Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

5 Perilaku Baru Paus Orca yang Justru Mengancam Populasinya Sendiri

Paus Orca.
Paus Orca. (dok. pixabay.com/Hobbyfotograf08)
Intinya sih...
  • Paus orca mencuri ikan dari pancing nelayan, meningkatkan risiko cedera dan ketergantungan pada industri perikanan.
  • Pembelajaran sosial mempercepat penyebaran perilaku berbahaya di antara populasi paus orca.
  • Perubahan ketersediaan mangsa laut mendorong paus orca mendekati kapal dan meningkatkan konflik dengan manusia.
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Di tengah perubahan laut, paus orca melakukan trik baru yang penuh risiko seperti mencuri dari pancing nelayan hingga menyerang kapal. Ini cara mereka beradaptasi, sekaligus ancaman terbesar bagi masa depan mereka.

Di perairan Mediterania, sekelompok paus orca membuat berita karena "menyerang" kapal pesiar. Perilaku aneh ini bukan sekadar vandalisme laut, melainkan gejala dari masalah yang lebih dalam seperti tekanan ekologis yang memaksa hewan paling cerdas di laut ini berinovasi dengan cara berbahaya.

Studi ilmiah terbaru mengonfirmasi bahwa perilaku baru ini menyebar dengan cepat melalui pembelajaran sosial, meningkatkan frekuensi konflik dengan manusia, dan berpotensi mengancam kelangsungan populasi tertentu. Berikut adalah lima fakta perilaku baru paus orca yang malah mengancam diri mereka sendiri.

1. Resiko Tinggi di Depan Pancing: Operasi Penyelamatan Mangsa yang Mematikan

Ilustrasi Jaring nelayan.
Ilustrasi Jaring nelayan. (dok. pixabay.com/marcellosokal)

Salah satu perilaku paling berisiko yang dipelajari orca adalah mencuri ikan hasil tangkapan dari pancing panjang (longline) atau jaring nelayan, sebuah perilaku yang dikenal sebagai depredasi. Di perairan Alaska dan Pasifik Utara, orca telah belajar mengikuti kapal penangkap ikan dan dengan cerdik mengambil ikan yang terpancing.

Penelitian di perairan Indonesia (Ternate) yang diterbitkan di ScienceDirect mendokumentasikan dengan rinci bagaimana orca secara sistematis mendekati kapal longline untuk memakan ikan tuna yang tertangkap.

Studi ini bukan hanya mengkonfirmasi kejadian tersebut, tetapi juga mencatat tingkat keberhasilan orca mencapai 100% dalam upaya depredasi-nya, menunjukkan betapa efisiennya mereka memanfaatkan aktivitas manusia (Halim et al., 2025).

Meski cerdas, trik ini sangat berbahaya. Orca dapat terluka parah oleh kait pancing, tersangkut tali, atau bahkan tidak sengaja menelan kailnya. Perilaku ini mengubah orca dari predator mandiri menjadi "pemulung" yang bergantung pada industri perikanan, sebuah dinamika yang tidak sehat dan penuh risiko cedera.

2. Pembelajaran Sosial yang Menjadi Kutukan: Saat Satu "Pod" Mempelajari Kebiasaan Buruk

Ilustrasi Kelompok paus orca.
Ilustrasi Kelompok paus orca. (dok. pixabay.com/Efraimstochter)

Kehebatan orca terletak pada budaya dan pembelajaran sosialnya yang kuat dalam kelompok (pod). Sayangnya, hal ini juga mempercepat penyebaran perilaku berisiko. Perilaku baru yang berbahaya dapat dengan cepat menjadi tradisi dalam suatu populasi.

Fenomena orca remaja di lepas pantai Iberia yang menyerang kemudi kapal layar adalah contoh sempurna. Sebuah studi di Frontiers in Marine Science (Esteban et al., 2025) menganalisis ratusan insiden dan menyimpulkan bahwa perilaku ini merupakan perilaku yang dipelajari secara sosial, kemungkinan dimulai oleh satu individu yang mengalami trauma (seperti tabrakan dengan kapal) dan kemudian ditiru oleh yang lain. Perilaku "main-main" yang berisiko ini kini telah dipelajari oleh setidaknya 50 individu dari 15 kelompok berbeda.

Proses pembelajaran budaya ini berarti bahwa satu insiden negatif dapat memicu penyebaran cepat perilaku bermasalah ke seluruh populasi, sehingga sangat sulit untuk dihentikan sekali telah tertanam dalam budaya pod.

