- Summer Solstice dan Winter Solstice (sekitar 20 atau 21 Juni)
5 Fakta Solstis, Peristiwa Astronomi yang Jadi Penanda Perubahan Musim

- Solstis terjadi dua kali dalam setahun, yaitu sekitar bulan Juni dan Desember. Ada Summer Solstice dan Winter Solstice.
- Dampak Solstis di Bumi sangat unik tergantung pada lintang geografis, menyebabkan variasi musim yang berbeda-beda.
- Meskipun Indonesia tidak mengalami empat musim, Solstis tetap memengaruhi posisi Matahari yang kita lihat serta pergeseran pemanasan yang memengaruhi arah angin.
Solstis adalah salah satu fenomena alam yang paling sering dibicarakan. Solstis, atau sering disebut sebagai Titik Balik Matahari, adalah peristiwa astronomi penting yang menjadi penanda perubahan musim. Nama "Solstis" sendiri berasal dari bahasa Latin Solstitium, gabungan kata Sol (Matahari) dan Sistere (berhenti, singgah, atau balik). Nama ini sangat sesuai, karena Solstis adalah momen ketika pergerakan tampak Matahari di langit mencapai titik terjauhnya, baik itu ke utara maupun ke selatan dari Khatulistiwa Bumi, seolah-olah "berhenti" sejenak sebelum berbalik arah.
Lantas, apa saja fakta-fakta penting di baliknya? Mari selami artikel ini untuk mengetahui lebih dalam apa sebenarnya Solstis, mekanisme terjadinya, serta perannya dalam budaya dan sejarah!
1. Ada dua jenis Solstis

Fenomena Solstis, atau Titik Balik Matahari, terjadi dua kali dalam setahun, yaitu sekitar bulan Juni dan Desember. Dilansir National Weather Service, peristiwa ini dibagi menjadi dua jenis berdasarkan kondisi astronomisnya, yaitu:
Pada momen ini, Belahan Bumi Utara miring maksimal ke arah Matahari, dan sinar Matahari berada tepat di atas Garis Balik Utara (Tropic of Cancer), yang terletak pada garis lintang 23,5° Utara dan membentang melalui Meksiko, Bahama, Mesir, Arab Saudi, India, dan Tiongkok selatan. Akibatnya di Belahan Bumi Utara mengalami Solstis Musim Panas (Summer Solstice), yaitu hari dengan durasi siang terpanjang dan menandai awal musim panas, sementara di Belahan Bumi Selatan mengalami Solstis Musim Dingin (Winter Solstice), yaitu hari dengan durasi siang terpendek (malam terpanjang) dan menandai awal musim dingin.
- Winter Solstice dan Summer Solstice (sekitar 21 atau 22 Desember)
Pada momen ini, Belahan Bumi Selatan miring maksimal ke arah Matahari, dan sinar Matahari berada tepat di atas Garis Balik Selatan (Tropic of Capricorn), yang terletak 23,5° di selatan khatulistiwa dan membentang melalui Australia, Chili, Brasil selatan, dan Afrika Selatan bagian utara. Akibatnya di Belahan Bumi Utara mengalami Solstis Musim Dingin (Winter Solstice), yaitu hari dengan durasi siang terpendek (malam terpanjang) dan menandai awal musim dingin, sementara di Belahan Bumi Selatan mengalami Solstis Musim Panas (Summer Solstice), yaitu hari dengan durasi siang terpanjang dan menandai awal musim panas.
2. Menyebabkan variasi musim
Dilansir National Geographic, dampak Solstis di Bumi sangat unik tergantung pada lintang geografis. Di wilayah Khatulistiwa (lintang 0°), perubahan akibat Solstis hampir tidak terasa, karena daerah ini menerima sinar Matahari dengan intensitas tinggi yang relatif konstan sepanjang tahun. Ini disebabkan oleh titik subsolar—titik di mana sinar Matahari menyinari Bumi secara vertikal—selalu bergerak di sekitar wilayah tropis.
Sebaliknya, di wilayah lintang tengah seperti Amerika Utara atau Eropa, Solstis menjadi sangat penting karena ia menandai titik balik pergerakan titik subsolar tersebut. Titik subsolar mencapai posisi paling utara di atas Tropis Cancer (23,5° Utara) saat Solstis Juni, dan paling selatan di atas Tropis Kaprikornus (23,5° Selatan) saat Solstis Desember, sebelum akhirnya berbalik arah. Dengan demikian, setiap wilayah di antara kedua garis tropis ini akan dilewati titik subsolar dua kali setahun. Sementara itu, di wilayah Kutub, Solstis adalah peristiwa ekstrem yang menandai posisi tertinggi atau terendah Matahari di langit, dan berujung pada fenomena dramatis seperti "Matahari Tengah Malam" (Midnight Sun) saat musim panas dan "Malam Kutub" (Polar Night) saat musim dingin.
Menariknya, Solstis tidak hanya terjadi di Bumi, planet lain pun mengalaminya! Contohnya, Venus memiliki kemiringan sumbu yang sangat kecil, sehingga variasi musimannya minimal. Sementara Mars memiliki kemiringan sumbu yang mirip dengan Bumi (24°), tetapi karena orbitnya lebih lonjong (eksentrisitas tinggi), Mars mengalami variasi musiman yang jauh lebih ekstrem daripada Bumi.
3. Penanda awal musim kemarau di Indonesia

