Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Sejarah Jin, Makhluk Gaib dalam Ajaran Islam dan Budaya Arab

ilustrasi jin (pixabay.com/Frank Davis)
ilustrasi jin (pixabay.com/Frank Davis)

Seperti kebanyakan makhluk mitologi, jin terkenal di Timur Tengah hingga menjadi animasi dalam film Disney. Sejujurnya, banyak sekali cerita rakyat tentang jin. Namun, jin tidak hanya sebatas dalam cerita fiksi yang mengisahkan jin berada di dalam lampu ajaib, seperti dalam sinetron Jinny oh Jinny atau Aladdin-nya Disney.

Jin dalam ajaran Islam bukanlah sosok yang bisa memberikanmu tiga permintaan. Lebih dari itu, jin merupakan bagian penting dari sejarah, budaya, dan agama di Timur Tengah, terutama agama Islam. Lalu, bagaimana legenda jin ini bisa berkembang? Dari mana sumber dan asal usulnya? Mari kita bahas!

1. Jin sudah ada jauh sebelum ajaran Islam yang dibawa Nabi Muhammad

relief pualam dari Mesopotamia kuno di Nimrud (sekarang Ninawa, Irak), Mesopotamia, periode Neo-Asyur, pemerintahan Tiglath-pileser III, sekitar 728 SM di Museum Inggris, London. (commons.wikimedia.org/Osama Shukir Muhammed Amin FRCP)
relief pualam dari Mesopotamia kuno di Nimrud (sekarang Ninawa, Irak), Mesopotamia, periode Neo-Asyur, pemerintahan Tiglath-pileser III, sekitar 728 SM di Museum Inggris, London. (commons.wikimedia.org/Osama Shukir Muhammed Amin FRCP)

Pernah dengar dongeng Seribu Satu Malam yang muncul pada abad ke-18? Jika iya, berarti kamu tahu ada kisah tentang jin. Nah, jika kamu beragama Islam, kamu pasti paham bahwa jin tidak sama seperti yang muncul dalam dongeng Timur Tengah maupun film Barat. Terlepas dari itu, bukti arkeologi dan ilmiah menemukan fakta yang mencengangkan kalau jin bahkan sudah ada jauh sebelum Nabi Muhammad SAW membawa ajaran Islam.

Munculnya jin sebelum adanya ajaran Islam dipercaya secara luas di kalangan sarjana, tetapi asal usulnya sulit dipastikan. Beberapa sejarawan, menurut buku yang ditulis Amira El-Zein berjudul The Evolution of the Concept of the Jinn (1995), percaya bahwa jin adalah adaptasi dari Mesopotamia kuno. Sementara itu, ada yang berpendapat bahwa jin hadir karena pengaruh budaya Persia.

Namun, kebanyakan orang meyakini bahwa Jazirah Arab dan agama Islam merupakan berkembangnya kepercayaan jin seperti yang kita lihat saat ini. Keberadaan jin ditegaskan dalam Al-Qurʾan, dalam surat Al-Hijr: 27, disebutkan bahwa jin diciptakan sebelum manusia. Hal yang sama juga ditegaskan dalam kisah Nabi Adam dan Iblis (jin) yang diceritakan dalam Al-Quran.

2. Jin masuk ke dalam kisah penciptaan dalam Al-Qur'an dan ajaran Islam

ilustrasi jin (pixabay.com/Frank Davis)
ilustrasi jin (pixabay.com/Frank Davis)

Ada benang merah dalam sejarah yang menghubungkan agama-agama baru dengan agama-agama lama. Ketika sebuah agama baru muncul, ada aspek-aspek lama yang dibungkus ke dalam ajaran baru. Jin Islam dan pra Islam tidak terkecuali.

Dalam tradisi Islam, jin sudah ada sebelum manusia. Yap, Jin sudah ada sebelum semua makhluk hidup diciptakan ke bumi, dan menjadi ciptaan Tuhan pertama. Jin bukanlah malaikat yang mendiami surga, melainkan makhluk tak kasat mata (gaib) yang diciptakan oleh Allah dari api. Sementara itu, manusia diciptakan dari tanah liat dan malaikat diciptakan dari cahaya.

Selain itu, setiap makhluk diciptakan pada harinya masing-masing.Malaikat pada hari Rabu, Jin pada hari Kamis, dan manusia pada hari Jumat. Akan tetapi, beberapa orang beriman berpendapat bahwa hari-hari tersebut terpisah selama ribuan tahun.