3. Pemicu Utama: Perubahan Ketersediaan Mangsa yang Drastis

Ilustrasi Rantai makanan laut.
Ilustrasi Rantai makanan laut. (dok. pixabay.com/BlenderTimer)

Perilaku baru yang berisiko ini tidak muncul begitu saja. Akarnya adalah perubahan drastis pada rantai makanan laut. Polusi, perubahan iklim, dan penangkapan ikan berlebihan telah mengurangi stok mangsa alami orca.

Ketika makanan alami langka, orca terpaksa mencari alternatif. Munculnya orca di perairan Indonesia yang hangat, seperti yang dilaporkan media, diduga kuat terkait dengan pencarian mangsa baru. Penelitian di Ternate (Halim et al., 2025) juga mengaitkan perilaku depredasi dengan pergantian mangsa, di mana orca beralih dari mangsa tradisional ke tuna yang tersedia di alat tangkap.

Kurangnya mangsa alami tidak hanya mendorong orca mendekati kapal, tetapi juga meningkatkan persaingan dengan nelayan untuk sumber daya ikan yang sama, memperuncing konflik.

4. Predator Puncak yang Kini Jadi Hama dan Target Balas Dendam

Ilustrasi Paus orca.
Ilustrasi Paus orca. (dok. pixabay.com/ZIPNON)

Sebagai predator puncak yang cerdas, orca menjadi pemain utama dalam konflik dengan perikanan global. Konflik ini menciptakan risiko fisik sekaligus reputasi buruk bagi orca. Mempunyai risiko fisik dan sosial pada Nelayan yang rugi secara ekonomi dapat memandang orca sebagai "hama" yang merusak.

Penelitian dari Research Square (Guerrero et al., 2025) mengkaji secara khusus interaksi konflik antara paus besar (termasuk orca) dengan alat tangkap di Meksiko, menyoroti potensi eskalasi konflik dan dampak negatif bagi kedua belah pihak. Risiko pembalasan atau upaya pengusiran secara kasar oleh nelayan yang frustasi menjadi ancaman nyata.

Ancaman terbesar mungkin adalah perubahan status orca dari ikon konservasi yang dilindungi menjadi masalah ekonomi yang perlu "ditangani", yang dapat melemahkan dukungan publik untuk perlindungan mereka.

5. Ancaman Jangka Panjang Bagi Populasi yang Rentan

Paus pembunuh Orca.
Paus pembunuh Orca. (dok. pixabay.com/Aktim)

Dampak perilaku berisiko ini paling mengerikan bagi populasi orca yang sudah kecil dan terisolasi. Orca memiliki siklus hidup yang sangat lambat, sehingga kehilangan satu individu dewasa, terutama betina, adalah kerugian besar.

Cedera kronis dari kait pancing atau benturan dengan kapal dapat mengurangi kemampuan reproduksi. Yang lebih mengkhawatirkan, seperti yang diungkapkan studi di Iberia (Esteban et al., 2025), individu remaja-lah yang paling aktif dalam perilaku berisiko seperti menyerang kapal. Kehilangan individu muda yang seharusnya menjadi generasi penerus populasi adalah pukulan ganda bagi pemulihan populasi.

Untuk populasi kecil seperti di Selat Gibraltar atau kelompok Southern Resident di Pasifik Barat Laut, peningkatan kematian akibat konflik ini merupakan ancaman eksistensial yang dapat mendorong mereka lebih cepat menuju kepunahan.

Perilaku baru paus orca ini adalah sinyal darurat dari lautan kita. Mereka bukan sedang menjadi "nakal", tetapi berjuang keras untuk bertahan hidup di habitat yang kian terdegradasi, dan adaptasi mereka justru menjerumuskan mereka ke dalam bahaya baru.

Data ilmiah terbaru memperjelas bahwa solusinya bukan menghukum orca, tetapi memulihkan ekosistem laut dan mangsa alami mereka, serta mengembangkan teknik mitigasi konflik yang inovatif dan manusiawi. Masa depan predator puncak yang cerdas ini tergantung pada kemampuan kita untuk memahami dan mengatasi akar masalahnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Ane Hukrisna
EditorAne Hukrisna
Follow Us

Latest in Science

See More

5 Fakta Blue Eyed Grass, Tanaman Mirip Rumput dari Keluarga Iris

19 Des 2025, 20:49 WIBScience