PSBB Jakarta: Masih Banyak Warga Tanyakan Nasib Terima Bansos

Catatan Uni Lubis

Jakarta, IDN Times – “Situasi kerawanan sosial yang sudah eksis sebelum (pandemik), bakal makin parah saat terjadi bencana, dan situasi saat ini adalah contoh yang pas banget,” kata Nicole A. Errett, pakar kesehatan masyarakat dari Universitas Washington, AS.  

Saya membaca komentar dia dalam sebuah artikel di NYT, pertengahan Maret 2020.  Sebagai ilmuwan, Nicole, sebagaimana ratusan, bahkan ilmuwan di dunia saat itu, sejak awal mengingatkan pentingnya penanganan menyeluruh terhadap pandemik virus corona, sebagai masukan ke pemerintahannya. Kita tahu bahwa Presiden Donald. J. Trump saat itu masih denial, tidak percaya bahwa COVID-19 bakal menyerbu AS. Tak lama kemudian, sampai hari ini, AS menjadi satu dari episentrum pandemik virus corona. Lalu kelabakan.

Penanganan menyeluruh itu tidak hanya aspek kesehatan, melainkan juga ekonomi dan sosial. Para ilmuwan, dan ini digaungkan juga oleh pemerintah, yang banyak jadi korban meninggal dunia akibat COVID-19 adalah mereka yang usia lanjut dan memiliki penyakit bawaan, mulai dari diabetes, hipertensi, asma, dan sebagainya. Tapi yang jarang disampaikan karena ini kenyataan pahit bagi kekuasaan adalah yang meninggal di kalangan masyarakat miskin.

Tentu ada yang berargumentasi. Lho, berdasarkan data yang terinfeksi, mereka berasal dari golongan menengah ke atas, dengan riwayat perjalanan lintas negara dan pertemuan dengan banyak orang dalam berbagai kegiatan? Ada betulnya, dari yang tercatat.  Bagaimana yang tidak tercatat dan itu jumlahnya banyak? Masyarakat miskin yang merasa sesak napas, demam, tapi tak punya akses mendapatkan tes COVID-19?  Bukankah masalah paling krusial di negara-negara yang dianggap lambat menangani virus ini termasuk tidak melakukan tes secara masif adalah kasus yang tidak terdeteksi?

“Kita kalau demam, ya enggak berani ke Puskesmas saat ini. Beli obat saja,” kata Gugun Muhammad, penggiat Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), saat saya kunjungi di Kampung Tongkol, Ancol, Jakarta Utara, persis seminggu yang lalu. Jadi, bahwa di lingkungan sekitarnya belum ada yang terbukti positif, bukan berarti tidak ada. Karena tidak ada tes. Belum lagi fakta bahwa saat ini tenaga kesehatan di rumah sakit sedang kewalahan menangani pasien yang terinfeksi COVID-19.

"Ketika kelompok masyarakat yang masih bisa bekerja, menerima gaji, bisa diam di rumah selama PSBB, misalnya, sulit bagi masyarakat miskin, sektor ekonomi informal, mereka yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK), untuk tinggal di rumah. 
Mereka butuh lebih dari bantuan makanan pokok,” kata Gugun.

Apalagi kalau bantuan bahan pokok pun terlambat disalurkan. Padahal kebutuhan makan sifatnya harian, tidak bisa menunggu. Kurang makan, bagi warga miskin, apalagi yang memiliki penyakit bawaan dan tidak punya duit membeli obat, apalagi vitamin, adalah mendekatkan mereka ke kematian.

Ini fenomena global selama pandemik ini. Terjadi di Tiongkok, di Italia, di AS, di mana-mana. Jadi, sangat mungkin terjadi di Indonesia.

Pemerintah Indonesia akhirnya menyatakan status kedaruratan kesehatan masyarakat pada 31 Maret 2020. “Untuk mengatasinya opsi yang kita pilih adalah pembatasan sosial berskala besar atau PSBB, sesuai UU No 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan,” kata Presiden Joko “Jokowi” Widodo.

Jokowi juga menjanjikan pemerintah pusat memberikan bantuan khusus bahan pokok kepada 2,6 juta jiwa atau 1,2 juta kepala keluarga, warga DKI Jakarta dan 1,6 juta jiwa (575 KK) warga Depok, Bogor, Tangerang dan Bekasi.  “Bantuan tersebut masing-masing sebesar Rp600 ribu per bulan selama tiga bulan,” kata Jokowi (9/4). Bantuan untuk warga di Jabodetabek dimaksudkan untuk mencegah mereka mudik ke kampung halaman, sebagaimana kebiasaan jelang Lebaran.

Tapi, sudah bobol, ribuan orang sudah mudik dini.

 

Baca Juga: [LINIMASA-2] Perkembangan Terkini Wabah Virus Corona di Indonesia

PSBB Jakarta: Masih Banyak Warga Tanyakan Nasib Terima BansosBantuan untuk warga DKI Jakarta selama PSBB (Facebook/Pemprov DKI Jakarta)

Pengamat kebijakan publik dan perlindungan konsumen Agus Pambagio hari ini menyampaikan unek-uneknya.

“Setelah kekacauan di sektor regulasi yang ambigu dan membingungkan aparat pelaksana di lapangan, sampai hari ini pemberian stimulus ekonomi masih dalam tingkat wacana,” ujar Agus dalam keterangan yang diterima IDN Times

Hari ini adalah hari ke-10 pemberlakuan PSBB Jakarta. Untuk Depok, Bogor dan Bekasi, dimulai 15 April, sementara Tangerang Raya mulai 18 April 2020.