3. Jin tidak selalu mengabulkan keinginan, mereka bisa menjadi makhluk yang sangat jahat sekaligus gampang diperintah

ilustrasi Kisah Nelayan dan Jin dari Seribu Satu Malam (commons.wikimedia.org/William Harvey)
ilustrasi Kisah Nelayan dan Jin dari Seribu Satu Malam (commons.wikimedia.org/William Harvey)

Dalam kisah 1001 Malam yang berjudul "Nelayan dan Jin," seorang lelaki tua memancing sebuah botol berisi jin yang dijebak oleh Nabi Sulaiman. Jin itu pun mengatakan bahwa dia akan membunuh siapa pun yang membuka tutup botolnya. Namun, karena lelaki tua ini cerdik, dia berhasil menipu Jin agar kembali ke botolnya. Lalu dengan sigap, si lelaki tua menutup kembali botol tersebut dan membuangnya ke lautan.

Nah, menurut cerita tersebut, jin sebenarnya mampu dikelabuhi oleh siapa pun, termasuk manusia. Jadi, bisa kita simpulkan, jin bukanlah makhluk yang memiliki kekuatan besar. Jin lebih mirip seperti budak yang memiliki kekuatan untuk mewujudkannya lewat permintaan majikannya.

4. Jin adalah makhluk yang dapat berubah bentuk

ilustrasi ular (pixabay.com/Pete Linforth)
ilustrasi ular (pixabay.com/Pete Linforth)

Mitologi sebenarnya diwariskan secara turun-temurun melalui tradisi lisan, seperti dongeng yang diceritakan dari mulut ke mulut. Mengenai jin, beberapa kepercayaan percaya kalau tidak semua orang bisa melihat jin. Jin hanya menampakkan dirinya kepada orang-orang tertentu saja. Dalam agama Islam, jin hanya menampakkan diri kepada orang-orang beriman, seperti nabi. Selain itu, mereka juga muncul ketika membisikkan kejahatan kepada manusia.

Diyakini bahwa jin bisa berubah menjadi hewan, seperti ketika mereka menampakkan dirinya di depan Nabi Sulaiman. Terkadang, makhluk ini juga bisa menjelma menjadi manusia. Meskipun begitu, jin lebih sering muncul sebagai ular atau anjing. Bahkan, jin jahat dipercaya akan muncul sebagai anjing hitam atau kucing hitam.

5. Jin menjadi bagian besar dari budaya muslim dan Arab

ilustrasi membaca Al-Quran (pixabay.com/Ali Burhan)
ilustrasi membaca Al-Quran (pixabay.com/Ali Burhan)

Kisah-kisah jin dalam cerita rakyat memiliki pengaruh pada masyarakat yang hidup dalam tradisi Arab dan muslim saat ini. Artinya, jika jin ada dalam kitab suci, umat Islam juga harus percaya terhadap adanya jin. 

Di beberapa kepercayaan Islam, khususnya di Indonesia, kita diminta untuk tidak menyakiti hewan-hewan tertentu, meminta izin sebelum membuang air panas ke tanah, atau meminta izin saat buang air kecil di tempat tak biasa. Hal ini dilakukan supaya kita tidak sengaja menyakiti penunggu di tempat tersebut, seperti jin atau makhluk tak kasat mata lainnya. Selain itu, kita juga tidak boleh membicarakan jin sembarangan, karena takut jika mereka terganggu.

6. Tidak seperti malaikat dan setan, jin memiliki pilihan yang sama seperti manusia

Faramarz membunuh jin, atau kisah Persia abad ke-10 (commons.wikimedia.org/Shah Namah)
Faramarz membunuh jin, atau kisah Persia abad ke-10 (commons.wikimedia.org/Shah Namah)

Jin diciptakan di Bumi dengan tujuan yang sama dengan manusia, yakni untuk menyembah Allah SWT. Seperti manusia, jin bisa memilih untuk menjadi muslim atau tidak. Makanya, kamu pasti pernah mendengar istilah jin baik dan jin jahat.

Menurut jurnal yang diterbitkan oleh Journal of Adventist Mission Studies berjudul "A Brief Overview of al Jinn within Islamic Cosmology and Religiosity" (2015), pada awal sebelum manusia diciptakan, banyak jin yang membangkang dan tidak mau menyembah Allah SWT. Karena Allah SWT murka, Dia pun memusnahkan sebagian besar jin. Namun, jin tidak punah karena mereka hampir sama dengan manusia. Jin bisa berkembang biak, memiliki pasangan, melahirkan, dan mereka pun bisa mati.

