DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan Naufal

Rehan memang terlahir untuk bulu tangkis

Jakarta, IDN Times - Bulu tangkis bak DNA buat Rehan Naufal Kusharjanto, anggota ganda campuran Indonesia. Tak heran, karena Rehan lahir dan tumbuh dalam lingkungan keluarga pebulu tangkis.

Ayahnya adalah Tri Kusharjanto, dan ibunya Sri Untari. Keduanya bukan pebulu tangkis sembarangan, melainkan legenda.

Tri merupakan salah satu andalan Indonesia pada masanya. Dia berhasil pulang dengan medali perak dari Olimpiade 2000, Sydney. Sementara, Sri pernah meraih gelar juara Asia 1992 untuk sektor ganda campuran.

Catatan ayah dan ibunya, tentu jadi standar yang harus dicapai oleh Rehan. Hanya saja, sampai sekarang dia masih kesulitan buat bersaing di pentas dunia.

Tapi, Rehan tak putus asa. Justru, dia memiliki mimpi besar yang diusung. Rehan mau lolos ke Olimpiade 2024, Paris. Modalnya cukup bagus, karena bersama Lisa Ayu Kusumawati, pasangan mainnya, Rehan kini ada di peringkat 14 dunia.

Pun, orang tua Rehan terus memberi dukungan, terutama ibunya. Dia berharap Rehan bisa menembus Olimpiade.

"Saya sudah ngobrol dengan bunda. Saya bilang, ekspektasi harus diturunkan. Semua orang pasti mau main di Olimpiade. Tapi, balik lagi ke diri sendiri. Pantas tidak kita main di situ?" kata Rehan saat ditemui IDN Times di Pelatnas PBSI Cipayung beberapa waktu lalu.

Harapan sang ibu, diakui Rehan cukup membebaninya. Dia meminta agar ibunya bisa mendukung kiprahnya dari event ke event, agar poin race to Olympic bisa dikejar dengan konsisten.

"Saya inginnya fokus per pertandingan. Gak mau terlalu berpikir soal Olimpiade. Terpenting, per pertandingan hasilnya apa pun, kami syukuri," ujar Rehan.

Masih banyak yang diceritakan Rehan tentang impiannya, hingga hidup di keluarga bulu tangkis. Berikut petikan wawancaranya dengan IDN Times.

Ibu dorong kamu ke Olimpiade, sebenarnya ada harapan khusus kah?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalRehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati (instrgam.com/rehannaufalk28)

Waktu itu memang bunda pernah bilang "Gak apa-apa. Yang penting kamu tahun ini merasakan dulu masuk Olimpiade. Biar tahu," gitu lho. Kami kan memperhitungkan, atlet ada masanya. Saya tahun depan sudah masuk 24 tahun. Berarti (Olimpiade 2028) umur 28 tahun, masih bisa untuk bersaing. Masih fit juga. Walaupun, itu sudah empat sampai lima tahun ke depan.

Jadi, bunda saya itu inginnya saya mencoba dulu hawanya seperti apa. Syukur-syukur tampil pertama dapat medali, Alhamdulilah. Tapi yang pasti biar nanti (tampil) kedua (2028) gak kaget, begitu bunda bilang.

Kenapa pada akhirnya minta ekspektasi ibu diturunkan? Terbebani banget?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalRehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati gugur di 32 besar Japan Open 2023 (dok. PP PBSI)

Mungkin karena sejak tur Eropa terakhir itu, hasilnya memang jelek-jelek. Saya juga cedera. Lisa juga sempat cedera di tangan. Persiapan pasti jadi kurang, gak maksimal juga. Dari segi latihan pun gak maksimal. Di hati kecil pasti ada rasa "aduh persiapan saya kurang" gitu pasti ada.

Jadi, saya sekarang inginnya main bagus saja gitu, lho. Tapi, namanya orang tua kan ingin hasil selalu bagus. Jadi, waktu itu saya cerita. Lalu bunda bilang, bukan minta saya selalu juara, enggak. Tapi yang penting mainnya bagus.