Meskipun Indonesia berada di Khatulistiwa dan tidak mengalami empat musim, tetapi Solstis tetap memengaruhi posisi Matahari yang kita lihat, di mana pada Solstis Juni Matahari tampak condong ke Utara, dan pada Solstis Desember tampak condong ke Selatan. Dilansir Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), perubahan posisi Matahari ini menyebabkan adanya sedikit pergeseran pada durasi waktu siang dan malam, yang juga memengaruhi waktu ibadah seperti Subuh dan Magrib; serta pergeseran pemanasan yang memengaruhi arah angin, dan di Indonesia, Solstis Juni sering menjadi penanda awal musim kemarau karena angin mulai mendorong awan ke utara.
Memahami pola astronomis seperti Solstis ini juga sangat penting untuk sektor pertanian dan prakiraan musim. Namun, penting untuk digarisbawahi bahwa Solstis adalah fenomena murni astronomis yang memengaruhi iklim, dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan bencana alam seperti gempa bumi, tsunami, atau letusan gunung berapi, yang disebabkan oleh aktivitas geologis atau hidrometeorologi.
4. Kebalikan dari Ekuinoks

Fenomena alam yang kita sebut Solstis dan Ekuinoks adalah penanda utama perubahan musim di Bumi, dan semuanya terjadi karena satu hal sederhana. Bumi miring pada porosnya. Saat Bumi mengelilingi Matahari, kemiringan ini menyebabkan bagian Bumi yang berbeda menerima sinar matahari dalam jumlah yang tidak sama sepanjang tahun.
Dijelaskan oleh Britannica, Solstis, yang terjadi di bulan Juni dan Desember adalah momen ekstrem, di mana jalur Matahari di langit mencapai titik paling jauh, baik itu ke utara atau ke selatan dari Khatulistiwa. Inilah yang kita rasakan sebagai hari terpanjang (Solstis Musim Panas) atau hari terpendek (Solstis Musim Dingin). Sebaliknya, Ekuinoks, yang terjadi di bulan Maret dan September, adalah momen "keseimbangan," di mana Matahari berada tepat di atas Khatulistiwa, sehingga seluruh dunia mengalami siang dan malam dengan durasi yang hampir sama. Fenomena Ekuinoks ini juga menjadi penanda awal musim semi (ketika Matahari bergerak ke utara) dan musim gugur (ketika Matahari bergerak ke selatan).
5. Menghadirkan tradisi di berbagai penjuru dunia

Solstis telah dirayakan selama ribuan tahun sebagai momen penting yang menandai pergantian ekstrem antara terang dan gelap. Perayaan ini memiliki beragam bentuk di seluruh dunia. Dilansir Britannica, di Kutub Selatan, para peneliti di Antartika merayakan Pertengahan Musim Dingin dengan pesta dan pertukaran hadiah untuk menyambut kembali cahaya.
Sementara di Skandinavia, masyarakat merayakan Hari Santo Lucia saat Solstis musim dingin dengan festival cahaya, di mana gadis-gadis mengenakan mahkota lilin untuk mengusir kegelapan, yang menggabungkan tradisi Kristen dengan ritual Norse kuno. Salah satu festival musim dingin tertua adalah Yule dari bangsa Norse kuno yang identik dengan api dan perjamuan besar. Bagi suku Hopi Indian di Arizona, Solstis musim dingin dirayakan dengan ritual, tarian, dan pembuatan tongkat doa untuk menyambut roh pelindung.
Bangsa Romawi kuno memiliki Saturnalia, yaitu festival musim dingin yang merayakan akhir musim tanam dengan pesta besar dan pemberian hadiah, bahkan budak diperlakukan setara sementara waktu. Sementara itu, festival Yalda di Persia merayakan kemenangan cahaya atas kegelapan dan kelahiran dewa matahari Mithra, di mana keluarga begadang semalam suntuk. Selain Solstis musim dingin, perayaan juga dilakukan saat musim panas, seperti Malam Pertengahan Musim Panas di Skandinavia yang dirayakan dengan riang gembira di akhir pekan sekitar Solstis Juni.
Fenomena Solstis jauh lebih dari sekadar peristiwa astronomi biasa, melainkan memiliki makna mendalam bagi masyarakat di berbagai wilayah. Solstis juga telah lama menjadi bagian integral dari budaya, sejarah, spiritualitas, dan perayaan yang terkait dengan pertanian. Momen ketika Matahari mencapai titik ekstrem ini sering kali dianggap sebagai waktu yang sakral dan tepat bagi manusia untuk merefleksikan diri, melakukan introspeksi, dan menanamkan harapan baru untuk siklus yang akan datang.


