7. Penyakit mental sering kali dikaitkan dengan kerasukan jin

ilustrasi ruqyah (commons.wikimedia.org/Ruqyahcirebonnn)
ilustrasi ruqyah (commons.wikimedia.org/Ruqyahcirebonnn)

Salah satu kekuatan jin adalah merasuki manusia, yang hanya bisa dilakukan jin saat manusia dalam kondisi spiritual yang lemah, seperti merasakan kesedihan yang mendalam atau goyahnya keyakinan manusia. Tak hanya itu, kerasukan diyakini dapat menimbulkan penyakit dan dierep-erep (ketindihan saat tidur). Apakah kepercayaan ini ada sangkut pautnya dengan jin?

Profesor Swaran Singh dari Sekolah Kedokteran Warwick membahas sebuah studi (penelitian) yang dilakukannya selama 5 tahun tentang masalah kerasukan jin. Ia menjelaskan hal ini kepada BBC, bahwa masyarakat yang masih percaya pada jin, punya kecenderungan untuk mencari bantuan secara agama (misalnya praktik ruqyah). Menurutnya, masyarakat yang mengaku kerasukan jin biasanya mengalami masalah kesehatan mental yang ekstrem, seperti skizofrenia.

Beberapa pasien dalam penelitian ini bahkan tidak mendapatkan bantuan secara medis maupun psikologis selama lebih dari 1 dekade, karena mereka menganggap penyakit mereka berasal dari kerasukan jin. Istilahnya, mereka cenderung mengabaikan fakta ilmiah. Dalam satu kasus, anggota keluarganya sendiri bahkan secara tidak sengaja membunuh seorang perempuan saat ingin mengusir jin yang merasukinya. Percaya atau tidak, kisah manusia bisa lebih mengerikan daripada kerasukan jin.

8. Status jin semakin rendah setelah masuknya Islam

ilustrasi kisah Jin dalam Kisah Seribu Satu Malam (commons.wikimedia.org/John Tenniel)
ilustrasi kisah Jin dalam Kisah Seribu Satu Malam (commons.wikimedia.org/John Tenniel)

Buku American Gods karya Neil Gaiman menggambarkan jin (dewa-dewa lain) yang dilupakan atau direndahkan derajatnya selama berabad-abad. Buku ini menjelaskan bagaimana dewa-dewa kuno sering kali direndahkan derajatnya agar agama monoteistik bisa diterima lebih baik.

Jauh sebelum jin menjadi bagian dari agama Islam, jin justru disembah seperti dewa yang derajatnya lebih rendah dalam mitologi Tiongkok Kuno dan Shinto. Jin tidak dianggap sebagai dewa karena mereka memiliki rentang hidup, seperti halnya manusia. Pasalnya, dewa tidak mungkin mati karena masalah usia.

Menurut buku Shiavault berjudul The Worshipping of Jinn and Angels, penyembahan jin tersebar luas di seluruh Arab pada satu periode tertentu dalam sejarah. Namun, dalam agama Islam, Al-Qur'an melarang manusia menyembah makhluk apa pun yang bukan Allah SWT. Itu berarti, menyembah jin sangat dilarang.

Nah, dengan menyebarnya agama Islam, jin yang dulu dikenal sangat kuat justru digambarkan sebagai makhluk yang bisa merasuki manusia, jin juga dianggap lebih kuat dan jauh lebih cepat dari pada manusia. Tak hanya itu, Jin bisa berubah bentuk, tetapi tidak bisa melakukan mukjizat. Mereka bisa dikalahkan dengan firman Tuhan, jadi tidak perlu lagi jimat atau ilmu gaib. Jin pun tidak ada apa-apanya di bawah kekuasaan Allah SWT. 

9. Jin Qorin dan inspirasinya terhadap karya seni

lukisan yang mengilustrasikan Abu Nawas sedang dengan seorang gadis dalam buku Abu Nuwas fi Mabadhilih wa Hayatihi al-lahiya (commons.wikimedia.org/Hamid)
lukisan yang mengilustrasikan Abu Nawas sedang dengan seorang gadis dalam buku Abu Nuwas fi Mabadhilih wa Hayatihi al-lahiya (commons.wikimedia.org/Hamid)

Ada korelasi menarik antara jin dengan daimon dalam jajaran dewa Yunani Kuno. Dalam mitologi Yunani Kuno, setiap manusia memiliki daimon mereka sendiri, mirip seperti malaikat pelindung. Sama seperti ajaran Islam, dalam Al-Quran, setiap manusia memiliki jin yang ditugaskan untuk menjaga manusia, yaitu jin qorin.

