[OPINI] Tren Honjok: Seni Hidup Sendiri dari Korea Selatan

Kesendirian adalah kekayaan diri

Kesendirian, apa yang pertama kali ada di pikiranmu ketika mendengar kata itu? Apakah kesepian atau kemandirian? Apakah kamu termasuk orang yang suka menikmati waktu sendiri? Tidak sedikit orang menganggap bahwa kesendirian berarti kesepian, padahal kesendirian bukan bermakna demikian. Dalam kamus pun, kata sendiri tidak merujuk pada makna yang merefleksikan kesepian. Kata sendiri justru mengacu pada makna yang merefleksikan tentang ketidakterikatan. Kenyataannya, untuk bisa menanamkan kemandirian dalam diri seseorang, ia perlu berlatih hidup sendiri.

Fakta menariknya, di Korea Selatan, gaya hidup sendiri ternyata sudah menjadi hal yang lazim dilakukan oleh masyarakatnya dan populer sejak tahun 2017. Gaya hidup ini memiliki istilah khusus yaitu honjok (dibaca hon-juk). Apakah kamu pernah mendengar istilah tersebut sebelumnya? Honjok merupakan kata bentukan baru yang menggabungkan kata “hon” dan “jok”. Dalam bahasa Korea, kata “hon” bermakna sendiri dan “jok” bermakna suku. Maka, honjok dapat diartikan sebagai suku penyendiri.

1. Kemunculan honjok di Korea Selatan

[OPINI] Tren Honjok: Seni Hidup Sendiri dari Korea SelatanKorea Selatan (unsplash.com/Zequn Gui)

Mulanya, istilah honjok muncul sebagai kata kunci yang menentang budaya lazim di Korea Selatan. Kata kunci tersebut muncul pada tahun 2017 ketika sekelompok besar pemuda Korea mulai menggunakannya sebagai tagar untuk menggambarkan diri dan kegiatan mereka. Di awal kemunculan, honjok merujuk pada kelompok yang memilih untuk melakukan kegiatannya sendirian dan memanfaatkan kemandirian mereka.

Crytal Tai dan Francie Healey dalam bukunya yang berjudul Honjok–Seni Hidup Sendiri (2020) menjelaskan bahwa fenomena honjok di Korea Selatan dimulai ketika pemuda Korea merasa frustasi terhadap masa depan mereka. Begitu juga dengan tuntutan mengejar standar kesuksesan yang ada. Standar kesuksesan yang digaungkan oleh masyarakat Korea Selatan memiliki kesamaan dengan alur hidup di Amerika Serikat pada masa McCarthy tahun 1950-an, yaitu rajin belajar, lulus, mendapat pekerjaan, menikah, membeli rumah, punya anak, dan seterusnya. Padahal, alur hidup semacam itu dinilai tidak menjamin kebahagiaan seseorang. Hal tersebut lantas membuat mereka merasa tidak memiliki pilihan selain memilih gaya hidup honjok. Selain itu, sumber lain menyebutkan bahwa tren honjok juga dipicu oleh pekerja yang sedikit memiliki waktu untuk sendiri.

2. Gaya hidup honjok memberikan kebebasan pada penganutnya

[OPINI] Tren Honjok: Seni Hidup Sendiri dari Korea Selatanilustrasi orang bekerja (pexels.com/Thirdman)

Di tengah desakan sosial yang ada di tengah masyarakat Korea Selatan, honjok seakan menjadi gerbang untuk melepaskan diri dari semua standar kesuksesan yang dibuat oleh masyarakat, terlebih bagi anak muda Korea. Gaya hidup honjok membuat mereka dapat hidup bebas dan mandiri tanpa terikat dengan tradisi maupun pandangan masyarakat luas. Mereka bisa melepaskan diri dari tekanan keluarga untuk menikah dan melanjutkan keturunan sebagaimana yang dilakukan oleh generasi terdahulu. Dengan honjok, mereka dapat lebih banyak menikmati me time.

Jelasnya, gaya hidup honjok adalah tentang melawan definisi sosial yang berkembang. Dikatakan bahwa honjok menempatkan kebutuhan serta keinginan individu di atas kesetiaan terhadap hierarki dan otoritas. Gaya hidup ini memang memfokuskan pada kepentingan individu dibanding kepentingan bersama atau kemasyarakatan dalam situasi tertentu.

3. Banyaknya orang memilih gaya hidup sendiri

[OPINI] Tren Honjok: Seni Hidup Sendiri dari Korea Selatanilustrasi orang bahagia (unsplash.com/KAL VISUALS)

Meskipun honjok sempat memiliki citra negatif dan dinilai kotroversi oleh masyarakat Korea Selatan di awal kemunculannya, nyatanya banyak orang menganut gaya hidup ini seiring berjalannya waktu. Terlepas dari honjok yang dinilai sebagai bentuk penentangan dari nilai-nilai sosial di masyarakat Korea Selatan, honjok punya nilai positifnya tersendiri yakni kebahagiaan, kepercayaan diri, efisiensi, gaya hidup yang wajar, serta kebebasan.

Adapun kontroversi gaya hidup ini adalah orang yang menganut honjok cenderung tidak menikah. Hal tersebut menjadi kontroversi mengingat populasi masyarakat Korea Selatan yang menurun. Selain itu, orang yang tidak menikah juga mendapatkan stigma buruk dari masyarakat sebagai pecundang.

