Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Kenapa Gurita Makan Tangannya Sendiri? Ini Sebabnya!

ilustrasi gurita (pexels.com/Pia B)
Intinya sih...
  • Gurita menggigit dan memakan tangannya sendiri, bukan karena lapar, tetapi karena infeksi yang menyerang sistem saraf
  • Fenomena automutilation pada gurita lebih sering terjadi di penangkaran, akibat stres dan lingkungan yang kurang baik
  • Pada beberapa spesies gurita betina, perilaku ini adalah bagian dari siklus hidup yang sudah tertanam dalam tubuh mereka setelah bertelur

Gurita dikenal sebagai makhluk laut yang luar biasa cerdas. Mereka bisa menyamar dalam sekejap, meloloskan diri dari celah sekecil apa pun, bahkan memecahkan teka-teki layaknya ilmuwan bawah laut. Tapi ada satu perilaku yang bikin banyak orang bertanya-tanya—beberapa gurita justru menggigit dan memakan tangannya sendiri.

Awalnya, ilmuwan mengira ini cuma soal lapar yang tak tertahankan. Tapi setelah diberi makan lebih banyak, mereka tetap melakukannya. Kalau bukan karena perut kosong, lalu apa yang sebenarnya terjadi? Kenapa makhluk secerdas ini bisa sampai menyakiti dirinya sendiri?

1. Infeksi yang membajak pikiran

ilustrasi gurita (pexels.com/Ashley Christiano)

Fenomena ini disebut automutilation, kondisi di mana seekor hewan tanpa sadar melukai tubuhnya sendiri. Pada gurita, salah satu pemicunya adalah infeksi yang menyerang sistem saraf. Begitu penyakit ini menyelinap, sinyal di otaknya jadi kacau, membuat tubuhnya bertindak di luar kendali.

Penelitian Dr. Bernd Budelmann mencatat bahwa sebelum mulai menggigit tangannya, gurita menunjukkan tanda-tanda aneh. Tentakelnya seperti punya kehendak sendiri, bergerak tanpa arah. Tubuhnya limbung, gerakannya tak lagi selaras. Beberapa hari kemudian, mereka mulai menggigit satu atau dua tangannya, lalu perlahan melemah hingga akhirnya mati dalam hitungan hari.

Yang bikin ilmuwan makin bingung, ketika otak mereka diperiksa, tak ditemukan kerusakan yang jelas. Bahkan, beberapa gurita hanya menggigit tangannya tanpa benar-benar menelannya. Ini menandakan bahwa perilaku tersebut bukan karena lapar, melainkan karena ada sesuatu di dalam tubuhnya yang diam-diam berkhianat—seolah sistem sarafnya kehilangan arah dan mulai menyerang dirinya sendiri.

2. Stres berat yang meledak tanpa jalan keluar

ilustrasi gurita (pexels.com/yu zhang)

Di alam liar, gurita hidup semaunya. Mereka bisa menyelinap ke celah karang, berburu dengan taktik jitu, atau sekadar melarikan diri saat merasa terancam. Tapi begitu masuk ke dalam akuarium, dunia mereka tiba-tiba mengecil. Tak ada lagi tantangan berburu, tak ada tempat bersembunyi, dan ruang gerak pun jadi terbatas.

Stres pun mulai menumpuk tanpa jalan keluar. Ilmuwan menemukan bahwa fenomena ini lebih sering terjadi pada gurita yang hidup di penangkaran. Kualitas air yang kurang baik, lingkungan yang monoton, serta minimnya rangsangan membuat mental mereka perlahan goyah. Saat tekanan ini mencapai batas, beberapa gurita mulai melakukan autophagy—menggigit tangannya sendiri sebagai bentuk pelampiasan dari stres yang sudah tak tertahankan.

Gurita bukan sekadar hewan laut biasa. Sistem saraf mereka luar biasa kompleks, bahkan lebih maju dibandingkan banyak makhluk lain. Itu sebabnya, perubahan lingkungan yang drastis bisa membuat keseimbangan mental mereka terguncang. Dalam kondisi serba buntu, mereka akhirnya mengambil jalan yang paling ekstrem—mirip seperti manusia yang, saat tak punya pilihan, bisa bertindak di luar nalar.

3. Program kematian yang sudah tertanam

ilustrasi gurita (pexels.com/Mr Alex Photography)

Pada beberapa spesies, terutama gurita betina, perilaku ini bukan sekadar efek samping stres atau infeksi. Ini adalah bagian dari siklus hidup yang sudah tertanam dalam tubuh mereka. Begitu bertelur, sistem tubuhnya berubah, dan perlahan-lahan, mereka seakan menekan tombol penghancuran diri sendiri.

Penelitian dari Live Science menemukan bahwa setelah bertelur, kelenjar optik gurita mulai memproduksi lebih banyak hormon steroid. Lonjakan hormon ini membuat mereka berhenti makan, tubuhnya melemah, dan akhirnya mulai melukai diri sendiri. Beberapa bahkan menghantam tubuhnya ke batu atau menggigit tangannya sampai habis.

Yang menarik, ketika ilmuwan mengangkat kelenjar optik ini, gurita bisa hidup lebih lama dan tak menunjukkan perilaku destruktif. Ini membuktikan bahwa mereka memang diprogram untuk mati setelah bertelur. Dugaan sementara, ini adalah mekanisme alami agar bayi gurita bisa bertahan hidup tanpa ancaman dari induknya sendiri—karena gurita dikenal sebagai kanibal yang tak segan memangsa anaknya jika masih ada di sekitar mereka.

Gurita yang memakan tangannya sendiri memang terdengar seperti adegan film horor, tapi bukan tanpa alasan. Infeksi yang mengganggu sistem saraf, stres akibat lingkungan yang terbatas, dan perubahan hormon setelah bertelur adalah tiga faktor utama di balik fenomena ini.

Pada akhirnya, di balik kecerdasan dan kemampuan luar biasanya, gurita tetap tunduk pada mekanisme tubuhnya sendiri. Fenomena ini bukan sekadar tindakan irasional, melainkan pengingat bahwa bahkan makhluk secerdas gurita pun tak bisa melawan takdir biologisnya.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Siantita Novaya
EditorSiantita Novaya
Follow Us