Menilik Kondisi Finansial Liverpool, Masih Bisa Beli Pemain Mahal?

- Liverpool mencatatkan rekor belanja tertinggi dalam sejarah klub pada musim panas 2025 dengan total pengeluaran mencapai 300 juta pound sterling.
- Klub mampu menjual pemain dengan keuntungan besar dan cerdas mengelola hasil jual-beli pemain untuk menjaga keseimbangan pembukuan.
- Pendapatan Liverpool meningkat signifikan berkat kesuksesan di lapangan, hak siar, dan komersialisasi, membuat mereka stabil dan likuid secara finansial.
Siapa sangka, Liverpool yang dulu dikenal hemat dalam mendatangkan pemain kini menjadi pusat perhatian pada bursa transfer musim panas 2025. Dalam waktu singkat, gerak-gerik The Reds kini menjadi salah satu yang paling dinantikan usai belanja dengan nominal mencengangkan. Meskipun demikian, tidak ada tanda-tanda mereka melanggar aturan finansial yang berlaku di English Premier League (EPL) maupun UEFA.
Situasi ini menimbulkan pertanyaan besar di kalangan pengamat dan pendukung: bagaimana mungkin klub yang dikenal berhati-hati dalam pengeluaran kini justru menjadi salah satu penguasa pasar? Fenway Sports Group (FSG) selaku pemilik klub, yang selama ini dicap konservatif, tiba-tiba menunjukkan wajah agresif dalam merekrut pemain. Namun, realitas di balik strategi belanja ini ternyata jauh lebih terencana dan rasional.
1. Meski telah membeli pemain mahal, Liverpool tampak masih bergerak pada bursa transfer 2025
Liverpool telah mencatatkan rekor belanja tertinggi dalam sejarah klub selama musim panas 2025. Per Juli 2025, total pengeluaran mereka telah menembus angka 300 juta pound sterling (Rp6,537 triliun) dengan mendatangkan enam pemain. Sebut saja Florian Wirtz, Hugo Ekitike, Jeremie Frimpong, dan Giorgi Mamardashvili yang menambah kedalaman skuad yang dibangun Pelatih Arne Slot.
Transformasi kebijakan transfer ini menunjukkan, FSG tidak lagi sekadar bertahan dengan filosofi konservatif. Mereka kini menggunakan pendekatan yang lebih ambisius, tetapi tetap dalam kerangka keberlanjutan finansial. Perubahan ini bukan hanya hasil dari suntikan dana mendadak, melainkan juga hasil perencanaan matang dan efisiensi dari beberapa jendela transfer sebelumnya.
Pergerakan transfer Liverpool pada musim panas 2025 diprediksi belum sepenuhnya berakhir. Menurut Sky Sports, Klub dikabarkan tertarik untuk mendatangkan Marc Guehi dari Crystal Palace sebagai pelapis Virgil van Dijk dan Ibrahima Konate. Selain itu, setelah menjual Luis Diaz ke Bayern Munich, mereka juga akan menjual Darwin Nunez yang dilaporkan telah mencapai kesepakatan verbal dengan Al-Hilal sebesar 56,6 juta pound sterling (Rp1,233 triliun) yang bisa menghasilkan pemasukan tambahan jika negosiasi berjalan sesuai harapan.
2. Liverpool cakap dalam mengelola hasil jual-beli pemain
Salah satu alasan utama mengapa Liverpool tetap dalam batas aman meskipun menggelontorkan dana besar adalah kepatuhan terhadap Profit and Sustainability Rules (PSR) yang diterapkan Premier League. Dalam aturan tersebut, klub diperbolehkan mencatat kerugian hingga 105 juta pound sterling (Rp2,288 triliun) dalam periode 3 tahun. Namun, posisi PSR Liverpool justru menunjukkan surplus karena pengeluaran tertentu dikecualikan dari perhitungan.
Investasi besar seperti renovasi Anfield Road Stand senilai lebih dari 50 juta pound sterling (Rp1,089 triliun), pengembangan akademi, dan pembiayaan tim perempuan tidak masuk perhitungan PSR. Dilansir The Athletic, biaya transfer pemain mahal seperti Florian Wirtz dan Hugo Ekitike dicatat secara amortisasi, yaitu dibagi selama masa kontrak masing-masing pemain. Dengan kontrak berdurasi 5 tahun, misalnya, biaya 116 juta pound sterling (Rp2,527 triliun) untuk Wirtz hanya masuk sebagai beban sekitar 23 juta pound sterling Rp501,2 miliar) per tahun.
