Kunjungan Juventus ke Real Madrid Membuka Luka Lama Transfer Ronaldo

- Juventus merekrut Cristiano Ronaldo untuk memenangkan Liga Champions dan memperluas daya tarik global klub.
- Penundaan pembayaran gaji Ronaldo selama pandemik COVID-19 menyebabkan pukulan finansial bagi Juventus.
- Kerugian finansial akibat transfer Ronaldo masih dirasakan Juventus hingga saat ini, mempengaruhi struktur klub dan strategi transfer terkini.
Juventus harus takluk di tangan Real Madrid dengan skor tipis 0-1 pada matchday ketiga Liga Champions Eropa 2025/2026. Selain pulang dengan tangan hampa, kedatangan I Bianconeri ke Santiago Bernabeu juga mengingatkan luka lama soal transfer megabintang Cristiano Ronaldo pada musim panas 2018. Keputusan mendatangkan mantan pemain Real Madrid itu mungkin menjadi penyesalan terbesar Juventus meski telah meninggalkan klub 4 tahun silam.
Kala itu, Juventus datang dengan ambisi besar untuk menaklukkan Eropa setelah gagal di dua final Liga Champions pada 2015 dan 2017. Mereka percaya, dengan menghadirkan sosok dengan mental juara seperti Ronaldo akan melengkapi puzzle terakhir untuk menguasai Benua Biru. Namun, alih-alih membawa kejayaan, proyek mahal tersebut justru memicu krisis yang masih membayangi Juventus hingga hari ini.
1. Cristiano Ronaldo didatangkan Juventus demi memenuhi ambisi menguasai Eropa
Juventus resmi merekrut Cristiano Ronaldo dari Real Madrid pada musim panas 2018 dengan biaya transfer mencapai 111 juta euro (Rp2,143 triliun). Selain sebagai langkah memperkuat tim, keputusan itu sekaligus menjadi strategi bisnis besar untuk memperluas daya tarik global klub. Meski kala itu ia sudah berusia 33 tahun, Ronaldo masih tampil di level tertinggi dan diyakini mampu mengangkat citra klub serta membuka kembali peluang meraih gelar juara Eropa yang selama ini selalu gagal diraih.
Dilansir The Athletic, Ronaldo diberi kontrak dengan gaji fantastis sebesar 31 juta euro (Rp598,3 miliar) per musim, empat kali lipat dari pemain Juventus lainnya. Beban keuangan itu menjadi titik awal masalah karena menguras ruang gerak klub di pasar transfer. Meski secara individu Ronaldo tetap tajam dengan mencetak 101 gol dari 134 pertandingan, Juventus justru gagal mencapai ambisi utamanya, yakni memenangkan Liga Champions.
Kegagalan itu menimbulkan efek domino bagi organisasi klub. Direktur Olahraga Beppe Marotta hengkang pada akhir 2018, sementara Pelatih Maurizio Sarri kesulitan menerapkan sistem permainan kolektif karena peran Ronaldo yang dominan. Sarri bahkan menyebut, mengatur Ronaldo jauh lebih kompleks dibanding pemain lain, sebab ia berfungsi layaknya sebuah merek raksasa. Di lapangan, Juventus mulai kehilangan identitas permainan yang selama ini menjadi kekuatan mereka.
Andrea Pirlo kemudian mencoba menata ulang tim, tetapi hasilnya justru membawa Juventus finis di posisi keempat Serie A Italia 2020/2021 dan tersingkir dari Liga Champions oleh FC Porto. Ketika Ronaldo akhirnya kembali ke Manchester United pada 2021, ia meninggalkan tim dengan keadaan compang-camping. Paulo Dybala termasuk pemain yang mengalami penurunan performa, sementara kondisi finansial klub memburuk akibat ketimpangan dalam struktur penggajian.
2. Penundaan gaji Ronaldo selama pandemik COVID-19 jadi pukulan telak bagi Juventus
Masalah tidak berhenti ketika Cristiano Ronaldo meninggalkan Turin. Selama pandemik COVID-19, Juventus menunda pembayaran sebagian gaji pemain, termasuk milik Ronaldo, dalam skema yang dikenal sebagai manovra stipendi. Dalam kesepakatan itu, klub menjanjikan pembayaran gaji yang ditangguhkan ketika kondisi finansial membaik. Namun, ketika hal itu tak terwujud, Ronaldo menuntut pembayaran tertunda hampir 19,5 juta euro (Rp386,4 miliar).
