5 Fakta Mencengangkan Vicuña, Hewan Andes yang Lebih Mahal dari Emas

- Bulu vicuña lebih mahal dari emas, dengan harga kain mencapai USD 3.000—4.000 per meter.
- Hanya raja dan bangsawan Inca yang boleh memakai pakaian dari serat vicuña, karena dianggap sakral.
- Vicuña bukan fauna endemik Ekuador, melainkan berasal dari Andes dan hampir punah akibat perburuan liar.
Di antara hamparan pegunungan Andes yang menjulang, tersembunyi hewan mungil yang jadi simbol kemewahan dan sakralitas,yaitu vicuña (Vicugna vicugna). Kerabat dekat llama dan alpaka ini sekilas tampak sederhana, tubuhnya ramping dan bulunya keemasan. Namun, jangan salah, serat bulu vicuña disebut sebagai bahan tekstil paling eksklusif di dunia, bahkan dianggap lebih mahal dari emas.
Sejarah, mitos, dan ekonomi bertemu dalam sosok hewan satu ini. Ia dulu hanya dimiliki raja Inca, sempat hampir punah akibat perburuan, lalu diselamatkan lewat konservasi internasional. Kini, vicuña bukan hanya simbol alam liar Andes, tapi juga contoh bagaimana manusia menghargai (atau justru mengeksploitasi) makhluk kecil demi gengsi dan kemewahan. Yuk, kita kupas 5 fakta mencengangkannya!
1. Bulu vicuña lebih mahal dari emas

Bulu vicuña terkenal sebagai serat alami termahal di dunia. Menurut laman Beg Your Pardon, harga kain dari serat vicuña bisa mencapai USD 3.000—4.000 per meter, bahkan lebih mahal dari emas jika dihitung per gram. Sebuah syal dari bulu vicuña bisa dijual dengan harga setara puluhan juta rupiah, menjadikannya simbol kemewahan kelas dunia.
Rahasia harga fantastis ini ada pada kualitas seratnya. Diameter bulu vicuña hanya sekitar 12 mikron, jauh lebih tipis dan lembut dibanding rambut manusia yang rata-rata 70 mikron. Bahkan, bulu vicuña dianggap lebih halus dibanding kasmir yang terkenal mewah. Tidak heran jika hanya sedikit rumah mode yang berani memproduksi kain dari bahan langka ini.
Karena kelangkaannya, bulu vicuña kerap disebut ‘emas lembut dari Andes’. Status ini membuatnya bukan sekadar komoditas, melainkan juga warisan budaya yang sarat simbolisme, menghubungkan kekayaan alam dengan prestise manusia modern—dilansir dari portal berita BBC.
2. Dulu hanya raja yang boleh memakainya

Di masa kejayaan Inca, bulu vicuña dianggap sakral. Menurut Smithsonian Magazine, hanya raja dan bangsawan Inca yang diizinkan mengenakan pakaian dari serat vicuña. Rakyat jelata yang ketahuan memakainya bisa dihukum berat, karena kain itu dipandang sebagai simbol kedekatan dengan para dewa.
Proses pengambilan bulu juga bukan hal biasa. Ada ritual kuno bernama chakku, di mana ratusan orang mengepung vicuña liar di padang rumput untuk kemudian mencukurnya. Setelah itu, hewan-hewan itu dilepaskan kembali ke alam. Ritual ini menunjukkan bahwa bangsa Inca memahami pentingnya menjaga populasi vicuña tetap lestari.
Busana dari bulu vicuña kala itu bukan hanya soal estetika, tetapi juga legitimasi kekuasaan. Raja Inca tampil dengan pakaian vicuña untuk menegaskan dirinya sebagai wakil dewa di bumi, sementara rakyat hanya bisa menyaksikan dari kejauhan.
3. Bukan fauna endemik Ekuador, tapi berasal dari Andes

