Baca artikel IDN Times lainnya di IDN App
For
You

Mana Iwabuchi dan Fenomena Pensiun Dini Atlet Perempuan

Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)
Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)

Pada usia 30 tahun, atlet memang sudah masuk kategori veteran. Namun, pada umumnya, mereka masih punya beberapa tahun untuk berkarier. Sayangnya, itu tidak berlaku untuk atlet perempuan. Mana Iwabuchi jadi satu dari banyak atlet perempuan yang memilih pensiun pada usia yang cukup muda.

Atlet sepak bola asal Jepang yang punya catatan mentereng selama masa aktifnya ini memilih mengakhiri kariernya pada September 2023. Usianya masih 30 tahun 6 bulan. Apa yang mendasari pilihannya itu?

1. Mana Iwabuchi adalah salah satu atlet sepak bola perempuan Jepang paling dekoratif

Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)
Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)

Mana Iwabuchi adalah salah satu atlet sepak bola perempuan dengan gelar juara terbanyak asal Jepang. Sejak usia belasan tahun, Iwabuchi sudah mencicipi berbagai gelar prestisius di kategori kelompok usia. Ia juga disertakan dalam Timnas Jepang yang memenangi Piala Dunia 2011 Jerman, meraih medali perak di Olimpiade 2012 London, mencapai final Piala Dunia 2015 Kanada, dan merebut medali emas Asian Games 2018 Indonesia.

Kariernya dimulai dengan bermain di Tokyo Verdy Beleza yang berlaga di Nadeshiko League, liga sepak bola perempuan kasta kedua di Jepang pada usia 14. Setelah 5 tahun bersama klub masa kecilnya, tawaran bermain di Eropa pun datang dari TSG 1899 Hoffenheim, dilanjut dengan bermain di Bayern Muenchen. Ia sempat kembali ke Jepang untuk membela INAC Kobe.

Hanya 3 tahun, Iwabuchi kembali berlaga di liga top Eropa bersama sejumlah klub Inggris. Mulai Aston Villa, Arsenal, dan terakhir Tottenham Hotspur. Ketika di lapangan, Iwabuchi sering dijuluki Manadona karena gaya bermainnya yang mirip dengan mendiang Diego Maradona, legenda sepak bola Argentina.

2. Tidak disertakan dalam skuad Jepang di Piala Dunia 2023

Mana Iwabuchi (tengah) saat bermain untuk Timnas Jepang. (instagram.com/iwabuchi.m_jp)
Mana Iwabuchi (tengah) saat bermain untuk Timnas Jepang. (instagram.com/iwabuchi.m_jp)

Sayangnya, kiprahnya selama beberapa tahun terakhir di Women's Super League (WSL), liga sepak bola perempuan kasta pertama Inggris, ternyata tak cukup meyakinkan pelatih Futoshi Ikeda untuk memanggilnya. Padahal, selama tiga Piala Dunia terakhir, yakni 2011, 2015, dan 2019, Iwabuchi tak pernah absen. Keputusan ini sepertinya didukung fakta menit bermain Iwabuchi di WSL cukup rendah.

Bahkan, di Tottenham, ia hanya diturunkan dalam 13 laga. Ikeda punya alibi kuat untuk tidak menyertakannya dan memilih pemain yang menurutnya lebih siap. Komposisi skuadnya pun didominasi pemain-pemain berusia kurang dari 30 tahun. Hanya Kumagai Saki satu-satunya pemain senior sekaligus alumnus Piala Dunia 2011 yang ada di dalam Timnas Jepang di Piala Dunia Perempuan 2023 Australia dan Selandia Baru.

Peristiwa ini pula yang mungkin menyadarkan Iwabuchi bahwa dirinya tak seprima dahulu. Selama di Inggris, Iwabuchi mengalami beberapa kali cedera pergelangan kaki yang membuatnya kesulitan dapat menit bermain. Itu otomatis mengurangi kansnya mewakili negaranya di berbagai turnamen internasional.

3. Fenomena pensiun dini atlet perempuan bukan hal baru

Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)
Mana Iwabuchi (instagram.com/iwabuchi.m_jp)

Cedera pergelangan kaki yang menderanya beberapa tahun terakhir bisa dibilang faktor utama mengapa Mana Iwabuchi memutuskan untuk pensiun pada usia 30 tahun. Namun, fenomena ini ternyata bukan hal yang eksklusif terjadi kepada Iwabuchi seorang. Dokter spesialis osteopati dari University of Pennsylvania, Erik Thorell, dan Robert H Shmerling dari Harvard Medical School sepakat, atlet perempuan berisiko lebih tinggi untuk mengalami cedera dibanding atlet laki-laki.

Tidak hanya masalah anterior cruciate ligament (ACL), ankle sprain seperti yang diderita Iwabuchi juga menghantui lebih banyak atlet perempuan ketimbang atlet laki-laki. Penyebabnya bisa bermacam-macam, mulai dari massa otot yang lebih rendah, kadar lemak yang lebih tinggi, pelvis yang lebih lebar sehingga mempengaruhi pergerakan lutut dan pergelangan kaki, hingga kandungan dan asupan kalsium dan vitamin D yang relatif lebih rendah dibanding laki-laki.

Tak terbatas pada risiko cedera, ada sejumlah alasan lain yang mendasari fenomena pensiun dini di antara atlet perempuan. Petenis Serena Williams pernah menulis sebuah esai di majalah Vogue yang menjelaskan alasan terbesarnya untuk pensiun adalah keinginannya fokus kepada keluarga. Williams menambahkan, dirinya berusaha keras untuk tidak memilih antara keluarga dan tenis (bisa menjalankan keduanya), tetapi kenyataannya tidak semudah itu. Perempuan harus melalui fase hamil dan melahirkan yang jelas mempengaruhi performa dan konsistensi mereka. Hal itu tidak perlu dilalui atlet laki-laki.

Riset yang dilakukan Tekavc, dkk. di Slovenia berjudul 'Becoming a Mother-Athlete: Female Athletes’ Transition to Motherhood in Slovenia dalam jurnal Sport in Society juga menemukan dilema yang sama. Pada akhirnya, sebagian atlet perempuan memilih untuk tidak berkarier setelah melahirkan. Pada atlet perempuan yang mereka survei, ada tanda-tanda rasa bersalah ketika meninggalkan keluarga.

Alasan lainnya cukup miris. Caitlin Murray dari Fox Sports mewawancarai Jazmine Reeves. Ia adalah seorang atlet sepak bola perempuan asal Amerika Serikat yang memilih untuk pensiun dini karena tidak yakin industri olahraga bisa membiayai kebutuhan hidupnya. Bila dibanding dengan rekan sejawat mereka yang laki-laki, penghasilan atlet perempuan, dalam hal ini di Amerika Serikat, tergolong amat rendah.

Dari kasus Mana Iwabuchi saja, bukti betapa besarnya jarak antara perkembangan industri olahraga laki-laki dan perempuan terpampang jelas. Ini realitas miris sekaligus hambatan besar buat para atlet perempuan di mana saja. Namun, di sisi lain bisa jadi peluang untuk pebisnis dan stakeholders yang mau membuat inovasi.

This article is written by our community writers and has been carefully reviewed by our editorial team. We strive to provide the most accurate and reliable information, ensuring high standards of quality, credibility, and trustworthiness.
Share
Topics
Editorial Team
Dwi Ayu Silawati
EditorDwi Ayu Silawati
Follow Us

Latest in Sport

See More

Indonesia Kirim 9 Pemanjat Terbaik ke Piala Dunia Guiyang 2025

07 Sep 2025, 22:51 WIBSport