini telah mendaftar ke madrasah atau sekolah agama demi tetap bisa belajar, setelah Taliban membatasi akses pendidikan mereka ke sekolah menengah.

Sejak berkuasa pada Agustus 2021, Taliban telah menangguhkan pendidikan bagi anak perempuan di atas usia 12 tahun dan menutup gerbang universitas bagi para mahasiswi. Menurut laporan UNESCO tahun ini, sebanyak 2,5 juta anak-anak dan perempuan muda Afghanistan tidak lagi dapat mengakses pendidikan formal.

Kini, satu-satunya tempat yang tersisa bagi mereka untuk tetap melanjutkan pendidikan adalah madrasah, di mana Taliban mengizinkan anak perempuan di atas kelas 6 untuk belajar.

“Saya bergabung dengan madrasah ini sebulan yang lalu. Tempat ini dekat dengan rumah saya,” kata Munira, pelajar di Kabul yang berusia 16 tahun, dikutip The National.

“Saya senang bisa belajar membaca Alqur'an dan beberapa topik keagamaan. Tapi saya ingin menjadi dokter," tambah dia.

1. Ada 95 ribu perempuan yang belajar di madrasah

Kementerian Pendidikan Afghanistan mengatakan, lebih dari 20 ribu anak perempuan yang lebih tua bersekolah di madrasah yang dikelola pemerintah. Secara total, ada hampir 95 ribu anak dan remaja putri yang belajar di sekolah agama di negara tersebut, termasuk anak perempuan di bawah kelas 6.

Selain madrasah negeri, madrasah swasta juga menerima murid perempuan dalam jumlah besar.

Sajeda Baqi, mantan dosen studi agama berusia 43 tahun, kini mengelola sekolah agama swasta Darussalam di Kabul setelah universitas untuk perempuan ditutup olah Taliban.

“Saya memulai madrasah ini tiga bulan lalu. Kami memiliki lebih dari 50 siswi sejauh ini, beberapa di antaranya adalah siswi yang lebih tua yang tidak dapat bersekolah di sekolah negeri karena larangan pendidikan bagi perempuan. Setiap hari, kami menerima siswi perempuan baru," kata Baqi.

“Ini adalah kesempatan yang sangat baik bagi anak perempuan karena mereka saat ini tidak bisa bersekolah. Mereka akan mempelajari agama dan kami menawarkan mereka program sosial dan budaya yang berbeda," tambah dia. 

Baca Juga: Taliban Larang Perempuan Afghanistan Berkunjung ke Band-e-Amir

2. Madrasah tidak dapat menggantikan peran sekolah umum

Zuhra Faizi, peneliti pendidikan keturunan Afghanistan-Amerika dan mahasiswa pascadoktoral di Harvard, mengatakan bahwa madrasah tidak dapat menggantikan fungsi sekolah umum, meskipun menjadi alternatif tempat belajar bagi perempuan. 

“Madrasah mungkin memberikan kesempatan bagi banyak anak perempuan untuk terus terlibat dalam ruang belajar, namun saat ini, madrasah tidak dapat menggantikan sekolah yang membuka jalan menuju peluang di masa depan,” kata Faizi.

“Taliban, seperti semua pemerintahan Afghanistan di masa lalu, akan melakukan modifikasi dalam sistem pendidikan. Namun, mereka tidak bisa terus menunda pembukaan kembali sekolah," tambah dia. 

Meski begitu, Faizi memperhatikan bahwa peningkatan keamanan di bawah kendali Taliban telah memungkinkan madrasah perempuan dibuka di daerah pedesaan, di mana akses terhadap pendidikan di bawah pemerintahan sebelumnya terbatas.

“Saya bertemu ibu-ibu yang bersekolah di madrasah bersama anak-anaknya. Mereka bersemangat untuk bersekolah untuk pertama kalinya dalam hidup mereka, dan belajar membaca Al-Qur'an, serta literasi dasar dalam bahasa Dari dan Pashto,” ujarnya.

Namun di sisi lain, anak perempuan di daerah perkotaan lainnya merasa lebih dibatasi.

“Anak perempuan di perkotaan terbiasa mengakses banyak kesempatan pendidikan, termasuk sekolah umum dan kursus. Oleh karena itu, meskipun mereka mungkin menghargai bersekolah di madrasah, masih ada pengalaman mengenai keterbatasan akan kesempatan,” tambahnya.

3. Pembatasan pendidikan bagi anak perempuan akan membawa dampak buruk pada negara

Menurut UNESCO, Afghanistan merupakan salah satu negara dengan tingkat melek huruf terendah di dunia. Para ahli memperingatkan bahwa pembatasan terhadap pendidikan akan berdampak signifikan terhadap masa depan negara tersebut.

“Islam tidak membatasi perempuan untuk hanya mendapatkan pendidikan agama. Meskipun mempelajari pendidikan agama adalah kewajiban setiap pria dan wanita, laki-laki dan perempuan juga wajib menerima pendidikan di bidang lain seperti kedokteran, pendidikan dan lain-lain,” kata Bashir Ahmad, dosen studi agama di Kabul, kepada The New Arab.

“Dengan ditutupnya sekolah untuk anak perempuan, kita bergerak menuju kegelapan setiap hari. Seluruh bagian masyarakat dirampas hak asasi manusia dan hak Islamnya," sambungnya. 

Hal senada juga diungkapkan oleh Saeeda Wafa, lulusan studi Islam dari Kabul. Ia mengatakan bahwa mendapatkan pendidikan adalah hak mendasar bagi laki-laki dan perempuan.

“Instruksi Islam terkait pendidikan tidak mengecualikan perempuan. Sejarah Islam penuh dengan cendekiawan perempuan. Perempuan yang tidak berpendidikan bisa berarti keluarga yang buta huruf dan bangsa yang terbelakang,” kata Wafa.

Taliban sebelumnya mengatakan, mereka sedang menyusun panduan untuk pendidikan anak perempuan, namun hingga saat ini belum ada tanda-tanda kemajuan. 

Baca Juga: Taliban Larang 100 Mahasiswi Afghanistan Kuliah di Dubai

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

null

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya