Iklan - Scroll untuk Melanjutkan
Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
Bendera Korea Selatan (freepik.com/wirestock)

Intinya sih...

  • Yoon menolak bekerja sama dengan penyelidikan jaksa khusus yang menyelidiki tuduhan makar

  • Yoon mengeluarkan pernyataan yang mengecam permintaan penahanan sebagai tidak beralasan.

  • Pengadilan Seoul Barat mengeluarkan surat penahanan pertama untuk Yoon pada Desember 2024, memicu protes dari pendukung Yoon dan resmi didakwa atas tuduhan memimpin pemberontakan.

Jakarta, IDN Times - Jaksa khusus Korea Selatan (Korsel) mengajukan permintaan penahanan terhadap mantan Presiden Yoon Suk Yeol pada Minggu (6/7/2025) terkait tuduhan makar. Pengajuan ini menyusul deklarasi darurat militer yang kontroversial pada 3 Desember 2024, yang memicu krisis politik terburuk di negara itu dalam beberapa dekade.

Permintaan penahanan ini didasarkan pada dugaan penyalahgunaan wewenang dan penghalangan keadilan selama insiden deklarasi darurat militer. Yoon, yang telah dilengserkan melalui pemakzulan pada 14 Desember 2024, menghadapi penyelidikan intensif atas tindakannya yang dianggap mengancam demokrasi Korsel.

1. Deklarasi darurat militer yang berujung kekacauan

Yoon Suk Yeol, yang sempat mengumumkan darurat militer, menuduh Majelis Nasional yang dikuasai oposisi telah melumpuhkan pemerintahannya. Deklarasi ini memerintahkan pasukan militer dan polisi untuk memblokir akses anggota parlemen ke gedung Majelis Nasional, menyebabkan bentrokan sengit antara pasukan keamanan dan legislator.

“Tindakan ini bertujuan untuk menjaga ketertiban,” klaim Yoon, membantah tuduhan bahwa ia berniat menggulingkan parlemen.

Hanya enam jam setelah pengumuman, deklarasi darurat militer dicabut setelah 190 anggota parlemen berhasil memasuki gedung parlemen dengan memanjat tembok dan menghadapi barikade keamanan. Mereka dengan suara bulat memilih untuk membatalkan dekret tersebut.

“Kami harus memanjat tembok untuk menyelamatkan demokrasi,” kata Han Min-soo, juru bicara Partai Demokrat, dikutip dari The New York Times.

2. Penolakan Yoon terhadap penyelidikan

Yoon dipanggil untuk menjalani pemeriksaan selama berjam-jam oleh jaksa khusus yang menyelidiki tuduhan makar. Namun, ia menolak bekerja sama, mengabaikan beberapa panggilan sebelumnya dan menyatakan bahwa Kantor Investigasi Korupsi untuk Pejabat Tinggi (CIO) tidak memiliki wewenang untuk menyelidiki tuduhan makar.

Tim hukum Yoon mengeluarkan pernyataan yang mengecam permintaan penahanan sebagai tidak beralasan karena kurangnya bukti yang kredibel.

“Kami akan menjelaskan di pengadilan bahwa permintaan surat penahanan ini tidak masuk akal,” ujar Yoon Kab-keun, pengacara Yoon, dilansir CNBC.

Tim hukumnya juga berencana mengajukan keberatan ke Mahkamah Konstitusi untuk membatalkan surat penahanan.

3. Dampak politik dan reaksi publik

Pengadilan Seoul Barat mengeluarkan surat penahanan pertama untuk Yoon pada Desember 2024, menandai pertama kalinya seorang presiden yang masih menjabat di Korea Selatan menghadapi penahanan.

Keputusan ini memicu protes dari pendukung Yoon, yang berkumpul di luar kediaman presiden di Seoul, beberapa di antaranya bentrok dengan polisi dan merusak gedung pengadilan pada Minggu (19/1/2025).

“Penahanan ini adalah penipuan!” teriak seorang pendukung, dikutip dari The Guardian.

Yoon resmi didakwa atas tuduhan memimpin pemberontakan pada Minggu (26/1/2025), sebuah kejahatan yang membawa hukuman penjara seumur hidup atau hukuman mati. Meski demikian, mayoritas publik Korea Selatan mendukung pemakzulan dan menganggap Yoon bersalah, dilansir oleh NPR.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.

Editorial Team