Banyak orang keliru mengira vicuña adalah hewan khas Ekuador. Faktanya, menurut IUCN Red List, vicuña hanya ditemukan secara alami di Peru, Bolivia, Chile bagian utara, dan Argentina barat laut. Habitat aslinya berada di padang rumput tinggi Andes dengan ketinggian 3.200—4.800 meter di atas permukaan laut.
Memang benar, Ekuador kini punya populasi vicuña, tetapi itu bukan asli, melainkan hasil introduksi dari Peru untuk program konservasi di kawasan Sierra Ekuador, termasuk di sekitar Gunung Chimborazo. Jadi, vicuña di Ekuador adalah ‘pendatang baru’ yang direlokasi untuk menjaga ekosistem dan keanekaragaman hayati.
Kesalahpahaman ini sering muncul karena turis melihat vicuña di Ekuador dan menganggapnya endemik sana. Padahal, secara historis dan ekologis, vicuña adalah milik Andes tengah dan selatan, bukan bagian utara pegunungan.
4. Hampir punah akibat perburuan

Popularitas bulu vicuña yang mahal nyaris membuat hewan ini musnah. Menurut World Wildlife Fund, pada tahun 1960-an populasi vicuña tinggal sekitar 6.000 ekor saja akibat perburuan liar yang masif. Para pemburu membunuh vicuña hanya untuk mendapatkan bulunya, meninggalkan tubuh mereka di padang rumput.
Kondisi kritis ini membuat pemerintah Peru dan organisasi internasional turun tangan. Program konservasi dilakukan dengan melindungi habitat, melarang perburuan, hingga menghidupkan kembali tradisi chakku dalam versi modern. Upaya ini perlahan membuahkan hasil, populasi vicuña kembali meningkat.
Kini, jumlah vicuña di Andes telah mencapai lebih dari 350.000 ekor, dan spesies ini tidak lagi berstatus 'terancam punah', meski tetap rentan terhadap perburuan ilegal. Kisah penyelamatan vicuña menjadi salah satu contoh sukses konservasi satwa liar di Amerika Selatan.
5. Hewan suci yang dilindungi undang-undang

Selain aspek ekonomi, vicuña juga punya dimensi spiritual. Masyarakat Andes masih menganggapnya hewan suci yang membawa kelimpahan. Bahkan kanal berita BBC News melansir bahwa UNESCO sudah mengakui tradisi chakku sebagai warisan budaya tak benda dunia, karena mencerminkan harmoni antara manusia dan alam.
Negara-negara Andes kini punya hukum khusus untuk melindungi vicuña. Peru, misalnya, menetapkan aturan bahwa semua perdagangan bulu vicuña harus legal, transparan, dan berkelanjutan. Setiap produk yang beredar di pasaran global wajib memiliki sertifikat asal-usul agar bisa dipastikan tidak berasal dari perburuan liar.
Dengan perlindungan hukum dan penghormatan budaya, vicuña bukan hanya selamat dari kepunahan, tetapi juga menjadi simbol bagaimana manusia bisa menjaga kelestarian satwa langka sambil tetap memanfaatkannya secara bijak.
Vicuña mungkin kecil dan tampak sederhana, tapi ia menyimpan kisah besar tentang hubungan manusia, kekuasaan, dan alam. Dari bulu yang lebih mahal dari emas hingga statusnya sebagai hewan sakral kerajaan Inca, vicuña membuktikan bahwa nilai seekor hewan tidak hanya diukur dari tubuhnya, tetapi juga dari sejarah, budaya, dan simbolisme yang melekat padanya.
Kini, vicuña hidup kembali di padang rumput Andes, bebas berlari di bawah langit biru yang sama dengan nenek moyangnya. Ia mengingatkan kita bahwa alam bisa kembali pulih jika manusia belajar menghormati batas dan menjaga keseimbangan. Vicuña bukan sekadar hewan, ia adalah pelajaran hidup yang berjalan dengan empat kaki di dataran tinggi Andes.