[OPINI] Benarkah Digitalisasi Meruntuhkan Media Cetak?

Awal tahun Koran Tempo menghentikan versi cetaknya

Meski banyak yang memprediksi bahwa platform media cetak akan tergerus digitalisasi, pengumuman manajemenn Koran Tempo yang menghentikan produksi cetaknya dan beralih ke platform online tetap mengejutkan. Sejak awal 1 Januari 2020 Koran Tempo mulai terbit digital, meninggalkan edisi cetak. Pemimpin redaksi Koran Tempo Budi Setyarso dengan program Our News Room IDN Times, Jumat 22 januari 2021 mengungkap alasan perubahan platform tersebut.

Menurut Budi, secara tren, cetak mulai ditinggalkan. Masyarakat kini lebih akrab dengan teknologi digital, seperti gadget atau laptop, sehingga akses informasi pun lebih banyak didapat melalui platform digital. Terlebih, kata Budi, saat pandemik COVID-19, orang takut memegang kertas, karena khawatir menjadi sarana penularan. Di luar itu, strategi Koran Tempo bertransformasi ke digital sudah direncanakan sejak tahun lalu sebelum pandemik, namun kemudian dipercepat setelah adanya pandemik.

"Jadi tidak ada salahnya mengawali sebuah transformasi menuju digital, ada koran, majalah dan online, Tempo.co. Masing-masing produk ini nanti akan menjadi digital diluar Tempo.co," kata Budi. Ujungnya, dia menambahkan, semua produk Tempo akan menjadi digital. Dan, karena pendemik proses digitalisasi dipercepat, seperti Koran Tempo yang kemudian diputuskan berubah ke digital di awal tahun 2021. Budi memastikan 'korannya' tetap akan menyuarakan tentang perilaku korupsi dan demokrasi.

1. Separuh populasi bumi menggunakan internet 

[OPINI] Benarkah Digitalisasi Meruntuhkan Media Cetak?Dok. Pribadi/Syifa Putri Naomi

Koran Tempo bukan satu-satunya media yang mengubah platformnya dari cetak ke online. Perkembangan teknologi digital yang pesat suka tidak suka telah mengubah perilaku pembaca dalam mengakses informasi dari semula media cetak seperti koran atau majalah, ke platform digital seperti media online. Berdasarkan laporan Digital 2020 yang dilansir We Are Social dan Hootsuite, terungkap bahwa pengguna internet di seluruh dunia telah mencapai angka 4,5 miliar orang. Angka ini menunjukkan bahwa pengguna internet telah mencapai lebih dari 60 persen penduduk dunia atau lebih dari separuh populasi bumi.

Menurut survei yang dilakukan Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) pada kuartal kedua tahun 2020, jumlah pengguna internet di Indonesia mencapai 196,7 juta atau 73,7 persen dari populasi. Dibandingkan tahun lalu, jumlah ini meningkat sekitar 25,5 juta pengguna.

Dengan data pengguna internet sebanyak itu, kebutuhan informasi lewat platform digital pun semakin tinggi. Sehingga tidak heran jika media beralih dari cetak yang ongkos produksinya tinggi menjadi media online, atau melengkapi edisi cetaknya dengan edisi online.

2. Sejak 15 tahun terakhir seperlima surat kabar di Amerika telah tutup 

[OPINI] Benarkah Digitalisasi Meruntuhkan Media Cetak?Tangkapan layar situs berita New York Times

Ini pun terjadi di Amerika Serikat. Mengutip Newspaper Association of America, dibandingkan dengan tahun 2008, total sirkulasi harian pada tahun 2011 telah turun lebih dari 4 juta, atau turun 11 juta dibandingkan tahun 2001. Dari 2011 hingga 2012 saja, pendapatan iklan turun 6 persen, dan total pendapatan turun 2 persen. Bahkan surat kabat besar paling bergengsi, The Washington Post, tidak mampu bertahan akibat kesulitan keuangan akibat oplah yang terus merosot. Koran milik miliader Jeff Bezos yang berusia satu abad itu terakhir terbit pada 12 September 2019.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan School of Media and Journalism di University of North Carolina seperti yang dikutip The New York Times edisi 21 Desember 2019, dalam 15 tahun terakhir, lebih dari seperlima surat kabar di Amerika Serikat telah ditutup, dan jumlah reporter yang bekerja untuk surat kabar telah berkurang setengahnya.

Penelitian terbaru menunjukkan bahwa lebih dari 2.000 surat kabar di Amerika Serikat telah ditutup sejak 2004, ketika penetrasi internet semakin tinggi. Angka yang mengejutkan mengingat industri ini pernah menjadi salah satu pemberi kerja terbesar di Amerika. Sangat sedikit surat kabar yang terus berkembang. Di antaranya adalah The New York Times yang harus kehilangan pelanggan dan pendapatannya.

Baca Juga: [OPINI] E-voting Jadi Alternatif Saat COVID-19

3. Perkembangan teknologi tidak bisa dibendung, tapi pers tak perlu khawatir 

[OPINI] Benarkah Digitalisasi Meruntuhkan Media Cetak?Dok. Pribadi/Syifa Putri Naomi

Sementara Aliansi Jurnalis Independen (AJI) dalam pertanyaannya pada 26 November 2017, digitalisasi ini juga memicu perubahan pola konsumsi media dan juga menjadi pemantik kelahiran media-media online di tanah air. Faktor ini pula yang dinilai menjadi penyebab bergugurannya media massa yang berplatform cetak pada kurun waktu tiga tahun belakangan ini. Selain itu, perubahan pola konsumsi juga menjadikan platform digital menjadi kian menarik perhatian para agensi dan pemasang iklan. Dampaknya, jumlah iklan di media pun mulai bergeser, dalam jumlah cukup besar, ke digital.

Pada 8 Februari 2019, Rudiantara yang saat itu menjabat Menkominfo mengatakan, dalam perkembangan digital saat ini, pers tidak perlu khawatir dengan perubahan. Sebaliknya, kondisi ini harus dimanfaatkan melalui pemanfaatan teknologi. Selama pers mengamalkan etika dan profesionalisme, dia yakin digitalisasi tidak akan mempengaruhi perkembangan media. Menurut dia, pers dan digitalisasi hadir bersamaan. Sebab digitalisasi tidak mengadakan konten atau substansinya (berita), tetapi digitalisasi hanya sebuah medium atau cara mengonsumsi berita saja.

Baca Juga: [OPINI] Mengajarkan Kesederhanaan pada Anak Melalui Televisi

syifa putri Photo Writer syifa putri

lowkey a kpop fans. loves music and movies;

IDN Times Community adalah media yang menyediakan platform untuk menulis. Semua karya tulis yang dibuat adalah sepenuhnya tanggung jawab dari penulis.

Topik:

  • Novaya

Berita Terkini Lainnya