Sejarah Stadion Kanjuruhan, Saksi Bisu Tragedi Sepak Bola Berdarah

Saksi bisu peristiwa sejarah dalam sepak bola Indonesia

Catatan kelam sepak bola Indonesia kembali bertambah. Data terakhir dari Polri menyebutkan sekitar 120 orang dilaporkan meninggal dunia di Stadion Kanjuruhan, Malang, usai menyaksikan laga Arema FC melawan Persebaya.

Momen yang seharusnya menjadi ajang solidaritas berubah jadi arena berdarah. Berdasarkan data Priceonomics, jumlah korban tewas tersebut membuat Indonesia mampu menggeser posisi kedua jumlah korban terbanyak akibat kericuhan sepak bola.

Menjadi saksi bisu tragedi mengenaskan, bertambah pula catatan sejarah Stadion Kanjuruhan. Berikut catatan pembangunan stadion hingga digunakan sebagai arena pertandingan sepak bola nasional.

Sejarah Stadion Kanjuruhan

Pembangunan Stadion Kanjuruhan dimulai pada 1997 dengan menelan biaya hingga Rp35 miliar. Proses pembangunannya memakan waktu sekitar 7 tahun, hingga akhirnya diresmikan oleh Presiden Megawati Soekarnoputri pada 9 Juni 2004. 

Penggunaan stadion milik Pemerintah Kabupaten Malang ini ditandai dengan gelaran pertandingan kompetisi Divisi I Liga Pertamina Tahun 2004. Pertandingan antara Arema Malang melawan PSS Sleman ini, dimenangkan oleh skuad Malang 1-0.

Kemudian, Arema dan Aremania pindah dari kandang lama Stadion Gajayana, Kota Malang ke Stadion Kanjuruhan, Kabupaten Malang. Stadion baru Arema ini memiliki kapasitas 42.449 dengan luas kurang lebih 3,5 hektare.

Nama 'Kanjuruhan' sendiri diambil dari nama sebuah kerajaan Hindu yang berdiri pada abad ke-6 di wilayah Malang sekarang. Bukti keberadaan kerajaan ini termuat dalam prasasti Dinoyo yang mencatat bahwa Malang sebagai pusat aktivitas budaya dan politik  tahun 740-1414. 

Mengalami renovasi

Sejarah Stadion Kanjuruhan, Saksi Bisu Tragedi Sepak Bola Berdarahilustrasi stadion (pexels.com/Pixabay)

Pada 2010 dalam sejarah, Stadion Kanjuruhan mengalami renovasi pertama. Renovasi dilakukan dengan penambahan daya pencahayaan guna memenuhi syarat mengikuti Liga Champions AFC 2011. 

Renovasi kedua dilakukan pada musim 2014. Stadion Kanjuruhan mendapatkan tambahan satu tribun berdiri. Tribun ini berada di sekeliling sentel ban dengan pagar yang memisahkan tribun dengan lapangan.

Penambahan tribun ini membulatkan kapasitas stadion menjadi 45 ribu penonton. Renovasi ini dilakukan guna mengantisipasi membludaknya Aremania pada laga-laga yang bertajuk big-match.

Renovasi kembali dilakukan jelang menyambut Piala Presiden 2022. Setelah sempat tidak digunakan selama pandemi, Pemerintah Kabupaten Malang bersama Manajemen Arema FC melakukan pembaharuan beberapa fasilitas stadion. 

Baca Juga: Sejarah Penciptaan Jam Matahari, Benarkah Berasal dari Mesir?

'Rumah' bagi Arema dan Aremania

Dilansir laman Kanjuruhan, Stadion Kanjuruhan menjadi 'rumah' bagi Arema dan Aremania. Di tempat ini pula klub bola beserta suporternya mendapatkan berbagai penghargaan. Sebut saja mahkota Copa Indonesia 2005 dan 2006, Indonesia Super League (ISL), Pemain Terbaik ISL 2009-2010 oleh Kurnia Meiga Hermansyah, hingga The Best Suporter di ajang Copa Indonesia 2006 untuk Aremania. 

Bukan hanya pemain dan pendukung, Stadion Kanjuruhan juga menjadi sejarah Panpel Arema mendapatkan gelar Panpel Terbaik dalam ISL 2009-2010. Kerja sama Aremania menyokong Panpel Arema mencatatkan rataan penonton tertinggi se-Asia Tenggara untuk musim kompetisi 2009-2010 dan 2010-2011.

Sejarah Stadion Kanjuruhan juga mencatat, heroiknya Aremania dalam mendukung Arema. Dibuktikan dengan aksi pengibaran bendera raksasa berlogo Arema. Seperti halnya, aksi kolosal One Incredible Blue (OIB) pada musim 2014 dan One Soul One Nation 2016 lalu.

Meski demikian, Stadio Kanjuruhan juga sempat menjadi stadion 'yang ditinggalkan' di ISL musim 2011-2012. Dari 45 ribu kursi, hanya terisi tak lebih dari seribu, akibat dualisme klub Arema pada masa tersebut. 

Saksi bisu tragedi kericuhan

Sejarah Stadion Kanjuruhan, Saksi Bisu Tragedi Sepak Bola BerdarahAremania saat memberi dukungan di stadion (instagram.com/malangfootballfans)

Peristiwa berdarah 1 Oktober 2022 bukanlah yang pertama, tetapi jelas yang terparah. Sebelumnya, sejarah Stadion Kanjuruhan juga pernah mencatat bentrok pada 13 Juli 2005. Tragedi ini terjadi saat Arema mengalahkan Persija Jakarta 1-0. Kericuhan tersebut bahkan merubuhkan pembatas tribun. Akibatnya, seorang Aremania berusia 16 tahun meninggal dunia dan puluhan orang terluka.

Tragedi serupa terjadi pada 15 April 2018. Kisah sendu sepak bola Indonesia terulang usai laga Arema melawan Persib Bandung yang berakhir imbang 2-2. Kerusuhan pecah akibat suporter yang merasa tidak terima akibat wasit yang dinilai tak adil. Menurut Manajemen Arema FC saat itu, sebanyak 214 orang menjalani perawatan di rumah sakit akibat semprotan gas air mata dan seorang Aremania meninggal dunia.

Seolah terus berulang, sejarah Stadion Kanjuruhan kembali harus mencatat kisah pahit suporter kala mendukung tim kesayangan. Dengan seluruh nama korban, penting bagi penyelenggara untuk kembali mengevaluasi demi menghapus catatan gelap agar tidak lagi terulang. 

Baca Juga: Sejarah Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro Karya Raden Saleh

Topik:

  • Laili Zain
  • Lea Lyliana
  • Stella Azasya
  • Bayu Aditya Suryanto

Berita Terkini Lainnya