Di badminton kan tidak mungkin kita selalu di atas. Bahkan, Zheng Siwei/Huang Yaqiong saja sudah mulai sering kalah. Lawan sudah mulai baca permainannya. Badminton itu bukan seperti matematika yang kalau saya lawan pemain levelnya di bawah, pasti menang.

Lawan kan juga pasti mempelajari permainan saya juga. Sudah ada video juga. Belum lagi kalau kadang-kadang kami turun. Lalu ketika persiapan kurang, penampilan berpengaruh juga.

Sekarang sih, persiapan saya dan Lisa sudah lebih baik. Di Australia memang kalah melawan pemain yang levelnya di atas kami. Kami sudah mulai bisa fight. Sudah mulai dapat feel-nya sedikit demi sedikit.

Baca Juga: Catatan Merah Rehan/Lisa di 6 Turnamen Terakhir

Berarti Rehan memang tipe yang semua hal diceritakan kepada keluarga?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalRehan Naufal Kusharjanto (isntrgam.com/rehannaufalk28)

Sebenarnya mau gimana lagi? Bisa ceritanya kan kalau gak sama pacar sama orang tua. Kalau sama pacar, dia kasih motivasi. Kalau kalah, disemangati lagi. 

Kalau ke ayah dan bunda, mereka kan juga tahu bulu tangkis. Jadi mereka lebih tahu (kondisi dan masalah) saya. Jadi saya cerita ke keduanya.

Jadi, apakah ekspektasi dan prestasi orang tua jadi beban Rehan? Ayah juga pernah main di Olimpiade kan

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalGanda campuran Indonesia, Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati jalani laga debut di Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2022 (dok. PP PBSI)

Sebenarnya, ada beban. Tapi, ya dijadikan saja beban itu sebagai motivasi. Gak gampang juga sebenarnya punya orang tua atlet. Apalagi, ayah bekas pemain Olimpiade juga kan. Gak gampang untuk meneruskan itu.

Apalagi, dengan sekarang sistem poin yang berbeda. Kalau dulu kan masih pindah bola. Sekarang reli poin, jadi beda. 

Kami jadikan motivasi saja. Beban pasti ada. Kalau semua ditargetkan, pasti ada beban. Gak mungkin orang gak ada beban. Tapi, bebannya dijadikan motivasi. Harus bisa berdamai dengan diri sendiri supaya bisa lebih enjoy. Gak usah terlalu dipikirkan. 

Kalau kita main bagus, setiap hari siap, pasti hasilnya akan bagus. Masih banyak pemain yang levelnya di atas seperti Zheng Siwei, Yuta Watanabe, Dechapol Puavaranukroh, dan lain-lain. Itu kan pasti di atas saya juga semua memang levelnya.

Tapi, kan kami juga ingin sekali menembus kemenangan saat melawan mereka. Apalagi di mixed double Indonesia belum ada yang benar-benar memberi kejutan menang lawan mereka. Paling menang setengah game doang seperti saat saya melawan Yuta Watanabe/Arisa Higashino, sayang saja. Memang masih banyak yang perlu dipelajari.

Bagaimana sih rasanya menjadi anak atlet yang berkecimpung di cabor yang sama dengan orang tua?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalRehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati (instagram.com/rehannaufalk28)

Sebenarnya, ayah sama bunda gak pernah targetkan saya untuk ke badminton. Jadi mereka lepas saya, "ya sudah terserah kamu mau olahraga apa". Supaya, jangan terlalu jadi beban buat saya gitu lho.

Awalnya, saya belum terlalu suka badminton. Saya kan belajar badminton itu otodidak. Gak pernah diajarin gitu, bisa sendiri. Dikasih tahu sama ayah, bagaimana cara memukul, tapi gak diajarin mendalam awalnya. Tiba-tiba bisa sendiri.

Tapi, namanya waktu itu masih kecil kali ya, jadi bosan. Sempat gak badminton. Padahal waktu itu ayah buka klub di Yogyakarta. Saya gak mau latihan, saya malah main futsal. Sempat les futsal saya waktu itu. Selain futsal juga sempat mencoba tenis meja.

Jadi, sempat benar-benar gak pegang raket dua sampai tiga bulan. Tapi, waktu kelas enam saya pindah ke Bandung, mulai melihat ayah melatih. Dilihat-lihat, enak juga badminton, seru. Setelah saya lulus kelas enam, saya ditanya mau serius badminton atau sekolah.