Namun, honjok kini dapat menjadi pilihan bagi mereka yang ingin menikmati hidup sendirian. Banyaknya orang yang menganut gaya hidup honjok membuat layanan umum di Korea Selatan memberikan fasilitas untuk memenuhi kebutuhan pelaku honjok. Misalnya, bar yang memberikan ketenangan untuk menikmati minum seorang diri.

Fenomena kesendirian nyatanya tidak hanya terjadi di negara Korea Selatan dengan istilah honjok-nya, tetapi juga di berbagai macam negara di dunia, termasuk di Indonesia. Sekarang kita banyak melihat masyarakat--terlebih anak muda Indonesia--yang berkegiatan sendirian di luar rumah. Ambil contoh makan dine in di restoran sendirian, berada di pusat perbelanjaan sendirian, menonton bioskop sendirian, atau berjalan-jalan sendirian. Menikmati waktu sendiri juga merambah pada keputusan mereka untuk tidak menikah. Jika istilah honjok tidak terbatas hanya pada penyebutan untuk orang Korea Selatan saja, agaknya sekarang orang Indonesia juga banyak yang menganut gaya hidup honjok.

Baca Juga: [OPINI] Makna Gender di Era Modern Harus Berubah, Kenapa?

4. Dalam honjok, pernikahan bukan menjadi prioritas

[OPINI] Tren Honjok: Seni Hidup Sendiri dari Korea Selatanilustrasi kesendirian (pexels.com/Oleksandr Pidvalnyi)

Sebagaimana telah disebutkan di awal, orang yang menganut gaya hidup honjok cenderung melajang atau memilih untuk tidak menikah. Sebab dalam honjok, pernikahan bukan suatu prioritas. Tidak seperti zaman dahulu, ketika pernikahan seakan menjadi hal yang didambakan oleh semua orang. Pada zaman sekarang banyak orang yang justru tidak mau menikah.

Di Indonesia sendiri, tidak sedikit anak muda Indonesia yang menunda pernikahan atau bahkan memilih untuk tidak menikah. Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh perusahaan Populix pada Maret 2023 lalu. Berdasarkan survei yang dilakukan untuk melihat keputusan, rencana, serta pertimbangan generasi Z dan milenial dalam mempersiapkan pernikahan yang terangkum dalam laporan berjudul “Indonesian Gen Z & Millennial Marriage Planning & Wedding Preparation”, sebesar 58 persen generasi Z dan milenial menyebut telah berancana untuk menikah, tetapi tidak dalam waktu dekat. Sedangkan sebesar 23 persen menyebut belum atau bahkan tidak memiliki rencana untuk melakukan pernikahan.

Menurut Populix, sebagian besar milenial dan generasi Z yang tidak berencana menikah dalam waktu dekat dikarenakan ingin fokus terhadap karier dan menikmati kehidupan pribadi mereka. Dari pernyataan tersebut, kita kemudian mengetahui bahwa kebebasan menjadi salah satu faktor seseorang memilih untuk melajang. Hal ini lantas dikuatkan oleh pendapat Agoes Dariyo.

Agoes Dariyo, penulis buku Psikologi Perkembangan Dewasa Muda, juga menyebutkan bahwa setidaknya ada lima faktor yang mendasari seseorang menempuh cara hidup melajang. Kelima faktor tersebut adalah masalah ideologi atau panggilan dalam agama, trauma perceraian, tidak memperoleh jodoh, terlanjur memikirkan karier dan pekerjaannya, serta ingin menjalani kehidupan pribadi secara bebas.

5. Kesendirian adalah kekayaan diri

[OPINI] Tren Honjok: Seni Hidup Sendiri dari Korea Selatanilustrasi orang bahagia (unsplash.com/Alex Alvarez)

Honjok dapat menjadi pilihan hidup bagi kamu agar dapat menikmati waktu sendiri. Gaya hidup ini mengajak kamu untuk memikirkan siapa dirimu di luar norma sosial dan budaya yang sudah mendarah daging di masyarakat. Ketika kamu dapat hidup mandiri dan percaya diri tanpa bergantung pada definisi sosial masyarakat, kamu akan mampu mengamati sosok sejati dirimu, pun keinginan dan kebutuhanmu. Dengan begitu, kamu akan mampu memahami dan menghargai dirimu sendiri.

Lagi pula kesendirian memang dibutuhkan untuk dapat menilik diri lebih dalam lagi, sehingga kita mampu mengetahui kekuatan diri sendiri. Menikmati waktu sendiri itu penting. Sebab, kesendirian adalah kekayaan diri.

Pada akhirnya, kesendirian bukanlah sesuatu hal yang menyedihkan, sebab kesendirian tidak merujuk pada makna negatif. Kesendirian adalah tentang menumbuhkan keadaan pikiran yang muncul dari keingintahuan untuk menemukan diri kita sendiri dan tentang mendapatkan kembali kendali guna menjalani kehidupan.

Baca Juga: [OPINI] Dilema Pernikahan, Pasangan Anugerah atau Ujian?

Riani Shr Photo Verified Writer Riani Shr

Menulis adalah salah satu upaya menyembuhkan yang ampuh.

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Debby Utomo

Berita Terkini Lainnya