Bagaimana Pertahanan Liverpool Jadi Titik Lemah Tim pada 2024/2025?

- Liverpool kalah 2-3 dari Fulham, mengakhiri rekor tak terkalahkan 26 pertandingan di Premier League.
- Pertahanan Liverpool rapuh, dengan tiga gol kebobolan dan kesulitan mengantisipasi serangan balik lawan.
- Bek sayap Liverpool, Trent Alexander-Arnold dan Andrew Robertson, menjadi titik rawan dengan penurunan performa dan kurangnya rotasi.
Liverpool gagal meraih poin setelah kandas di tangan Fulham dengan skor 2-3 pada Minggu (6/4/2025) WIB. Ini menjadi kekalahan kedua mereka di English Premier League (EPL) 2024/2025 setelah 26 laga tak terkalahkan sejak Nottingham Forest pada pekan ke-4 liga. Meski masih kokoh di puncak klasemen, kekalahan ini kemudian menguak masalah lini pertahanan Liverpool di bawah asuhan Arne Slot.
Pertahanan yang semula menjadi kekuatan kini justru tampak rapuh dalam beberapa laga terakhir. Fulham berhasil mengeksploitasi kelemahan tersebut lewat permainan cepat dan memanfaatkan celah yang ditinggalkan para bek Liverpool. Tiga gol yang bersarang ke gawang Caoimhin Kelleher menjadi bukti konkret adanya krisis koordinasi yang perlu segera diatasi.
1. Liverpool solid pada awal hingga pertengahan musim, tetapi mulai menurun pada akhir musim
Liverpool memulai musim 2024/2025 dengan performa impresif, terutama di sektor pertahanan. Di bawah komando Arne Slot, tim berhasil mencatatkan sejumlah clean sheet dan menjadi salah satu tim dengan jumlah kebobolan paling sedikit hingga pertengahan musim. Duet Virgil van Dijk dan Ibrahima Konate saat itu menjadi andalan dalam menjaga soliditas lini belakang.
Namun, memasuki paruh akhir musim, stabilitas tersebut mulai terganggu. Sejumlah pertandingan memperlihatkan celah besar di pertahanan, terutama dalam situasi transisi cepat lawan. Kekalahan dari Fulham menjadi alarm penting karena tiga gol yang dicetak tim asuhan Marco Silva ini berasal dari kesalahan elementer pemain belakang The Reds.
Berdasarkan statistik Opt Analyst, Liverpool hanya mencatat 1,08 expected Goals (xG) dibanding Fulham yang berada di angka 1,78. Ini menegaskan The Cottagers mampu memanfaatkan peluang lebih efektif ketimbang Liverpool. Meski penguasaan bola Liverpool mencapai 61 persen, dominasi itu tidak berbanding lurus dengan kinerja defensif mereka. Liverpool terlihat kesulitan mengantisipasi serangan balik cepat yang dieksekusi Fulham.
2. Bek sayap Liverpool kerap melakukan kesalahan fatal hingga berbuah gol bagi tim lawan
Sektor bek sayap yang selama ini menjadi senjata utama Liverpool malah berubah menjadi titik rawan. Trent Alexander-Arnold, meski dikenal sebagai salah satu kreator serangan terbaik dari lini belakang, ia sering kali meninggalkan ruang terlalu lebar saat membantu serangan. Lawan dengan mudah mengeksploitasi sisi kanannya, seperti yang terjadi dalam laga melawan Arsenal pada Oktober 2024 dan Manchester United pada Januari 2025.
Sementara itu, di sisi kiri, Andrew Robertson juga tak luput dari sorotan. Dalam pertandingan melawan Fulham, Robertson membuat kesalahan fatal yang berujung pada gol kedua lawan. Crossing-nya yang tak akurat menjadi awal serangan balik yang dimanfaatkan Alex Iwobi untuk mencetak gol.
Kontribusi ofensif Robertson juga menurun drastis musim ini. Hingga awal April 2025, ia hanya mencatat satu assist di semua kompetisi. Minimnya opsi rotasi membuat Liverpool terlalu bergantung pada pemain yang performanya menurun dan rentan cedera, sementara pelapis seperti Kostas Tsimikas belum menunjukkan level permainan yang memadai.
3. Kurangnya kedalaman di lini pertahanan hingga menurunkan pemain non-bek sebagai starter
Di lini tengah pertahanan, kombinasi empat bek yang digunakan Arne Slot kerap berubah-ubah karena cedera dan penurunan performa pemain. Virgil van Dijk memang masih menjadi pilar utama, tetapi performanya tidak sedigdaya musim-musim sebelumnya. Di sisi lain, walaupun Ibrahima Konate menunjukkan performa yang solid pada beberapa kesempatan, inkonsistensinya menciptakan kelemahan di lini tengah pertahanan.
Kurangnya kedalaman skuad di sektor bek terbukti dengan diturunkannya pemain nonmurni seperti Curtis Jones dalam beberapa kesempatan. Pada pertandingan melawan Fulham, tiga gol yang bersarang semuanya memperlihatkan kurangnya koordinasi dan keterlambatan dalam membaca pergerakan lawan. Kesalahan demi kesalahan bukan hanya berasal dari individu, tetapi dari struktur pertahanan secara keseluruhan.
Slot sendiri dalam konferensi pers menolak menyalahkan pemain secara langsung. Namun, ia mengakui kesalahan yang terjadi merupakan jenis kesalahan yang jarang dilakukan Liverpool. Hal ini menunjukkan, meskipun ada kepercayaan terhadap skuad, ada kesadaran jika masalah sistemik perlu segera ditangani.
4. Liverpool wajib membeli pemain bertahan pada bursa transfer mendatang
Usai laga melawan Fulham, desakan untuk melepas Andrew Robertson pun menguat mengingat kontraknya segera berakhir dan performanya yang menurun drastis. Di sisi lain, Kostas Tsimikas juga dinilai belum mampu mengisi peran sebagai pelapis yang layak. Merekrut bek muda dengan potensi tinggi menjadi strategi yang masuk akal untuk membangun regenerasi di lini pertahanan.
Dengan musim yang masih menyisakan tujuh pertandingan, Liverpool tidak bisa hanya mengandalkan rotasi pemain yang ada. Bursa transfer musim panas menjadi momen krusial untuk membenahi lini pertahanan, terutama di sektor bek kiri dan tengah. Nama-nama seperti Milos Kerkez dari Bournemouth dan Jorrel Hato dari Ajax Amsterdam mulai dikaitkan dengan Anfield sebagai calon rekrutan.
Liverpool juga harus mempertimbangkan peran Connor Bradley sebagai pengganti potensial Trent Alexander-Arnold jika benar-benar hengkang ke Real Madrid. Sebagai bek kanan muda yang cenderung lebih disiplin secara defensif, Bradley bisa menjadi solusi efektif bagi Liverpool yang membutuhkan stabilitas di lini belakang. Slot harus mulai memercayai Bradley sebagai bagian penting dari regenerasi tim jika ingin memertahankan kekuatan di sektor pertahanan kanan.
Pekerjaan rumah Arne Slot kini nampaknya mulai berat. Dalam situasi seperti ini, pertahanan bukan sekadar tugas empat bek di belakang, tetapi tanggung jawab kolektif dari seluruh punggawa Liverpool. Ia harus mampu menjaga mentalistas anak asuhnya jika mereka ingin menyudahi musim 2024/2025 dengan gelar juara Premier League di tangan.