Apakah Kemunculan Lumba-lumba Tanda Lingkungan Laut Sehat?

Sebagai ekosistem terbesar di Bumi, laut memainkan peran yang sangat penting bagi kehidupan. Pasalnya, laut menyediakan banyak kebutuhan vital bagi semua makhluk hidup di Bumi, seperti makanan, air, oksigen, dan iklim. Sebagaimana yang dilansir World Economic Forum, manusia dan seluruh organisme yang ada di Bumi tidak akan bisa hidup tanpa lautan.
Sayangnya, seiring perkembangan jaman, laut menerima banyak sekali pencemaran. Sampah dan polusi yang mencemari lautan bisa memengaruhi ekosistem di perairan. Korbannya tak lain adalah hewan-hewan laut yang tak berdosa, contohnya lumba-lumba.
Lumba-lumba adalah mamalia laut yang cerdik dan menggemaskan. Meski identik dengan lautan, kita tak bisa menemukan lumba-lumba di sembarang tempat. Butuh usaha yang keras agar kita bisa melihat lumba-lumba meliuk-liukkan tubuh mereka di lautan.
Namun, pada Januari 2025, beredar kabar bahwa kawanan lumba-lumba muncul di perairan Pulau Pramuka, Kepulauan Seribu, Jakarta. Selain menarik perhatian publik, kehadiran mamalia laut tersebut menimbulkan pertanyaan ihwal kualitas lingkungan di sekitar perairan. Apakah benar kemunculan lumba-lumba jadi tanda lingkungan laut sehat? Yuk, simak penjelasannya di bawah ini!
1. Lumba-lumba peka terhadap polusi dan perubahan lingkungan

Perlu diingat kembali, lumba-lumba bukanlah ikan, melainkan mamalia laut yang masuk ke dalam ordo Cetacea. Mereka berkerabat dekat dengan paus dan pesut. Sebagai mamalia, lumba-lumba cenderung lebih pintar daripada ikan-ikan yang berada di lautan.
Pasalnya, mengutip dari Scuba, lumba-lumba mempunyai otak yang sangat berkembang dan kompleks. Hal itu memungkinkan mereka memiliki kemampuan kognitif tingkat lanjut. Lumba-lumba bisa lebih peka terhadap hal-hal yang terjadi di sekitar, seperti polusi dan perubahan iklim.
Sebagaimana yang dilansir Voyager Fishing Charters, lumba-lumba dapat merasakan perubahan tekanan, suara, dan kondisi air. Mereka tidak bisa hidup di lingkungan dengan suhu air tinggi, khususnya lumba-lumba pesisir (lumba-lumba hidung botol). Selain itu, mamalia laut satu ini juga sensitif terhadap berbagai macam limbah, seperti tumpahan minyak dan zat kimia lainnya.
Oleh sebab itu, jika perairan tempat tinggal mereka tercemar, lumba-lumba akan pergi untuk mencari lokasi lain yang lebih aman. Limbah dan polusi yang mencemari lautan bisa berdampak pada sistem imun lumba-lumba. Lebih parahnya lagi, mengutip dari River Dolphins.org, polusi dapat meningkatkan risiko kanker pada lumba-lumba.
2. Indikator yang memengaruhi kualitas air di lingkungan laut

Ada beberapa indikator yang memengaruhi kualitas air di lingkungan laut. Mengutip dari Outcome Indicator Framework, indikator-indikator tersebut:
- Jumlah sampah
Jumlah sampah yang dimaksud adalah jumlah sampah yang berada di pesisir pantai, dasar laut, dan permukaan air. Seperti diketahui, sampah adalah masalah serius yang mengancam semua kehidupan di Bumi, tak terkecuali lautan.
- Tingkat pH air
Dilansir Natural Resources Defense Council (NRDC), laut yang bersih rata-rata memiliki pH 8,1 (sedikit basa). Namun, pada abad ke-21 ini, pH air laut diketahui turun menjadi 7,8 (masih normal).
- Keberadaan spesies tertentu
Sebagai contoh, ada lumba-lumba sebagai mamalia yang hidup di lingkungan laut yang sehat. Selain lumba-lumba, kehadiran terumbu karang juga menjadi indikator penting yang memengaruhi kualitas air di lingkungan laut.
3. Lumba-lumba bisa jadi tanda lingkungan laut sehat, tapi ...

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, lumba-lumba peka terhadap polusi dan perubahan lingkungan. Hewan mamalia tersebut cenderung akan meninggalkan wilayah yang tercemar sampah atau limbah. Lumba-lumba juga tidak bisa menoleransi suhu tinggi di area yang mereka tinggali.
Dengan begitu, keberadaan lumba-lumba di suatu wilayah bisa menjadi tanda bahwa kualitas lingkungan di wilayah tersebut baik. Namun, eksistensi lumba-lumba bukan satu-satunya indikator yang mencerminkan lingkungan laut sehat. Ada beberapa indikator lainnya yang harus diperhatikan, seperti jumlah sampah, tingkat pH air, dan keberadaan spesies lainnya.
Lagi pula, faktor utama yang memengaruhi kehadiran lumba-lumba bukanlah kualitas air, melainkan ketersediaan pakan. Lumba-lumba merupakan predator puncak di lautan yang memangsa ikan, cumi-cumi, udang, dan hewan laut lainnya. Mengutip dari Bottlenose Dolphin Research Institute, keberadaan ikan di laut memungkinkan lumba-lumba mencari makan secara oportunistik, terutama di daerah yang terdapat peternakan ikan.
Tidak ada salahnya kita meyakini bahwa kemunculan lumba-lumba di perairan Kepulauan Seribu adalah pertanda kondisi lingkungan di area tersebut membaik. Akan tetapi, untuk membuktikannya secara ilmiah, kita membutuhkan data dari indikator-indikator lainnya. Sebab, lumba-lumba bukan indikator utama yang mencerminkan kualitas air di suatu lingkungan laut.