Tewaskan 11 Orang, Penembak Sinagoge AS Dijatuhi Hukuman Mati

Pelaku dihukum atas 63 dakwaan

Jakarta, IDN Times - Robert Bowers, pelaku penembakan di sinagoge Pittsburgh, Amerika Serikat (AS), yang menewaskan 11 orang dan melukai tujuh lainnya, dijatuhi hukuman mati pada Rabu (2/8/2023). Hukuman itu berdasarkan hasil pemungutan suara 12 juri yang memutuskan pelaku harus dieksekusi.

Penembakan dilakukan pada 27 Oktober 2018 di sinagoge Tree of Life, dengan senapan serbu semi-otomatis AR-15 dan tiga pistol Glock selama penyerangan. Karena tindakan itu, Bowers dihukum atas 63 dakwaan, termasuk 11 dakwaan menghalangi kebebasan menjalankan keyakinan agama yang mengakibatkan kematian.

Baca Juga: 7 Orang Tewas dalam Penembakan di Sinagoge Yerusalem

1. Serangan dimotivasi kebencian

Tewaskan 11 Orang, Penembak Sinagoge AS Dijatuhi Hukuman MatiIlustrasi penembakan. (Pexels.com/Skitterphoto)

Dilansir Al Jazeera, para juri menemukan bahwa Bowers melakukan aksinya itu atas dasar kebenciannya terhadap orang-orang Yahudi. Dia memilih sinagoge Tree of Life karena lokasinya di salah satu komunitas Yahudi terbesar dan paling bersejarah di AS.

Hal itu dianggap agar dapat memaksimalkan kehancuran, memperkuat kejahatannya, dan menanamkan rasa takut. Juri juga menemukan bahwa Bowers sebelumnya telah mengungkapkan pandangan anti-Semit yang kuat secara daring dan tidak memiliki penyesalan atas perbuatan itu.

Keputusan juri untuk hukuman mati menandakan pertama kalinya pengadilan di AS behasil meraih hukuman mati sejak Presiden Joe Biden menjabat pada Januari 2020. Namun, tidak jelas kapan Bowers akan dieksekusi.

Departemen Kehakiman AS telah memberlakukan moratorium eksekusi federal saat meninjau hukuman mati, yang dijanjikan Biden akan dihapuskan ketika kampanye pencalonan sebagai presiden.

Baca Juga: Teroris Bersenjata Sandera 4 Orang di Sinagoge Yahudi Texas

2. Jaksa menentang pembelaan pengacara pelaku

Tewaskan 11 Orang, Penembak Sinagoge AS Dijatuhi Hukuman MatiIlustrasi palu pengadilan. (Unsplash.com/Tingey Injury Law Firm)

Dilansir The Guardian, pengacara Bowers, Judy Clarke mengatakan kliennya menderita skizofrenia, gangguan otak serius dengan gejala delusi dan halusinasi. Dia mengatakan kliennya menyerang sinagoge karena keyakinan delusi bahwa orang Yahudi membantu genosida terhadap orang kulit putih dengan datang membantu pengungsi dan imigran. Dia juga menunjukkan bukti bahwa Bowers kesulitan saat masa kecil.

Eric Olshan, jaksa AS untuk distrik barat Pennsylvania, membatah diagnosis skizofrenia, menegaskan pelaku tidak menderita psikosis, tapi mempercayai retorika supremasi kulit putih. Olshan juga mengakui bahwa Bowers saat anak-anak tertekan dan terabaikan, tapi meremehkan dampaknya, Dia menekankan Bowers memiliki pekerjaan, membayar tagihan, dan merupakan orang dewasa yang berfungsi.

“Dia bukan anak kecil, dia pria dewasa. Dia bertanggung jawab atas tindakannya, bukan keluarganya dan hal-hal yang terjadi beberapa dekade sebelumnya. Dia, dia bertanggung jawab atas tindakannya,” kata Olshan.

Jaksa dalam persidangan menghadirkan saksi dan bukti yang menunjukkan bahwa pelaku merencanakan aksinya dengan hati-hati dan dengan sengaja menargetkan jemaah lansia yang rentan. Pelaku juga baru menyerah setelah ditembak tiga kali dan kehabisan amunisi.

3. Keluarga korban ada yang mendukung dan menentang hukuman mati

Tewaskan 11 Orang, Penembak Sinagoge AS Dijatuhi Hukuman MatiIlustrasi gantungan tali hukuman mati. (Pixabay.com/ArtWithTammy

Keluarga dari Rose Mallinger, korban tewas berusia 97 tahun, dan putrinya, Andrea Wedner, yang terluka, berterima kasih kepada para juri atas hukuman mati, mengatakan keadilan telah ditegakkan.

“Menetapkan hukuman mati bukanlah keputusan yang mudah, tetapi kita harus meminta pertanggungjawaban mereka yang ingin melakukan tindakan antisemitisme, kebencian, dan kekerasan yang mengerikan seperti itu,” kata keluarga itu.

Keluarga korban terbagi atas apakah Bowers harus dihukum mati atau menjalani hukuman seumur hidup.

“Jemaat New Light dan Dor Hadash, termasuk Rabi Jonathan Perlman, yang terluka dalam serangan itu, dan Miri Rabinowitz, yang suaminya terbunuh, mendesak (Jaksa Agung AS Merrick) Garland untuk melepaskan hukuman mati dan malah mencari hukuman seumur hidup," kata Pusat Informasi Hukuman Mati.

Pada Rabu, Stephen Cohen dan Barbara Caplan, wakil presiden New Light, yang kehilangan tiga anggota dalam serangan itu, mengatakan bahwa banyak anggotanya ingin pelaku dihukum seumur hidup, tapi juga mendukung hukuman yang dijatuhkan.

“Banyak anggota kami lebih suka penembak menghabiskan sisa hidupnya di penjara, mempertanyakan apakah kita harus membalas dendam atau balas dendam terhadapnya atau apakah kematiannya akan 'mengganti' nyawa yang hilang," ungkap Cophen dan Caplan.

Namun, Cohen dan Caplan juga mengatakan jemaat juga “setuju dengan posisi pemerintah bahwa tidak seorang pun boleh membunuh orang yang tidak bersalah hanya karena agama mereka. Jemaat New Light menerima keputusan juri dan percaya bahwa, sebagai masyarakat, kita perlu mengambil sikap bahwa tindakan ini membutuhkan hukuman tertinggi di bawah hukum."

Baca Juga: Lagi, Singapura Eksekusi Mati Penyelundup Narkoba

Ifan Wijaya Photo Verified Writer Ifan Wijaya

Member IDN Times Community ini masih malu-malu menulis tentang dirinya

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Anata Siregar

Berita Terkini Lainnya