Virus Corona: Jika PSBB Jakarta Gagal, Agenda Jokowi Terganggu

PSBB di Jakarta masuki hari ke-9 pelaksanaannya hari ini

Jakarta, IDN Times – Jakarta masih menjadi episentrum pandemik virus corona di Indonesia. Pada hari ke-9 pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) di Jakarta, jumlah positif COVID-19 di ibu kota ada 2.924 kasus. Jumlahnya berjarak sangat jauh dibandingkan peringkat ke-2, yaitu Jawa Barat dengan 641 kasus, Jawa Timur 555 kasus, Sulawesi Selatan 343 kasus, dan Jawa Tengah 329 kasus.

Jumlah kematian di Jakarta adalah 257 orang, artinya case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian 8,789 persen. Data situs corona.jakarta.go.id juga mencantumkan ada 1.769 yang jalani perawatan, 670 pasien jalani isolasi mandiri, 206 dinyatakan sembuh.

Orang Dalam Pemantauan (ODP) di Jakarta mencapai 5.684 orang, meningkat 1.905 orang. Sementara jumlah Pasien Dalam Pengawasan (PDP) ada 5.155, bertambah 2.288 orang dibandingkan kemarin. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta sudah melakukan tes cepat (rapid test) kepada 55.992 orang, 2.129 hasilnya positif, dan 53.863 negatif.

Juru bicara pemerintah untuk COVID-19, Achmad Yurianto mengumumkan perkembangan data pasien COVID-19 itu di lewat konferensi pers virtual hari ini, Sabtu (18/4). Angka nasional positif COVID-19 naik  menjadi 5.923 kasus, atau naik 407 dibandingkan kemarin. Sebanyak 24 pasien meninggal dunia berdasarkan pemutakhiran data 24 jam terakhir sampai pukul 12.00 WIB hari ini. Jadi, jumlah meninggal adalah  520 kasus CFR 8,7 persen.

Saya mengutip data dari situs COVID19 di kemkes.go.id yang dianggap sebagai situs resmi pemerintah, yang menggunakan data Badan Kesehatan Dunia (WHO) tanggal 18 April 2020. Situasi global menunjukkan konfirmasi COVID-19 per 17 April sebanyak 2.074.529, dengan kematian 139.378 atau CFR 6,7 persen, melingkupi 212 negara yang terjangkit virus ini.

Praktis kasus yang terjadi karena transmisi lokal sudah menyebar di 20 provinsi. Wilayah dengan transmisi lokal adalah wilayah yang melaporkan kasus konfirmasi yang penularannya diketahui secara lokal di wilayah itu.

Pada hari ini, Pemprov berencana menyalurkan  bantuan sosial sebanyak 89.527 paket ke 26 kelurahan. Sampai tanggal 17 April, Pemprov mengklaim sudah menyalurkan 561.304 paket bansos.

Lurah Kebon Pala, Faisal, menyampaikan kepada saya bahwa dari 12 Rukun Warga (RW) di wilayahnya baru RW 02 yang sudah mendapatkan bantuan bahan pokok dari PD Pasar Jaya.

“Yang 11 RW masih menunggu,” kata Faisal, saat saya tanya Sabtu sore, Pukul 17.49 WIB. Seharusnya pembagian untuk kelurahan itu dilakukan malam ini.

Ketika hal ini saya tanyakan ke Gubernur Anies Baswedan, dia menjawab, “Memang  ada kendala dari sisi suplai. Berbeda dengan event pembagian sembako menjelang Lebaran,  semua produsen, grosir, dan lain-lain sudah menyiapkan stok barang yang amat banyak.   Kali ini mendadak harus suplai ekstra di luar yang rutin. Jadi di hari-hari awal ini memang ada keterbatasan pasokan.”

Untuk beras, misalnya, Pemprov mengambil tambahan pasokan di luar Pasar Cipinang dan Bulog.

“Sekarang sudah aman, karena sudah ada proyeksi kebutuhan dan mereka bisa pasok mengikuti proyeksi itu,” kata Anies, lewat pesan singkat.

Sebelumnya, Anies memastikan stok kebutuhan pokok untuk warga ibu kota aman. Bahkan ia berani menjamin kebutuhan pokok aman sampai dua bulan ke depan andai tak ada pasokan yang masuk ke Jakarta.

"Kita siap meski pun tidak ada pasokan sekalipun misalnya, itu bisa terjamin sampai dua bulan ke depan. Jadi, alhamdulillah pasokan jalan terus," kata dia saat jumpa pers di Balai Kota DKI Jakarta, Selasa (31/3).