Perselisihan ini akhirnya dibawa ke ranah arbitrase. Pada April 2024, pengadilan memutuskan, Juventus harus membayar 9,7 juta euro (Rp187,2 miliar) kepada Ronaldo. Kendati hakim menolak tuduhan adanya penipuan dari pihak klub, putusan tersebut menjadi pukulan finansial baru bagi Si Nyonya Tua yang sudah terguncang oleh denda dan penalti akibat skandal keuangan sebelumnya.
Juventus berupaya membela diri dengan alasan Ronaldo telah menandatangani kesepakatan transfer bersama Manchester United pada 2021 yang mencakup klausul pelepasan segala tuntutan ekonomi. Namun, dokumen tersebut tidak cukup kuat di mata hukum karena tidak secara eksplisit membatalkan hak atas pembayaran gaji yang tertunda. Pengadilan menilai, Juventus memang bertanggung jawab atas keterlambatan pembayaran, meskipun tanpa unsur kesengajaan.
Kasus ini terus berlanjut hingga 2025 dengan banding dan kontra-banding yang belum tuntas. Situasi ini memperparah kondisi finansial Juventus, yang pada laporan keuangan terakhir masih mencatat kerugian sebesar 58 juta euro (Rp1,119 triliun) meski sudah menurun dari 123 juta (Rp2,374 triliun) pada tahun sebelumnya. Sengketa hukum dengan Ronaldo menjadi gambaran betapa panjang dan mahalnya konsekuensi dari kesalahan manajemen finansial pada era megatransfer.
3. Kerugian finansial akibat transfer Ronaldo masih dirasakan Juventus hingga saat ini
Ironisnya, 7 tahun setelah merekrut Cristiano Ronaldo dari Real Madrid, Juventus kini kembali ke Santiago Bernabeu dengan kondisi yang jauh berbeda. Klub yang dulu menjadi raja Serie A kini sudah 5 musim tanpa gelar juara liga hingga terjebak dalam siklus krisis dan perombakan struktural. Pertandingan melawan Los Blancos di pada matchday ketiga Liga Champions 2025/2026 tidak hanya soal hasil, tetapi juga konfrontasi simbolik terhadap masa lalu yang belum selesai.
Kehadiran Ronaldo dulu diharapkan menjadi jembatan untuk mengurangi jarak finansial antara Juventus dan elite Eropa seperti Real Madrid dan Manchester City. Namun, pandemik, kegagalan di Eropa, dan biaya besar untuk mempertahankan pemain bintang justru mempercepat kejatuhan sistemik. Krisis keuangan berujung pada pengunduran diri Presiden Andrea Agnelli dan seluruh dewan direksi pada 2022, serta sederet investigasi hukum atas dugaan manipulasi pembukuan.
Dampak panjang dari era Ronaldo bahkan terasa dalam strategi transfer terkini. Juventus menjual pemain muda Dean Huijsen kepada AFC Bournemouth dengan harga 19,63 juta euro (Rp378,9 miliar), sebelum akhirnya sang pemain dibeli Real Madrid tiga kali lipat dari nilai tersebut beberapa bulan kemudian. Keputusan-keputusan seperti ini memperlihatkan perubahan status Juventus dari pembeli ambisius menjadi penjual pemain potensial demi menyeimbangkan neraca.
Hingga kini, proses hukum terkait klaim gaji Ronaldo masih berlangsung dan keputusan final dijadwalkan pada Januari 2026. Selama sengketa itu belum tuntas, Juventus akan terus menanggung beban ekonomi dan reputasi dari transfer paling ambisius dalam sejarah klub. Bayangan Ronaldo di Turin kini bukan lagi tentang gol spektakuler, melainkan tentang warisan finansial yang mengubah arah klub selamanya.
Di balik semua catatan pahit itu, Juventus kini tengah berusaha membangun kembali reputasinya dengan pendekatan yang lebih hati-hati. Namun, perjalanan panjang bersama Cristiano Ronaldo telah meninggalkan pelajaran berharga, ketika ambisi tidak diimbangi perhitungan finansial yang matang.

