Waktu itu, kalau pilih sekolah, ya sudah gak usah badminton lagi. Kalau mau badminton, latihannya harus pagi-sore mulai sekarang. Ya sudah, dari situ saya milih badminton.

Bicara soal persaingan menembus Olimpiade 2024 Paris, kan ada tiga pasangan yang poinnya paling mungkin untuk bersaing. Dua ada di pelatnas, satu ada di luar. Kamu melihat persaingannya bagaimana?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalRehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati melaju ke 16 besar Indonesia Open 2023. (IDN Times/Reynaldy Wiranata)

Kondisi di Indonesia kan gak jauh berbeda dengan Malaysia. Mereka juga ada yang di luar BAM (pelatnas) dan bagus-bagus.

Jadi, yang penting kami selalu bersaing secara jujur dan adil kan gak ada masalah. Siapa yang memang lebih siap, dia yang berhak masuk.

Makanya, dari segi latihan dan pertandingan harus lebih ngoyo lagi. Lebih introspeksi diri kekurangannya apa. Harus lebih bisa melawan diri sendiri sih yang penting.

Waktu pelatihnya masih Nova Widiyanto pun, saya sudah targetkan. Karena sudah dibilang, siapapun boleh asal poinnya masuk. Olimpiade dibuka, silakan. Waktu itu, gak cuma untuk Praveen Jordan/Melati Daeva Oktavianti.

Siapa sih yang gak mau main Olimpiade?

Sebagai penghuni Pelatnas, harapan kamu apakah yang menembus Olimpiade harus penghuni pelatnas atau tidak harus?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan Naufalpotret Rehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati (instagram.com/badminton.ina)

Kalau saya sih ya pasti maunya pelatnas lah keduanya. Apalagi, kami latihan bareng kan di sini juga. Di sini gak ada yang terlalu bagus, gak ada yang tidak bagus.

Kalau di luar pelatnas kan mungkin ada Praveen/Melati. Mereka kan sudah lebih berpengalaman. Kalau latihan pun pasti sudah lebih enak. Ada Dejan (Ferdinansyah)/Gloria (Emanuelle Widjaja). Kak Gloria juga pengalamannya sudah banyak.

Dibandingkan sama kami kan, mereka sudah pernah juara Super Series. Kami paling cuma semifinal, final Super 300. Belum sampai puncak yang final Super Series, Super 500, Super 750 kan belum.

Kalau dari keuntungan, rasanya pasti lebih untung mereka. Tapi, kami juga di sini gak mau kalah. Kami juga mau ke Olimpiade. Di sini kan yang di atas (peringkatnya) untuk Olimpiade saya sama Rinov (Rivaldy)/Pitha (Haningtyas Mentari). Jadi saling bantu. Saling mengingatkan untuk ngoyo.

Biar kami bisa masuk Olimpiade. Kalau memang satu, yang penting Pelatnas. Antara saya atau Rinov/Pitha. Kalau bisa dua, ya dua. Inginnya sih dua. Tapi, kita lihat ke depannya bagaimana. Semua kan sudah diatur sama yang di atas. Kita usaha dan berdoa saja.

Berarti kalau ganda campuran sejauh ini nggak ada pilih-pilih turnamen?

DNA Bulu Tangkis dan Beban Impian Olimpiade Rehan NaufalRehan Naufal Kusharjanto/Lisa Ayu Kusumawati di Kejuaraan Dunia Bulu Tangkis 2023 (dok. PP PBSI)

Gak ada sih. Semua diikutin. Saya sih, apa saja yang diberangkatin, ya sudah saya berangkat. Begitu saja sih.

Kuncinya gak boleh cedera. Jaga kondisi sama fisiknya. Tidurnya juga.

Kalau lagi turnamen kan paling di sana waktu latihan satu setengah jam. Jadi memanfaatkan waktu di saat turnamen juga sebaik-baiknya.

Baca Juga: Rehan/Lisa Mau Jadi Sobat Weekend di Kejuaraan Dunia 2023

Topik:

  • Margith Juita Damanik
  • Satria Permana

Berita Terkini Lainnya