Fakta InaTEWS, Sistem Peringatan Dini Tsunami di Indonesia

Kita pasti sudah tahu kalau Indonesia terletak di wilayah cincin api (ring of fire) atau sabuk lingkar Pasifik. Istilah ini merujuk pada jalur di sepanjang Samudera Pasifik yang ditandai dengan gunung berapi aktif. Sekitar 75 persen gunung berapi di bumi terletak di wilayah cincin api.
Imbasnya, Indonesia rentan dilanda gempa bumi dan tsunami. Sebagai langkah antisipasi, dibuatlah sistem peringatan dini tsunami yang bernama Indonesia Tsunami Early Warning System (InaTEWS). Ini merupakan satu-satunya sistem peringatan dini tsunami yang berlaku di Indonesia dan seluruh daerah di Indonesia wajib menyesuaikan dengan sistem ini.
Seperti apa cara kerja InaTEWS? Dan apakah efektif untuk mendeteksi potensi tsunami? Berikut ini penjelasan yang dikutip dari buku berjudul Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami InaTEWS – Edisi Kedua. Simak, yuk!
1. InaTEWS memiliki sistem pemantauan di darat dan laut

Mengacu pada Undang-Undang No. 31 Tahun 2009, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) adalah satu-satunya badan resmi yang bertugas menyerukan peringatan dini tsunami. Berbicara tentang peringatan dini tsunami, InaTEWS memiliki dua sistem pemantauan, yaitu:
- Sistem pemantauan darat yang terdiri dari jaringan seismometer broadband dan global positioning system (GPS).
- Sistem pemantauan laut (sea monitoring system) yang terdiri dari buoy, tide gauge, CCTV, kabel bawah laut, dan radar tsunami (dua terakhir masih dalam tahap pengembangan).
Kemudian, data hasil observasi dikirim ke BMKG memakai sistem komunikasi yang utamanya berbasis satelit. Lantas, bagaimana pembagian tugasnya?
BMKG bertugas mengoperasikan jaringan seismometer, akselerometer, CCTV, dan radar tsunami. Sementara, Badan Informasi Geospasial (BIG) mengoperasikan jaringan GPS dan tide gauge.
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) mengoperasikan jaringan buoy dan kabel bawah laut, sedangkan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) mengoperasikan radar tsunami.
Lalu, BMKG mengeluarkan peringatan dini tsunami 5 menit setelah gempa bumi yang didasarkan pada jaringan seismometer broadband, akselerometer, dan hasil model.
Jaringan pemantau laut digunakan untuk mengonfirmasi apakah tsunami benar-benar terjadi, sudah sampai mana, dan berapa tingginya. Di masa depan, jaringan GPS diharapkan bisa meningkatkan akurasi dari hasil seismik.
2. Jaringan seismometer dan perangkat lunak SeisComP3 digunakan untuk mengamati gempa bumi

InaTEWS mengandalkan jaringan seismometer dan perangkat lunak SeisComP3 untuk mengamati gempa bumi. Fungsinya untuk pemantauan dan pengolahan data parameter gempa bumi yang menjadi data utama untuk menghasilkan peringatan dini tsunami.
Lebih dari 90 persen tsunami diakibatkan oleh gempa bumi tektonik yang kuat dan dangkal. Gempa bumi tektonik berpotensi tsunami jika lokasinya di bawah laut, berkekuatan 7 Skala Richter (SR) atau lebih, dan kedalamannya kurang dari 100 kilometer. Sehingga, pemantauan gempa bumi tektonik berperan penting dalam sistem peringatan dini tsunami.
Untuk menentukan parameter gempa bumi tektonik (lokasi, kedalaman, dan magnitudo) yang cepat dan akurat, digunakanlah seismometer. Alat ini bisa mencatat dan mengukur getaran ketika gempa bumi terjadi.
Data dari seismometer diproses dengan software khusus untuk menentukan lokasi, waktu, kedalaman, dan magnitudo. Kini, Indonesia memiliki sekitar 162 stasiun seismik yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Untuk mengolah data seismik, BMKG menggunakan software khusus, yaitu SeisComP3. Pengamatan aktivitas seismik dilakukan secara terus-menerus. Jika terjadi gempa bumi dengan magnitudo 5 SR atau lebih, BMKG akan menyebarluaskan melalui berbagai media komunikasi, salah satunya dengan SMS.
3. Tsunami diamati dengan buoy, tide gauge, jaringan CCTV, GPS, dan radar tsunami

Ada beberapa alat yang digunakan untuk memantau tsunami, di antaranya adalah:
- Buoy: Alat pengukur ketinggian tsunami di laut lepas. Terdiri dari dua bagian yang terpisah, satu ditempatkan di dasar laut (ocean bottom unit) untuk mendeteksi perubahan tekanan air dan satunya mengapung di permukaan laut untuk mengukur naik-turunnya permukaan air. Buoy juga dilengkapi dengan GPS akurasi tinggi. Ketika tsunami terjadi, alat akan merekam dan mengirimkan datanya.
- Tide gauge: Alat pengukur pasang surut air laut. Perubahan muka air laut akan direkam oleh tide gauge. Alat ini ditempatkan di pantai untuk mengetahui tsunami sudah tiba di pantai atau sudah reda. Tide gauge dioperasikan oleh BIG dan datanya diterima secara real time oleh BMKG.
- Jaringan closed circuit television atau CCTV: Perangkat kamera video digital ini dipakai untuk memantau area publik, termasuk memantau datangnya tsunami. CCTV ini diletakkan di beberapa pantai dan tersambung secara online ke kantor Pusat Peringatan Dini Tsunami di Jakarta.
- Jaringan GPS: Berfungsi untuk menentukan posisi di permukaan bumi yang dinyatakan dengan koordinat geografis (garis bujur, garis lintang, dan ketinggian). Fungsi lainnya adalah mengukur perubahan posisi lempeng bumi setelah terjadi gempa.
- Radar tsunami: Awalnya, radar tsunami tidak menjadi bagian dari InaTEWS. Sistem peralatan ini mampu mendeteksi datangnya tsunami dari jarak 150 kilometer di tengah laut hingga menuju pantai. Radar ini memancarkan gelombang elektromagnetik frekuensi tinggi untuk meningkatkan ketelitian dan konfirmasi terjadinya tsunami.
4. Selain itu, InaTEWS menggunakan perangkat lunak DSS

Selain menggunakan perangkat lunak SeisComP3 untuk pengolahan dan analisis data, InaTEWS juga memakai decision support system (DSS) untuk menghasilkan peringatan dini tsunami secara cepat dan akurat.
DSS mengumpulkan semua informasi dari kelompok sensor untuk memutuskan apakah tsunami benar terjadi atau tidak. Kita akan mengetahui daerah mana saja yang akan terdampak dan status peringatan di daerah itu, serta perkiraan waktu kedatangan tsunami dan prediksi tinggi gelombang.
DSS bekerja setelah memperoleh masukan parameter gempa bumi yang dikirim oleh SeisComP3. Jika sumber gempa berlokasi di Samudera Hindia, barat daya Sumatra, selatan Jawa, dan selatan Sumbawa, DSS akan membandingkan dengan database tsunami yang telah ada.
Tetapi, jika sumber gempa berada di lokasi lain, DSS akan berintegrasi dengan software Cosywawe untuk membuat skenario ancaman tsunami jika kriteria gempa berpotensi tsunami terpenuhi. Setelah memverifikasi informasinya, petugas akan menyebarluaskan berita gempa bumi atau peringatan dini tsunami kepada publik.