10 Atlet Dunia yang Tak Lupakan Pendidikan Meski Aktif Berkarier

Tak hanya seorang poliglot, Romelu Lukaku juga berhasil menyelesaikan pendidikan S1 di jurusan Hubungan Masyarakat. Ketekunannya menamatkan kuliah terpupuk sejak kecil. Lewat Telegraph, ia mengatakan bahwa Belgia sangat ketat tentang pendidikan.

Jika ia tidak berprestasi di sekolah, ia tak akan dapat izin untuk berlatih sepak bola di akhir pekan. Ia menambahkan bahwa dalam sepak bola tak ada yang pasti. Pemain bisa mengalami cedera dan tak lagi bisa bertanding. Ijazah atau diploma adalah bekal untuk masa depannya.

Sama dengan Lukaku, Daler Kuziaev juga membekali diri dengan pendidikan setinggi-tingginya. Ia mengambil kuliah S1 dan S2 di jurusan Manajemen dalam enam tahun sekaligus tanpa jeda sembari membangun kariernya sebagai atlet profesional di Akhmat Grozny. Daler meraih gelar master pada tahun 2017 dan tepat setelah itu ia mendapat tawaran kontrak dengan Zenit St. Petersburg serta Timnas Rusia.

Begitu pula dengan rekan setim Daler Kuziaev di timnas Rusia, Georgi Dzhikiya, yang baru saja meraih gelar masternya di bidang pendidikan olahraga akhir tahun 2020 lalu. Kabar gembira ini dibagikan di laman Instagram resmi Timnas Sepak Bola Rusia.

Setelah sepuluh tahun, akhirnya Robert Lewandowski berhasil lulus dari program sarjana di Warsaw's School of Education in Sport jurusan Pendidikan Olahraga dengan fokus coaching dan manajemen. Berita membanggakan ini dibagikannya pada tahun 2018 lalu, tepat saat Piala Dunia bergulir.

Dari cabang skateboard, mari berkenalan dengan Alexis Sablone yang menjadi perwakilan Amerika Serikat di dua Olimpiade secara berturut-turut. Selain berkiprah sebagai atlet, Alexis ternyata seorang seniman dan arsitek. Ia menamatkan kuliah S-1-nya di Columbia University dan melanjutkan S2 di jurusan Arsitektur di MIT. Benar-benar cemerlang!

Meski telah berprestasi di lapangan, petenis Venus Williams tak melupakan pendidikan. Ia berhasil mendapatkan gelar Sarjana Administrasi Bisnis dari Indiana University East. Kuliahnya ia selesaikan secara daring mengingat Venus harus bepergian secara berkala untuk mengikuti berbagai turnamen.

Tak seperti kebanyakan pesepak bola yang memulai kariernya sedini mungkin, karier Yuto dimulai pascalulus dari Fakultas Ilmu Politik dan Ekonomi Universitas Meiji pada tahun 2009. Ia sempat bermain di FC Tokyo sebelum hijrah ke Eropa. Kini, ia masih aktif sebagai pemain di klub Marseille dan Timnas Jepang.

Tomori mendedikasikan sebagian waktunya setiap hari untuk belajar manajemen bisnis di sebuah kampus daring di Inggris. Ia melakukannya sambil tetap eksis menjadi pemain Chelsea dan Timnas Inggris. Ketika lockdown tahun 2020 kemarin, ia dapat banyak waktu untuk menyelesaikan tugas-tugas kuliahnya. Menurutnya, ini bekalnya nanti ketika tak lagi bermain sepak bola.

Kebanyakan atlet profesional di Amerika Serikat terlatih sejak SMA dan kuliah. Tak heran jika banyak nama-nama atlet yang terafiliasi dengan kampus tertentu. Salah satunya Jaylen Brown yang dikenal sebagai salah satu atlet prodigy. Tak hanya berbakat di lapangan, ia adalah siswa yang berprestasi sejak zaman sekolah. Jaylen dapat banyak beasiswa untuk kuliah karena kepandaian dan kepiawaiannya bermain basket, termasuk Harvard dan MIT.

Ia memilih University of California sebagai tempatnya menimba ilmu. Di semester awal, ia bahkan sudah mengambil beberapa kelas yang sebenarnya ditujukan untuk mahasiswa pascasarjana.

Masih dari Amerika Serikat, ada Aaron Donald yang menambah daftar panjang atlet profesional yang tak melupakan pendidikan. Kuliahnya di University of Pittsburgh sempat terhenti karena kesibukannya berkarier di NFL. Namun, beberapa waktu lalu, Aaron berhasil menamatkan kuliahnya dan lulus dengan gelar Sarjana Komunikasi.

Salut dengan ketekunan para atlet di atas. Tentu bukan hal mudah membagi waktu antara karier di bidang olahraga yang menguras fisik dengan kuliah. Namun, mereka mampu membuktikan kalau apapun bisa diraih dengan kerja keras, disiplin, dan manajemen waktu yang mumpuni.