6 Fakta Tikus Batu, Hewan yang Agresif Jika Merawat Anak Sendirian

Tikus batu merupakan hewan pengerat endemik Brasil bagian timur. Hewan dengan nama ilmiah Kerodon rupestris ini hidup di wilayah vegetasi semi-kering di Brasil yang disebut dengan Caatinga.
Mamalia ini masuk ke dalam famili Caviidae, masih berkerabat dengan capybara serta guinea pig. Apakah kamu ingin mengenali tikus batu lebih dalam lagi? Yuk kita kenalan melalui fakta-fakta di bawah ini!
1. Hidup di daerah berbatu

Seperti yang telah disebutkan, tikus batu hidup di wilayah Caatinga. Hewan ini terbatas pada daerah berbatu, yang dicirikan oleh bongkahan batu granit besar. Pada bongkahan batu ini, retakan dan cekungan menciptakan ruang bagi tikus batu untuk menghindari pemangsaan. Wilayah ini memiliki curah hujan bervariasi, antara 400–1.000 mm. Namun, musim di lingkungan ini sering tidak dapat diprediksi, karena dapat terjadi banjir atau kekeringan sepanjang tahun.
2. Berukuran besar

Tikus batu merupakan hewan pengerat berukuran besar. Berat tubuh dewasa sekitar 1 kilogram, dengan panjang tubuh sekitar 20–40 cm. Tidak terdapat ekor pada hewan ini. Mereka memiliki bagian tenggorokan berwarna putih, punggung abu-abu, serta perut berwarna cokelat muda. Tikus batu memiliki kuku tumpul hampir di semua jarinya, kecuali di bagian jari terluar kaki yang terdapat cakar kecil untuk perawatan diri.
3. Hidup dalam kelompok besar

Tikus batu bersifat sosial dan hidup dalam kelompok besar. Setiap kelompok memiliki satu jantan dominan serta beberapa betina. Individu jantan bersifat teritorial dan mempertahankan tempat berlindung dari jantan dewasa lainya.
Tikus batu merupakan pemanjat yang sangat baik. Mereka sering mencari makan di puncak-puncak pohon. Hewan ini dapat aktif pada siang ataupun malam hari, tetapi sebagian besar aktif pada waktu fajar dan senja.
4. Vokalisasi dan gerak tubuh sebagai cara berkomunikasi

Tikus batu berkomunikasi dengan sesamanya melalui berbagai vokalisasi. Beberapa vokalisasi di antaranya dianggap mewakili kecemasan atau ketakutan. Tikus batu juga berkomunikasi menggunakan gerakan tubuh karena beberapa individu sering berada dalam jarak yang dekat. Perilaku sosial selain berkomunikasi menggunakan suara dan gerakan tubuh adalah allogrooming atau kegiatan saling merawat tubuh.
5. Makanan utama berupa daun

Makanan utama dari tikus batu merupakan dedaunan. Selama musim kemarau, vegetasi atau tumbuhan dapat terus tumbuh di sekitar bebatuan tempat tikus ini hidup. Hal ini memungkinkan tikus batu dapat tetap hidup walau dedaunan di pepohonan tidak tumbuh. Ketika musim hujan, selain memakan daun, hewan ini juga memakan bunga serta kulit kayu.
6. Induk betina agresif jika merawat anak sendirian

Tikus batu bersifat poligami atau satu jantan dapat kawin dengan lebih dari satu betina selama musim kawin. Masa kehamilan pada betina rata-rata terjadi selama 75 hari, dan akan dilahirkan sekitar satu atau dua anak tikus batu. Anak yang baru lahir akan menyusu pada induknya dan akan disapih saat berusia 35 hari.
Induk jantan dan betina dari tikus batu akan merawat mereka secara bersama-sama, walau induk betina lebih banyak menghabiskan waktu dengan anaknya. Induk betina yang membesarkan anak sendirian akan jauh lebih agresif dibandingkan betina yang membesarkan anak dengan pasangannya.
Tikus batu dapat hidup selama 5 tahun ketika di alam liar, tetapi ketika berada di penangkaran dapat hidup hingga 11 tahun lamanya. Panjang juga ya usianya! Namun, sangat disayangkan bahwa populasi tikus batu mengalami penurunan sebesar 30% selama sepuluh tahun terakhir. Hal ini diakibatkan tikus batu sering diburu untuk dijadikan makanan oleh warga setempat. Habitat mereka juga mengalami kerusakan akibat bertambahnya jumlah populasi manusia.