PM Israel: Perang Gaza Berakhir jika Hamas Hancur dan Gaza Dikuasai

Benjamin Netanyahu tidak akan mematuhi seruan internasional

Jakarta, IDN Times - Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, menegaskan bahwa perdamaian di Jalur Gaza hanya dapat dicapai apabila Hamas hancur, wilayah tersebut didemiliterisasi, dan masyarakat Palestina dideradikalisasi.

“Ini adalah tiga prasyarat perdamaian antara Israel dan tetangga Palestina di Gaza,” katanya dalam opini yang diterbitkan di Wall Street Journal pada Senin (25/12/2023) malam.

Netanyahu, yang mengunjungi pasukan Israel di Gaza utara pada Senin, mengatakan kepada anggota parlemen dari Partai Likud bahwa perang akan terus berlanjut dan menolak seruan global untuk gencatan senjata. Menurutnya, Israel tidak akan berhasil membebaskan sisa sandera yang ditahan oleh Hamas tanpa menerapkan tekanan militer.

"Kami tidak akan berhenti. Perang akan terus berlanjut hingga akhir, hingga kami menyelesaikannya, tidak kurang dari itu," ujar Netanyahu.

1. Korban tewas di Gaza mencapai 20.674 orang

Perang di Gaza meletus sejak Hamas menerobos perbatasan militer dan menyerang Israel selatan pada 7 Oktober. Tel Aviv mengatakan, serangan tersebut menewaskan sekitar 1.140 orang, yang sebagian besar adalah warga sipil. Selain itu, sekitar 240 orang juga disandera oleh hamas.

Israel kemudian membalasnya dengan melancarkan serangan udara besar-besaran dan memblokade Jalur Gaza dengan tujuan membasmi Hamas. Menurut kementerian kesehatan di Gaza, serangan Israel telah menewaskan sedikitnya 20.674 orang, yang sebagian besar perempuan dan anak-anak.

Lebih dari 100 orang tewas akibat serangan udara Israel di Gaza tengah dan selatan pada Minggu (24/12/2023) malam. Serangan tersebut menjadi salah satu yang paling mematikan selama 11 minggu pertempuran antara Israel dan Hamas di Gaza.

Sedikitnya 70 orang dilaporkan tewas ketika bom menghantam blok perumahan di kamp pengungsi Maghazi di dekat Deir al-Balah. Banyak di antara korban adalah perempuan dan anak-anak.

Zeyad Awad mengaku tidak ada peringatan evakuasi sebelum serangan tersebut terjadi.

"Apa yang harus kami lakukan? Kami adalah warga sipil, hidup damai dan hanya menginginkan keselamatan dan keamanan. Namun kami tiba-tiba diserang oleh pesawat tempur Israel tanpa peringatan apa pun," ujarnya, dikutip France24.

Pada Selasa (26/12/2023) pagi, beberapa serangan udara dilaporkan terjadi di dekat Rumah Sakit Nasser di Khan Younis, fasilitas medis terbesar di Jalur Gaza selatan. Pejabat kesehatan Palestina mengatakan, tujuh orang tewas dalam serangan udara Israel di sebuah rumah di lingkungan Al-Amal di Khan Younis.

Baca Juga: Hamas Tolak Serahkan Kekuasaan di Gaza dengan Imbalan Genjatan Senjata

2. Hamas-Jihad Islam tolak usulan melepaskan kekuasaan di Gaza demi genjatan senjata permanen

Hamas dan Jihad Islam menolak usulan Mesir agar mereka melepaskan kekuasaan di Jalur Gaza dengan imbalan gencatan senjata permanen. 

Dilansir Reuters, dua sumber keamanan Mesir pada Senin (25/12/2023) mengatakan, dua kelompok tersebut menolak konsesi apa pun selain kemungkinan pembebasan lebih banyak sandera. Saat ini, lebih dari 100 sandera diyakini masih ditahan di Gaza.

“Hamas berupaya mengakhiri agresi Israel terhadap rakyat kami, pembantaian dan genosida, dan kami berdiskusi dengan saudara-saudara kami di Mesir tentang cara melakukan hal tersebut,” kata seorang pejabat Hamas yang mengunjungi Kairo baru-baru ini.

Sementara itu, Jihad Islam menegaskan bahwa setiap pertukaran sandera harus didasarkan pada prinsip "semua untuk semua". Artinya, semua sandera yang ditahan oleh Hamas di Gaza akan dibebaskan apabila semua warga Palestina yang dipenjara di Israel juga dibebaskan.

3. AS lakukan serangan balasan di Irak

Amerika Serikat (AS) pada Senin melancarkan serangan udara yang menargetkan milisi yang didukung Iran di Irak, sebagai tanggapan atas serangan drone yang melukai tiga anggota militernya.

Militer AS mengatakan, serangan tersebut menewaskan sejumlah kantor Hizbullah, dan menghancurkan beberapa fasilitas yang digunakan oleh kelompok tersebut.

Selama beberapa pekan terakhir, militer AS telah diserang sedikitnya 100 kali di Irak dan Suriah karena dukungan Washington terhadap Israel dalam perang melawan Hamas di Jalur Gaza.

Sementara itu, kekhawatiran akan eskalasi regional baru semakin meningkat. Serangan udara Israel di Suriah menewaskan Razi Moussavi, salah seorang penasihat senior di Korps Garda Revolusi Iran (IRGC).

Ia bertanggung jawab untuk mengoordinasikan aliansi militer antara Suriah dan Iran, yang merupakan bagian penting dari jaringan sekutu dan proksi regional Iran yang dikenal sebagai “Poros Perlawanan”.

IRGC sendiri telah bersumpah akan melakukan pembalasan terhadap Israel atas kematian Moussavi.

Baca Juga: Serangan Udara Israel di Suriah Tewaskan Jenderal Militer Iran

Fatimah Photo Verified Writer Fatimah

Long life learner

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Vanny El Rahman

Berita Terkini Lainnya