Dikutip Huffington Post, cukup banyak penyair dalam sejarah yang mengaku bahwa karya mereka terinspirasi oleh jin. Penyair Arab Kuthayyir 'Azzah, yang hidup pada masa Islam, misalnya, mengklaim bahwa puisinya dibacakan kepadanya oleh jin qorin miliknya. Itu sebabnya, ia menulis puisinya mengalir begitu saja. Penyair lain, seperti Hassan ibn Thabit dan Abu Nawas, juga mengklaim bahwa karya mereka terinspirasi oleh bisikan jin qorin.

10. Bisakah jin berinteraksi dengan manusia secara fisik?

ilustrasi yang menggambarkan jin dan manusia dalam lukisan Palis dari Kitāb-i ʻAjāʾib-i makhlūqāt, 1921 (commons.wikimedia.org/AimanAbir18plus)
ilustrasi yang menggambarkan jin dan manusia dalam lukisan Palis dari Kitāb-i ʻAjāʾib-i makhlūqāt, 1921 (commons.wikimedia.org/AimanAbir18plus)

Kita sudah membahas bahwa jin dapat merasuki manusia atau memengaruhi manusia lewat bisikan. Selain itu, jin memiliki hasrat yang sangat manusiawi. Namun, apa jadinya jika hasrat jin ini digunakan mereka untuk berhubungan seksual dengan manusia? Apalagi, jin punya keahlian untuk berubah bentuk, kan.

Sebagaimana yang dijelaskan Lapham's Quarterly, jin dalam cerita rakyat punya hasrat yang kuat untuk melakukan hubungan intim dengan manusia. Sangking tidak bisa dibendungnya, jin jantan bisa menyelinap ke kamar tidur perempuan yang sudah bersuami, dan jin merasuki suami si perempuan ini. Mungkinkah hal ini bisa terjadi?

Ternyata, persetubuhan antara manusia dan jin dapat menghasilkan keturunan yang disebut "khunnas" atau "Nasnas." Nasnas hanya memiliki setengah badan manusia. Bisa dibilang, kepala, badan, lengan, dan kakinya hanya separuh saja. Eits, tapi ingat, ya! Ini hanya cerita rakyat Arab. Dalam ajaran Islam, tidak ada hadist atau ayat dalam Al-Quran yang menyatakan kalau jin dan manusia bisa berhubungan badan, apalagi berkembang biak.

Dalam laporan BBC, pada 2009, sebuah keluarga di Arab Saudi menuntut jin ke pengadilan karena dianggap mencuri ponsel dan suka melemparkan batu ke arah mereka. Keluarga itu menuduh bahwa jin tersebut mengganggu agar mereka pindah dari rumah baru. Namun, kasus tersebut tidak dilanjutkan karena pengadilan tidak memiliki cukup bukti. Ada-ada saja, ya!

11. Macam-macam jin

ilustrasi jin (commons.wikimedia.org/Oxford Digital Library/MartinPoulter)
ilustrasi jin (commons.wikimedia.org/Oxford Digital Library/MartinPoulter)

Jin datang dalam berbagai jenis. Dalam ajaran Islam, ada tiga jenis jin, yakni jin bersayap yang bisa terbang, jin yang menyerupai anjing dan ular, dan jin yang bisa berpindah-pindah. Lalu ada Ghoul, jin yang berubah bentuk, suka memangsa manusia dan memakan daging manusia, yang dikategorikan sebagai jin.

Namun, Amira El-Zein, dalam bukunya yang berjudul Islam, Arabs, and the Intelligent World of the Jinn, mengatakan bahwa jin diklasifikasikan sebagai jin marid dan ifrit. Marid merupakan jin tertua dan juga yang paling kuat, dan jin ini berwarna biru. Jin ifrit tidak sekuat marid. Mereka muncul sebagai asap dan memiliki sayap. Di samping itu, jin marid adalah jin yang paling jahat.

Jin, bagaimanapun juga, merupakan makhluk yang tak terlihat. Umat Islam memang wajib hukumnya memercayai adanya jin. Meski begitu, sejarah lagi-lagi mengungkapkan fakta yang jauh lebih mencengangkan dari yang kita duga.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Amelia Solekha
EditorAmelia Solekha
Follow Us