6 Fakta Kelam Pulau Ko Tarutao, Bekas Penjara Kriminal Terpencil di Thailand!

- Pulau Ko Tarutao dipilih sebagai koloni penjara karena lokasinya super terpencil, sulit diakses, dan dianggap cocok untuk memindahkan tahanan kriminal dan politik.
- Pada masa puncak operasinya, sekitar 3.000 tahanan hidup dalam kondisi serba kekurangan dengan sanitasi buruk, penyakit tropis, dan kerja paksa di bawah panas yang menyengat.
- Perang Dunia II semakin memperburuk keadaan dengan terganggunya suplai makanan dan obat-obatan, sehingga banyak tahanan meninggal akibat kelaparan, penyakit, dan kekerasan internal.
Pulau Ko Tarutao mungkin terlihat tenang dan tropis, namun sejarahnya jauh dari kata damai. Di balik tebing hijau serta laut jernih, tersembunyi bekas penjara paling terpencil yang pernah dimiliki Thailand. Ribuan tahanan kriminal hingga tokoh politik hidup, bekerja, dan mati dalam kondisi sangat keras di sini. Perang Dunia II pun ikut memperburuk keadaan, mengubah Ko Tarutao dari penjara terisolasi menjadi sarang bajak laut. Nah, berikut sejumlah fakta kelam tentang Ko Tarutao yang jarang diketahui wisatawan.
1. Dulu dipilih sebagai koloni penjara karena lokasinya super terpencil

Ko Tarutao terletak jauh dari daratan Thailand. Akses menuju pulau sulit, laut di sekelilingnya keras, dan hutan di pulau sangat lebat. Pemerintah Thailand memilih pulau ini sebagai lokasi untuk memindahkan tahanan kriminal dan politik karena sulitnya melarikan diri. Bangunan penjara, barak tahanan, serta fasilitas dasar dibuat di tempat terpencil seperti di teluk Ao Talo Wao dan Ao Talo Udang.
Menurut catatan, pada 1938 batch pertama tahanan tiba, dan dalam beberapa tahun kapasitas meningkat hingga ribuan. Tahanan harus melewati perjalanan laut panjang dengan risiko besar selama pelayaran. Begitu tiba, mereka langsung diisolasi—jauh dari bantuan maupun kontak luar. Dengan kondisi seperti ini, Ko Tarutao memang sengaja dijadikan “pulau pembuangan” bagi mereka yang dianggap berbahaya atau tidak diinginkan.
2. Sekitar 3.000 tahanan hidup dalam kondisi serba kekurangan

Pada masa puncak operasinya, Ko Tarutao menampung sekitar 3.000 tahanan yang hidup di barak kayu sederhana tanpa fasilitas memadai. Kekurangan air bersih, sanitasi buruk, dan berbagai penyakit tropis membuat kehidupan di pulau ini amat berat. Malaria, disentri, dan infeksi kulit terus muncul akibat lingkungan yang lembap serta minimnya layanan medis. Para tahanan juga menjalani kerja paksa, mulai dari membersihkan hutan, membangun jalur, sampai mengangkut material di bawah panas yang menyengat. Tak heran, banyak tahanan tidak bertahan lama di pulau ini.
3. Perang Dunia II semakin memperburuk keadaan

Ketika Perang Dunia II melanda Asia Tenggara, jalur suplai dari daratan ke Ko Tarutao terganggu hebat. Kapal-kapal yang dulu memasok makanan serta obat-obatan sulit menyeberang karena laut bergejolak dan konflik regional. Akibatnya, persediaan pokok nyaris habis, obat-obatan menipis, dan penyakit telah merajalela. Banyak tahanan dan penjaga kemudian menghadapi kelaparan, masalah kesehatan, hingga kematian besar-besaran.
4. Tahanan dan sipir berubah menjadi bajak laut demi bertahan hidup

Putusnya suplai makanan memicu kondisi ekstrem yang memaksa sebagian penghuni pulau mengambil jalan gelap. Para tahanan, bahkan beberapa sipir, akhirnya membentuk kelompok perompak untuk menyerang kapal yang melintas. Awalnya niat mereka mencari makanan, namun lambat laun aksi itu berubah jadi operasi bajak laut sungguhan. Kapal dagang yang lewat Selat Malaka adalah target utama mereka.
Kelompok ini dikenal kejam karena tekanan hidup membuat mereka bertindak brutal. Mereka merampas apa pun yang bisa digunakan, dari makanan, kain, sampai barang berharga. Beberapa awak kapal ada yang tak kembali akibat serangan itu. Fenomena inilah yang mencoreng sejarah Ko Tarutao sebagai pulau yang tidak hanya menampung kriminal, tetapi juga membentuk kriminal baru.
5. Ratusan tahanan meninggal dan banyak dikubur tanpa identitas

Akibat kelaparan, penyakit, dan kekerasan internal, ratusan tahanan meninggal selama masa operasi penjara. Banyak yang dimakamkan di kuburan sederhana tanpa penanda, sehingga identitas mereka hilang ditelan waktu. Seiring berjalannya tahun, hutan mengambil alih area pemakaman serta sisa struktur penjara. Kini, sebagian besar kuburan nyaris tak bisa ditemukan kembali.
6. Setelah perang, penjara ditutup dan pulau berubah menjadi taman nasional

Setelah konflik berakhir, penjara di Ko Tarutao resmi ditutup pada akhir 1940-an. Pulau kemudian ditinggalkan dan dibiarkan kosong selama beberapa dekade. Baru pada 19 April 1974, pemerintah Thailand mendeklarasikan kawasan ini sebagai Tarutao National Park, taman nasional laut pertama di Thailand.
Kini, Ko Tarutao menjadi lokasi wisata alam, konservasi laut dan hutan, tempat penyu bertelur, habitat satwa liar, dan surga bagi penyuka pantai terpencil. Di beberapa area, misalnya jalur “Historical Trail” di Ao Talo Wao dan Ao Talo Udang—pengunjung masih bisa melihat reruntuhan bekas penjara: pondok kayu reyot, dermaga tua, bangunan administratif yang ditinggalkan, serta jalur bekas kamp tahanan.
Itulah berbagai fakta kelam Ko Tarutao yang mengungkap sejarah keras di balik lanskap tropisnya. Sekarang, pulau tersebut adalah taman nasional dengan alam yang memukau, tetapi jejak masa lalunya masih tertinggal di hutan dan teluk yang jarang disentuh wisatawan. Kisah kelam Ko Tarutao mengingatkan kita kalau tempat paling indah sekalipun bisa menyimpan tragedi yang hampir terlupakan.


















