[WANSUS] Keresahan Tondi Syailendra, Regenerasi Timnas Basket Lambat

- Pembinaan usia dini kunci penting dalam membangun fondasi olahraga, terutama bola basket.
- Tondi Raja Syailendra turun gunung untuk bergabung dengan Playfield Academy demi mendongkrak pembinaan usia muda.
- Pentingnya dukungan dari orang tua dalam pembinaan usia dini dan peranannya sebagai jembatan antara orang tua dan pelatih.
Jakarta, IDN Times - Pembinaan usia dini menjadi kunci penting dalam membangun fondasi suatu cabang olahraga. Itu karena kualitas di level akar rumput menentukan kapasitas sebuah tim nasional.
Kurang maksimalnya pembinaan usia dini, khususnya di cabor bola basket turut diresahkan eks asisten pelatih Timnas Basket dan Borneo Hornbills, Tondi Raja Syailendra.
Menurut Tondi, pembinaan usia yang kurang maksimal itu membuat regenerasi Timnas Basket berjalan lambat. Roaster yang hampir selalu sama di setiap turnamen menjadi buktinya.
Oleh karena itu, Tondi memilih turun gunung. Pelatih yang sukses mengantarkan tim basket DKI Jakarta menyabet medali emas PON 2024 itu bergabung dengan Playfield Academy untuk mendongkrak pembinaan usia muda.
Tondi berharap pengalamannya dapat melahirkan banyak pemain potensial bagi Indonesia. Berikut wawancara khusus IDN Times bersama Tondi Raja Syailendra.
Coach, kenapa akhirnya memilih turun gunung dan kembali fokus ke pembinaan usia muda?
Seperti yang pernah saya bilang sebelumnya, regenerasi di tim nasional, baik putra maupun putri, tidak berjalan cepat. Terutama di sektor putra. Untuk putri mungkin ada beberapa yang menonjol seperti Maxine dan Kira, tapi setelah itu tidak ada yang benar-benar terlihat lagi. Jadi, fokus awal saya adalah mempercepat regenerasi.
Selain itu, saya melihat fenomena di kelompok umur di mana banyak pemain berbakat tidak mendapatkan kesempatan karena sudah terkumpul dalam satu klub tertentu.
Di level ini, orang tua punya peran penting. Seperti apa pendekatannya?
Sekarang, peran orang tua juga semakin besar dalam menentukan perjalanan anak-anak mereka di olahraga. Di Playfield, kami berdiskusi dengan para pemilik klub agar situasi ini tidak terjadi di sini. Kami ingin memastikan bahwa setiap pemain dalam satu tim memiliki kesempatan yang sama untuk berkembang dan berkontribusi bagi timnya.
Kami juga ingin membangun sistem di mana orang tua tidak bisa bertindak semena-mena seperti yang kerap terjadi di klub lain. Ini adalah pendekatan baru untuk pembinaan usia dini.
Melatih kelompok umur cukup menantang. Terkadang, ada anak yang berbakat, tapi jika metode latihannya kurang tepat, bisa saja mereka kehilangan minat. Bagaimana Coach menyikapi hal ini?
Dalam pembinaan usia dini, ada tahapan-tahapan latihan yang harus diperhatikan. Untuk usia di bawah 12 tahun, yang utama adalah menciptakan suasana latihan yang menyenangkan sambil memperbaiki fundamental dan keterampilan dasar bola basket.
Kemenangan seharusnya hanya menjadi bonus, bukan target utama. Jika berbicara prestasi dan kemenangan, kita baru bisa menargetkan itu di usia 16-18 tahun. Metode latihan untuk usia 12, 14, 16, dan 18 tahun tidak boleh disamakan, karena jika dari usia 12 mereka sudah diberi tekanan berlebihan, mereka bisa jenuh saat mencapai usia 16-18 dan akhirnya kehilangan minat.
Bagaimana dengan aspek gizi? Apakah dari kecil mereka sudah harus mendapatkan asupan seperti atlet profesional?

Gizi memang penting, tetapi belum menjadi fokus utama di Indonesia, kecuali bagi anak-anak yang berasal dari keluarga dengan ekonomi lebih baik. Idealnya, anak-anak di usia dini mendapatkan asupan protein yang cukup, seperti telur dan daging. Namun, tidak semua orang tua memiliki kondisi ekonomi yang memungkinkan. Meski begitu, gizi tetap merupakan fondasi penting dalam perkembangan seorang atlet.
Basket identik dengan tinggi badan, apakah itu hanya dipengaruhi oleh gizi atau ada faktor lain?
Selain gizi, faktor keturunan juga berperan penting. Namun, kita harus realistis. Rata-rata tinggi orang Indonesia sekitar 175-190 cm, dan 190 cm itu sudah tergolong tinggi di sini. Oleh karena itu, daripada hanya fokus pada tinggi badan, kita harus memastikan bahwa pemain memiliki keterampilan yang mumpuni. Banyak pemain dengan tinggi lebih dari 2 meter, tetapi jika tidak memiliki skill, mereka tetap tidak bisa diandalkan.
Bagaimana dengan kompetisi usia dini di dalam negeri? Apakah sudah cukup ideal?
Saat ini kompetisi masih berbentuk turnamen biasa, tetapi menurut saya, untuk usia di bawah 12 tahun sebaiknya tidak ada juara. Formatnya lebih baik berbentuk festival, di mana setiap tim mendapatkan penghargaan sesuai kategori tertentu seperti top rebound atau top team defense.
Dengan begitu, semua pemain merasa dihargai dan tetap semangat berlatih. Jika sejak kecil mereka sudah mengalami kekalahan besar, bisa jadi mereka kehilangan minat. Untuk usia SMP ke atas ( usia 14, 16, 18 tahun), baru bisa diterapkan sistem kompetisi seperti biasa dengan sistem gugur dan final.

Pernahkah Coach menemukan pemain muda yang sangat potensial dan akhirnya menjadi pemain profesional?
Banyak. Tapi yang menjadi faktor kunci adalah dukungan dari orang tua. Dukungan itu penting, selama tidak berlebihan atau mengintervensi keputusan pelatih.
Berarti Coach juga aktif berkomunikasi dengan orang tua?
Saya justru menjadi jembatan antara orang tua dan pelatih, biar orang tua itu gak langsung ke pelatih. Saya jadi tamengnya.
Jadi, kan kadang-kadang ada orang tua semisalnya anaknya tidak main langsung komplain ke pelatihnya, di depan pemain-pemain lain. Itu kan seperti menjatuhkan integritas pelatih, tidak bagus.
Pernah jadi asisten, penilaian coach terhadap perkembangan Timnas Basket bagaimana?
Kita gak bisa menyalahkan tim nasional karena pemainnya yang itu-itu saja. Karena memang yang menonjol ya itu-itu saja.
Sebenarnya banyak yang bagus. Tetapi, ketika sudah masuk pemain asing, yang lokal ini pasti akan ketutup, tidak terlalu kelihatan menonjol.
Kita udah ada kompetisi yang semuanya pakai pemain lokal, tetapi kan cuma sebentar liganya, sebulan selesai. Kalau bisa panjang, ini akan lebih bagus.