Meningkatnya kebutuhan pasokan mendadak untuk memenuhi kebutuhan selama PSBB di Jakarta terasa sejak minggu lalu, ketika dalam tiga harus mengalirkan bansos puluhan ribu. Pemprov DKI Jakarta menyiapkan bansos 1,2 juta paket bagi warga yang terdampak pandemik virus corona, termasuk bagi yang tidak memiliki KTP Jakarta.

Mereka yang berhak menerima bansos adalah warga yang memiliki penghasilan kurang dari Rp5 juta per bulan, baik KTP Jakarta mau pun non-Jakarta. Bansos juga diberikan kepada karyawan yang kena pemutusan hubungan kerja (PHK) atau terpaksa dirumahkan karena pengurangan atau tidak menerima gaji, harus menutup usaha atau tidak berjualan, serta yang pendapatan atau omzet usaha berkurang drastis karena COVID-19.

Penerapan PSBB Jakarta sejak 10 April 2020 tergolong terlambat. Pemerintah Pusat sempat menganggap enteng pandemik virus corona, sehingga tidak mengambil langkah bergegas dalam mengantisipasi penyebarannya. Sesudah sempat lama menimbang-nimbang, bahkan sempat melontarkan kemungkinan menggunakan aturan darurat sipil, lalu mengizinkan DKI Jakarta lakukan PSBB.

Padahal, mengutip pakar epidemiologi dari Universitas Nasional Taiwan, Tony Chen Hsiu-hsi, bertindak cepat dan bergerak sedini mungkin adalah kunci mengatasi pandemik.  Menunggu  jumlah kasus meningkat lalu lakukan penutupan wilayah atau lockdown, tak efektif membendung penyebaran virus.

Taiwan membuka pusat tanggap darurat jauh sebelum COVID-19 menjadi pandemik.  Salah satu yang dilakukan adalah sejak Januari 2020 semua dokter dan tenaga medis yang menangani pasien dengan gejala pneumonia diharuskan mengenakan masker N95 dan alat pelindung diri (APD). Pada Februari, Taiwan sudah memisahkan klinik rawat jalan bagi pasien pneumonia.

Tanggal 6 Februari, Taiwan menutup kunjungan dari warga yang berasal dari Tiongkok, dan mewajibkan karantina 14 hari bagi mereka yang datang dari Makao dan Hongkong.  Negeri yang tidak diakui oleh WHO karena sengketa politik dengan Tiongkok itu menutup diri untuk warga negara lain sejak 19 Maret dan mewajibkan semua warga Taiwan yang Kembali ke negerinya melakukan karantina selama 2 pekan.

Presiden Taiwan Tsai-Ing-Wen menulis di TIME, per 14 April 2020, di negerinya yang terjangkit virus ini kurang dari 400.

“Sukses ini bukan kebetulan. Kombinasi dari upaya oleh tenaga medis, pemerintah, sektor swasta dan masyarakat luas, menjadi pertahanan bagi negeri  kami,” kata Presiden Tsai-Ing-Wen. 

Pelajaran pahit dari wabah SARS 2003 yang memakan  korban jiwa, membuat pemerintah Taiwan dan warganya waspada penuh sejak virus ini muncul di Tiongkok daratan, tepatnya di Wuhan, Desember 2019.

Silakan diingat-ingat apa yang terjadi di Indonesia Januari?  Februari 2020?

Jakarta adalah barometer penanganan pandemik virus corona. Banyak komunitas internasional di sini, termasuk diplomat asing. Jika penyebaran virus ini tidak dibendung dengan serius di Jakarta, dampaknya bukan hanya memindahkan infeksi ke daerah lain yang menjadi tujuan mudik jelang Lebaran ini.

Dampak yang tak kalah bahayanya pula adalah runtuhnya kepercayaan komunitas internasional terhadap kemampuan Indonesia menjaga kesehatan warganya. 

Karena itu, tidak ada pilihan lain bagi pemerintah pusat untuk mendukung pemerintah daerah, terutama Jakarta, dalam menangani pandemik COVID-19. Lupakan upaya menarik investor atau wisatawan, dua agenda penting Presiden Jokowi, jika tidak becus memutus mata rantai penularan virus corona.

Baca Juga: Virus Corona, Pengamat Ini Khawatir PSBB Jakarta Terancam Gagal

Baca Juga: PSBB Jakarta, Boleh Mudik, Gak Boleh Mudik, Boleh Asal…

Topik:

  • Isidorus Rio Turangga Budi Satria

Berita Terkini Lainnya