Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Eks Presiden Korsel Yoon Suk Yeol Mundur dari Partainya

Sosok Presiden Yoon yang mengumumkan darurat militer pada (3/12). (instagram.com/sukyeol.yoon)
Intinya sih...
  • Yoon Suk Yeol keluar dari PPP setelah dimakzulkan dan mengumumkan akan tetap aktif dalam politik.
  • Krisis politik dimulai dari deklarasi darurat militer Yoon, diikuti oleh unjuk rasa kekerasan pendukungnya.
  • Pemimpin interim PPP meminta Yoon keluar demi menyelamatkan partai, sementara calon presiden Kim Moon-soo mencuri perhatian.

Jakarta, IDN Times – Mantan Presiden Korea Selatan (Korsel), Yoon Suk Yeol, mengumumkan pengunduran dirinya dari Partai People Power (PPP) pada Sabtu (17/5/2025). Keputusan ini datang menjelang pemilu presiden yang dijadwalkan berlangsung pada 3 Juni 2025, hanya sebulan setelah dirinya dimakzulkan akibat upaya darurat memberlakukan darurat militer. Kepergian Yoon dari PPP menambah kekacauan politik yang telah mengguncang partainya.

Lewat unggahan di Facebook, Yoon menyatakan bahwa dirinya akan tetap aktif dalam perjuangan politik.

“Saya keluar dari Partai People Power hari ini. Meskipun saya meninggalkan partai, saya akan terus berdiri di garis depan untuk membela kebebasan dan kedaulatan nasional,” tulis Yoon, dikutip dari Anadolu Agency, Sabtu (17/5/2025).

Yoon juga mengajak para pendukungnya untuk memilih Kim Moon-soo, calon presiden dari PPP yang pernah menjabat sebagai menteri tenaga kerjanya. Ia mengklaim bahwa pemilu mendatang merupakan kesempatan terakhir untuk mencegah “kediktatoran totalitarian” dan melindungi demokrasi liberal serta supremasi hukum.

1. Deklarasi darurat militer Yoon picu kekacauan politik

Bendera Korea Selatan (pexels.com/aboodi vesakaran)

Krisis politik bermula ketika Yoon mendeklarasikan darurat militer pada 3 Desember 2024. Ia berdalih tindakan tersebut diperlukan guna mengatasi kebuntuan legislatif dan memberantas kekuatan “anti-negara” yang pro-Korea Utara. Dukungan terhadap deklarasi itu datang dari kalangan religius ekstrem dan kelompok YouTuber sayap kanan, dikutip dari South China Morning Post, Sabtu (17/5/2025).

Situasi memburuk pada Januari ketika unjuk rasa pro-Yoon berubah menjadi kekerasan. Sejumlah pendukung ekstremnya menyerbu gedung pengadilan di Seoul setelah surat perintah penangkapannya dikabulkan. Empat pelaku divonis penjara pekan ini.

Yoon dituding diam-diam mendorong aksi kekerasan tersebut. Pada awal Januari, ia mengirim pesan kepada para pendukung garis kerasnya, memperingatkan bahwa negara sedang dalam bahaya dan berjanji akan bersama mereka “hingga akhir.”

2. PPP tertekan untuk cuci tangan dari Yoon

Partai People Power selama berminggu-minggu berada di bawah tekanan publik untuk memutus hubungan dengan Yoon. Saat ini, ia sedang menjalani persidangan atas tuduhan melakukan pemberontakan. Desakan agar Yoon keluar dari partai menguat seiring merosotnya elektabilitas PPP di tengah kampanye pemilu, dikutip dari The Times of India, Sabtu (17/5/2025).

Pemimpin interim PPP yang baru, Kim Yong-tae, pada Kamis lalu secara terbuka meminta Yoon keluar demi menyelamatkan peluang partai dalam pemilu. Langkah Yoon mundur dinilai sebagai respons langsung terhadap permintaan itu, meskipun tidak diikuti dengan permintaan maaf atas kekacauan politik yang terjadi.

Sementara itu, Kim Moon-soo justru mencuri perhatian sebagai satu-satunya menteri kabinet yang menolak tunduk meminta maaf atas kegagalan mencegah pengambilalihan kekuasaan oleh Yoon. Namun pekan ini, ia akhirnya menyampaikan permintaan maaf publik atas insiden tersebut.

3. Oposisi makin unggul di jajak pendapat terbaru

Persaingan menuju kursi presiden tampak makin ketat, tetapi PPP tampaknya tertinggal jauh dari oposisi. Dalam jajak pendapat terbaru Gallup Korea yang dirilis Jumat (16/5/2025), calon dari Partai Demokrat, Lee Jae-myung, memimpin dengan 51 persen dukungan. Sementara Kim Moon-soo hanya mengantongi 29 persen.

Meski Lee juga sedang menghadapi beberapa proses hukum, hal itu tampaknya tidak mengurangi kepercayaan publik terhadapnya. Oposisi memanfaatkan krisis yang ditinggalkan oleh Yoon sebagai senjata kampanye utama untuk memperkuat posisi mereka.

Pemilu mendatang dipandang sebagai momen penentu masa depan sistem politik Korsel. Keputusan Yoon untuk mundur dari partai menjadi salah satu langkah paling dramatis dalam sejarah politik negeri itu menjelang pemungutan suara.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Sonya Michaella
EditorSonya Michaella
Follow Us