Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Apa yang Bisa Dipetik dari Performa Tottenham di UEFA Super Cup 2025?

ilustrasi stadion sepak bola
ilustrasi stadion sepak bola (IDN Times/Mardya Shakti)
Intinya sih...
  • Tottenham menerapkan gaya bermain lebih direct dengan fokus kepada umpan panjang
  • Set-piece menjadi senjata baru Tottenham, terbukti melalui 2 gol mereka
  • Tottenham terlihat lebih kolektif dan fleksibel dalam menerapkan taktik
Disclaimer: This summary was created using Artificial Intelligence (AI)

Tottenham Hotspur memulai era baru di bawah Thomas Frank dengan laga prestisius melawan juara Liga Champions Eropa 2024/2025, Paris Saint-Germain (PSG), di UEFA Super Cup 2025. Pertandingan yang digelar di Bluenergy Stadium, Udine, Italia, itu sempat menjadi debut impian bagi sang pelatih baru. Spurs unggul dua gol hingga menit ke-85 sebelum PSG membalas dan memaksakan adu penalti, yang pada akhirnya membuat Spurs gagal meraih trofi kejuaraan.

Kendati hasilnya mengecewakan, performa Tottenham memberikan banyak bahan evaluasi sekaligus sinyal positif. Dalam waktu singkat, Frank berhasil menanamkan pendekatan taktis yang berbeda total dari pendahulunya, Ange Postecoglou. Laga ini pun menjadi gambaran awal bagaimana Spurs di bawah kendalinya akan memadukan pragmatisme, fleksibilitas, dan perhatian terhadap detail.

1. Tottenham Hotspur menerapkan gaya bermain direct dengan fokus kepada umpan panjang

Thomas Frank menandai debut kompetitifnya bersama Tottenham Hotspur dengan rencana yang benar-benar disesuaikan untuk menghadapi PSG. Ia menurunkan formasi 3-5-2 yang rapat, menginstruksikan pressing agresif, serta mengandalkan umpan panjang dari Guglielmo Vicario menuju duet Richarlison dan Mohammed Kudus. Strategi ini efektif membatasi ruang gerak winger cepat PSG, seperti Ousmane Dembele, Bradley Barcola, dan Khvicha Kvaratskhelia, sekaligus menciptakan peluang berbahaya melalui serangan balik cepat.

Pendekatan ini mengingatkan kepada keberhasilan Frank bersama Brentford saat promosi ke English Premier League, termasuk kemenangan 2-0 atas Arsenal pada 2021, dengan skema serupa. Dilansir The Athletic, Vicario mengirim 31 umpan panjang, jauh berbeda dengan gaya bermain pada 2024/2025 saat menjadi salah satu kiper dengan jumlah long-pass terendah di Premier League. Pola tersebut memutus momentum pressing PSG dan memaksa mereka bermain di area yang tidak nyaman.

Meski unggul dua gol lewat skema yang matang, Spurs akhirnya kehilangan kendali pada menit-menit akhir. Frank sendiri mengakui, timnya mengalami penurunan performa setelah Kudus diganti dan PSG memanfaatkan celah tersebut. Walau demikian, 80 menit pertama memperlihatkan kemampuan adaptasi taktis yang menjadi nilai plus, sesuatu yang jarang terlihat pada era Ange Postecoglou yang cenderung memaksakan satu skema taktik.

2. Set-piece menjadi senjata baru Tottenham Hotspur, terbukti melalui dua gol mereka

Salah satu sorotan utama dari UEFA Super Cup 2025 adalah betapa mematikannya Tottenham Hotspur memanfaatkan situasi bola mati. Dua gol Spurs tercipta dari skema yang dilatih intensif, termasuk tendangan bebas panjang Guglielmo Vicario yang dimanfaatkan Micky van de Ven dan lemparan jarak jauh Kevin Danso yang menciptakan kekacauan di kotak penalti PSG. Pendekatan ini merupakan ciri khas Thomas Frank di Brentford, ketika timnya menjadi salah satu yang terbaik di Premier League dalam menciptakan peluang dan bertahan dari set-piece.

Data pada 2024/2025 menunjukkan, Brentford memiliki rasio konversi peluang set-piece kedua tertinggi di liga serta kebobolan paling sedikit dari skema serupa. Kini, sembilan pemain inti Spurs melawan PSG memiliki tinggi badan di atas 180 cm, yang memberikan keuntungan fisik untuk memaksimalkan bola mati. Frank pun menekankan, fokus latihan set-piece akan menjadi prioritas di bawah kepemimpinannya.

Perhatian terhadap detail ini kontras dengan Ange Postecoglou, yang secara terbuka mengaku tidak terlalu tertarik dengan set-piece. Dalam laga melawan PSG, variasi eksekusi Frank tampak jelas, dari umpan in-swinging Pedro Porro kepada Cristian Romero yang berbuah gol, blocking cerdas Danso dan Van de Ven, hingga free-kick cepat Kudus. Jika konsistensi ini berlanjut, Tottenham bisa menjadi salah satu tim paling mematikan di Inggris lewat set-piece, terutama di laga-laga ketat ketika satu momen bola mati bisa menentukan hasil akhir.

3. Tottenham Hotspur terlihat bermain kolektif dan fleksibel dalam menerapkan taktik

Selain transformasi taktis, Thomas Frank juga membawa perubahan budaya yang signifikan di Tottenham Hotspur. Ia mengundang seluruh staf klub, termasuk nonteknis, seperti tim katering dan kebersihan, dalam pertemuan tim untuk membangun rasa kebersamaan. Pendekatan inklusif ini menegaskan filosofi semua elemen klub memiliki peran setara dalam perjalanan tim.

Di lapangan, fleksibilitas Frank terlihat jelas. Spurs mampu bermain direct football dengan umpan panjang, melakukan pressing tinggi pada momen tertentu, atau bertahan dengan blok rendah melawan tim kuat seperti PSG. Trio gelandang Joao Palhinha, Rodrigo Bentancur, dan Pape Sarr menunjukkan perpaduan energi, agresivitas, dan kedisiplinan. Palhinha, misalnya, beberapa kali memutus serangan Bradley Barcola di area berbahaya dan memberi perlindungan ekstra bagi lini belakang.

Pemain anyar, Mohammed Kudus, juga memberikan dimensi baru sebagai kreator serangan. Ia piawai menahan bola di bawah tekanan, memenangkan pelanggaran, dan membuka ruang bagi rekan setim. Namun, saat ia ditarik keluar pada menit ke-80, Spurs kehilangan inisiator utama, dan PSG memanfaatkan situasi untuk menekan lebih dalam hingga mencetak dua gol penyeimbang. Meski demikian, mentalitas kolektif dan tekad untuk beradaptasi di bawah Frank memberi harapan Tottenham akan berkembang menjadi tim yang lebih tangguh dan kompetitif pada 2025/2026.

Tottenham Hotspur memang gagal mengangkat trofi UEFA Super Cup 2025, tetapi laga ini menggambarkan arah baru yang jelas di bawah Thomas Frank. Dengan kombinasi taktik adaptif, kekuatan set-piece, dan budaya tim yang solid, Spurs memiliki fondasi kuat untuk menghadapi musim yang makin kompetitif.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Editor’s Picks
Topics
Editorial Team
Gagah N. Putra
EditorGagah N. Putra
Follow Us