4 Alasan Pemecatan Julen Lopetegui sebagai Pelatih West Ham United

West Ham United menjadi salah satu tim English Premier League (EPL) yang melakukan pembelian banyak pada bursa transfer musim panas 2024. Namun, pembelian besar-besaran ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Hasil buruk di atas lapangan membuat manajemen klub memutuskan untuk memecat Pelatih Julen Lopetegui yang hanya bertahan delapan bulan sejak Mei 2024.
Dengan investasi lebih dari 130 juta pound sterling atau setara Rp2,6 triliun, harapan besar tertuju pada Lopetegui untuk membawa West Ham tampil kompetitif pada 2024/2025. Akan tetapi, hingga pertengahan musim, performa tim justru merosot. Berikut adalah empat alasan utama di balik keputusan The Hammers memecat Julen Lopetegui.
1. West Ham United jadi salah satu tim dengan catatan pertahanan terburuk di EPL 2024/2025
Statistik mencatat bahwa West Ham United mencetak 26 gol dan kebobolan 39 gol dalam 20 pertandingan Premier League 2024/2025 di bawah arahan Julen Lopetegui. Angka kebobolan yang tinggi ini membuat The Hammers menjadi salah satu tim dengan pertahan terburuk. Klub sendiri telah mendatangkan empat pemain bertahan, seperti Aaron Wan-Bissaka, Jean-Claire Todibo, dan Maximilian Kilman yang seharusnya mampu memberikan stabilitas lebih. Akan tetapi, faktanya mereka gagal mengatasi masalah defensif yang kronis.
Bahkan dalam pertandingan terakhir sebelum pemecatannya, West Ham kalah telak 4-1 dari Manchester City. Statistik ini mencerminkan masalah mendasar dalam strategi bertahan yang diterapkan pelatih asal Spanyol ini. Dilansir Sky Sports, Jamie Carragher menyebut bahwa kekalahan besar seperti ini sudah menjadi pola yang berulang. Ia mencatat bahwa The Hammers telah 6 kali kalah dengan margin 3 gol atau lebih dalam musim ini.
Keadaan ini diperparah oleh hasil di turnamen lain, seperti kekalahan 5-1 dari Liverpool di Carabao Cup 2024/2025. Ketidakmampuan tim untuk bertahan secara solid tidak hanya memengaruhi hasil pertandingan tetapi juga meruntuhkan kepercayaan diri pemain. Situasi ini membuat manajemen klub kehilangan kepercayaan pada Lopetegui untuk memperbaiki situasi.
2. Gelontoran dana besar dari klub tak seiring dengan hasil yang didapat
West Ham United mencatatkan pengeluaran lebih dari 130 juta pound sterling (Rp2,6 triliun) selama bursa transfer musim panas 2024, sebuah angka besar yang seharusnya seiring dengan meningkatnya kualitas tim. Namun, dengan hanya mencatatkan 6 kemenangan dari 20 pertandingan liga, performa West Ham jauh dari memuaskan. Tim asuhan Lopetegui hanya mengumpulkan 23 poin dan kini terjebak di peringkat ke-14 klasemen sementara, sebuah posisi yang sangat jauh dari harapan klub yang telah mengeluarkan dana besar di bursa transfer.
Kemenangan penting seperti saat melawan Newcastle United pada November 2024 memang memberikan secercah harapan, tetapi itu hanyalah anomali di tengah performa yang tidak konsisten. Setelah kemenangan tersebut, West Ham hanya mampu meraih 1 kemenangan dalam 5 pertandingan berikutnya. Hasil ini membuat mereka terperosok ke posisi ke-14 klasemen, jauh dari zona Eropa yang menjadi target awal musim.
Kritik tajam juga diarahkan kepada strategi transfer yang dilakukan bersama direktur olahraga klub, Tim Steidten. Pemain-pemain yang didatangkan tidak mampu memberikan dampak signifikan di lapangan. Akibatnya, pembelian besar-besaran justru dianggap sebagai pemborosan. Lopetegui gagal memaksimalkan potensi pemain baru dan membangun tim yang kompetitif.