Menurut Agus, belum ada aksi nyata pemberian bantuan apapun namanya dari Pemerintah secara serempak, kecuali sumbangan pribadi/organisasi masyarakat maupun dunia usaha meskipun sudah terbit Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) No. 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Covid 19 dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman Yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem keuangan.

Pemerintah telah memutuskan tambahan alokasi pembiayaan APBN 2020 untuk penanganan COVID-19 sebesar Rp405,1 triliun. Total anggaran ini akan dialokasikan Rp75 triliun untuk belanja bidang Kesehatan, Rp110 triliun untuk jaring pengaman sosial termasuk untuk insentif perpajakan dan stimulus kredit usaha rakyat (KUR) dan Rp150 triliun untuk pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional termasuk restrukturisasi kredit serta penjaminan dan pembiayaan dunia usaha terutama usaha mikro, kecil dan menengah.

“Khusus untuk jaring pengaman sosial yang mencakup anggaran kartu sembako senilai Rp200 ribu per keluarga selama sembilan bulan, sampai hari ini masih berupa cerita belum ada aksi. Untuk itu banyak komunitas, termasuk di RW saya di Pondok Labu, mengambil alih peran Pemerintah supaya gesekan sosial tidak semakin parah,” ujar Agus.

Dia memberikan contoh, saat ini berdasarkan data di RW tempat tinggalnya, ada sekitar 1.500 KK dan warga yang telah terdampak krisis COVID-19, dan yang sangat perlu bantuan makan ada 490 KK. “Kami masih dijanjikan akan ada bantuan sosial (bansos) dari Dinas Sosial Pemprov DKI Jakarta hanya untuk 139 KK dengan nilai Rp150 ribu per KK,” ujar Agus.

Bansos Pemprov DKI Jakarta, kata Agus, berisi beras 5 liter, beberapa teh kotak, terigu, gula, minyak goreng 1 liter, 10 bungkus mie instan dan 1 kaleng biskuit wafer. “Ini jatah per KK untuk 12 hari dan paket itu rencananya  (baru rencana) akan dibagikan Senin (20 April 2020). Jadi kekurangan bansos sembako, sebanyak 351 KK di RW kami, harus diambil alih oleh warga yang mampu. Total biaya cukup besar, sekitar Rp 53 juta per 12 hari. Pertanyaannya, sampai kapan warga kami dapat terus membantu, jika bansos dari Pemerintah tak kunjung hadir?” kata Agus.

Beberapa lurah juga merasakan kekhawatiran yang sama, karena data penerima bansos ditentukan dari Pemprov. Saya menyaksikan bagaimana Saifuddin, ketua RT di Kampung Tongkol, diprotes warga yang tidak kebagian bantuan air mineral dari PD Pasar Jaya yang diberikan sebagai bansos awal.

JRMK mengorganisir saweran beli beras untuk 900 warga miskin yang kena PHK untuk di 20 komunitas di Jakarta Utara dan Jakarta Barat.

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ketika saya tanyai soal kelambatan penyaluran bansos mengatakan pihak pemasok sempat kewalahan memenuhi permintaan.

Baca Juga: PSBB Jakarta, Boleh Mudik, Gak Boleh Mudik, Boleh Asal…

PSBB Jakarta: Masih Banyak Warga Tanyakan Nasib Terima BansosKemensos salurkan paket sembako (Dok. Kemensos)

Catatan IDN Times, Kementerian Sosial menjanjikan akan meluncurkan 1,8 juta paket Sembilan bahan pokok untuk warga yang tinggal di Jabodetabek. Kemensos juga menjanjikan membuka dapur umum untuk menyiapkan makanan bagi warga terdampak pandemik, bertempat di Gedung Konvensi Taman Makam Pahlawan Kalibata, Jakarta.

“Jadi, yang kita kirim dari Kalibata ini sembako yang sifatnya sementara, menunggu bansos sembako yang diperintahkan Presiden untuk Jabodetabek sebanyak 1,8 juta paket untuk 1,8 juta keluarga yang insyaallah kurang dari dua minggu lagi sudah mulai disalurkan,” kata Menteri Sosial Juliari P. Batubara dalam siaran tertulisnya, Selasa (14/4).

Dua minggu lagi? Itu berarti akhir April. Jadi, jangan heran kalau ribuan warga bersikeras mudik. “Ini kan mudik terpaksa,  bukan mudik bergembira,” kata Ketua Umum Palang Merah Indonesia Muhammad Jusuf Kalla saat saya wawancarai pada Senin (30/3).

Hari ini jumlah pasien positif COVID-19 di Jakarta mencapai 2.902 orang. Ini data hingga Sabtu (18/4), sebagaimana dimuat di situs corona.jakarta.co.id. Pasien meninggal dunia ada 257 orang.

Pak Minar, penggali kubur di TPU Pondok Ranggon, malam ini mengirimi saya foto peti jenazah. Hiks. “Hari ini ada 12 jenazah COVID-19 yang dimakamkan,” ujarnya. 

Sementara Pak Adi, staf administrasi TPU Tegal Alur mengatakan hari ini ada 10 jenazah COVID-19 dimakamkan. “Kemarin ada 19 jenazah,” kata dia. Duh!

Singapura tengah dilanda wabah yang muncul dari kelompok pekerja migran yang tinggal di rumah susun. Tetapi, pemerintahnya cepat menangani. Pertanyaan buat Jakarta adalah, bagaimana penanganan pandemik di rumah susun yang jumlahnya bejibun di ibu kota ini?

Baca Juga: Salurkan Bantuan dari Presiden, Kemensos Kerja Sama dengan Ojek Online

Topik:

  • Dwifantya Aquina

Berita Terkini Lainnya