3. Kesulitan dalam menerapkan gaya bermain baru usai kepergian David Moyes
Alasan ketiga mengapa Lopetegui dipecat adalah kesulitan dalam mengimplementasikan gaya bermain baru yang diinginkan klub. Ketika Lopetegui diangkat sebagai pelatih kepala pada Mei 2024, ia menggantikan David Moyes, yang dikenal dengan gaya permainan pragmatis dan bertahan. Klub berharap Lopetegui dapat membawa filosofi permainan yang lebih progresif, dengan lebih banyak penguasaan bola dan serangan yang cepat.
Namun, transisi ini tidak berjalan mulus. Opta Analyst menunjukkan bahwa West Ham gagal untuk mempertahankan konsistensi dalam penguasaan bola atau kualitas serangan mereka di bawah kepemimpinan Lopetegui. Dengan rata-rata 44% penguasaan bola dalam 20 pertandingan Premier League, West Ham tidak dapat menunjukkan penguasaan bola yang dominan yang diharapkan oleh banyak pihak. Gaya permainan yang ingin diterapkan Lopetegui juga sering kali tidak efektif dalam menghadapi lawan-lawan yang lebih kuat.
Pada saat yang sama, meskipun pemain-pemain baru telah didatangkan, mereka belum mampu beradaptasi dengan baik dengan filosofi baru ini. Pemain-pemain kunci tim, seperti Mohammed Kudus dan Edson Alvarez, juga terlihat kesulitan menemukan ritme permainan yang pas. Hal ini mengindikasikan bahwa waktu yang diberikan Lopetegui untuk menerapkan perubahan besar dalam tim ternyata tidak cukup efektif, dan bagi banyak penggemar, hal itu hanya membuang waktu yang berujung pada hasil buruk.
4. Ketidakmampuan mengatasi keharmonisan dan tekanan dari internal klub
Selain catatan statistik yang buruk, Julen Lopetegui juga dinilai gagal dalam mengelola tekanan dan melakukan adaptasi taktik. Kekalahan demi kekalahan membuat atmosfer ruang ganti menjadi tidak kondusif. Pelatih berusia 58 tahun ini dikabarkan beberapa kali berselisih dengan beberapa pemain, seperti Mohamed Kudus, Alphonso Areola, dan Jean-Claire Todibo. Bahkan Todibo sempat mengancam akan hengkang dari klub jika sang pelatih tak segera dipecat.
Selain itu, perubahan gaya bermain setelah kepergian David Moyes juga menimbulkan masalah. Beberapa pemain diduga merasa kesulitan menyesuaikan diri dengan strategi baru, yang pada akhirnya berdampak pada performa kolektif tim. Kaveh Solhekol dari Sky Sports bahkan menyebut bahwa masalah pertahanan tim merupakan cerminan dari ruang ganti yang kurang harmonis.
Tekanan terhadap Lopetegui juga datang dari internal yang mulai memengaruhi stabilitas tim. Selama beberapa bulan terakhir masa jabatannya, Lopetegui berada di bawah tekanan yang semakin meningkat. Dewan direksi klub sendiri sempat terpecah dalam keputusan untuk memecatnya.
Pada Desember 2024, laporan menyebutkan bahwa terdapat perpecahan 60-40 di antara anggota dewan klub terkait nasib Lopetegui. Meskipun berhasil meraih kemenangan dalam pertandingan melawan Wolvehampton Wanderers dan Southampton, hasil itu tidak mampu mengubah arah tim secara signifikan yang berujung pemecatan sang pelatih.
Meskipun Julen Lopetegui datang dengan rekam jejak yang mengesankan sebelumnya, fakta bahwa West Ham United gagal bersaing di papan atas Premier League dan masih bermasalah dengan pertahanan adalah faktor utama yang mempengaruhi keputusan tersebut. Graham Potter menjadi kandidat kuat untuk menggantikan Lopetegui sebagai pelatih kepala