Liverpool juga cerdas dalam menjual pemain untuk menjaga keseimbangan pembukuan. Penjualan Luis Diaz ke Bayern Munich senilai 65,6 juta pound sterling (Rp1,429 triliun) menghasilkan keuntungan instan sebesar 48,1 juta pound sterling (Rp1,048 triliun), mengingat nilai sang pemain telah terdepresiasi. Penjualan lainnya, seperti Jarell Quansah, Trent Alexander-Arnold, Caoimhin Kelleher, dan Nat Phillips menambah total profit penjualan mencapai lebih dari 99 juta pound sterling (Rp2,157 triliun) untuk 2025/2026.
3. Liverpool memiliki pendapatan fantastis dalam beberapa tahun terakhir
Liverpool menjalani musim 2024/2025 dengan catatan finansial terbaik dalam sejarah klub. Mengutip The Guardian, pendapatan klub diperkirakan menembus angka 700 juta pound sterling atau setara Rp15,260 triliun berkat kesuksesan meraih gelar juara Premier League dan performa solid di Liga Champions Eropa. Dari kemenangan di liga domestik saja, klub memperoleh sekitar 181 juta pound sterling (Rp3,945 triliun), sedangkan dari Liga Champions, mereka membawa pulang 84 juta pound sterling (Rp1,830 triliun) usai memuncaki fase grup dan lolos ke babak 16 besar.
Peningkatan signifikan juga terjadi pada sektor hak siar. Premier League berhasil menegosiasikan kontrak baru senilai 6,7 miliar pound sterling (Rp146 triliun lebih) untuk periode 2025–2028 dengan Sky Sports dan TNT Sports. Hal ini akan memberikan peningkatan pendapatan langsung bagi klub-klub besar seperti Liverpool yang sering tampil di televisi.
Komersialisasi juga memberi dampak besar. Kerjasama baru dengan Adidas senilai 60 juta pound sterling (Rp1,307 triliun) per tahun menggantikan kontrak sebelumnya bersama Nike. Di samping itu, peningkatan kapasitas Anfield menjadi 61.000 tempat duduk turut meningkatkan pendapatan hari pertandingan hingga 101,7 juta pound sterling (Rp2,216 triliun) pada 2023/2024, naik sebesar 27,44 persen setahun sebelumnya meski tanpa Liga Champions. Semua faktor ini membuat Liverpool tidak hanya stabil, tetapi sangat likuid.
4. Liverpool punya perencanaan finansial yang rapi meski terlihat belanja jor-joran
Langkah agresif Liverpool dalam bursa transfer musim panas 2025 bukan keputusan impulsif. Sejak musim panas 2023, FSG telah menahan diri dalam pengeluaran, termasuk tidak melakukan pembelian sama sekali pada dua jendela transfer Januari terakhir. Pada musim panas 2024, The Reds hanya merekrut satu pemain bernilai 12,5 juta pound sterling (Rp272,3 miliar) untuk mendatangkan Federico Chiesa dari Juventus. Pendekatan ini memberi ruang fiskal yang luas untuk bergerak pada 2025.
FSG juga mengelola utang dengan sangat baik. Liverpool memiliki utang transfer bersih senilai 69,9 juta pound sterling (Rp1,523 triliun) per akhir 2023/2024, angka yang jauh lebih rendah dibanding rival seperti Manchester United (271,6 juta pound sterling). Lebih lanjut, fasilitas kredit bergulir (RCF) mereka dinaikkan dari 200 juta pound sterling (Rp4,359 triliun) menjadi 350 juta pound sterling (Rp7,629 triliun) pada September 2024, dengan hanya 116 juta pound sterling (Rp2,528 triliun) yang telah digunakan per Mei 2025.
Dari sisi rasio gaji terhadap pendapatan, Liverpool juga menunjukkan efisiensi. Kendati harus membayar gaji tinggi untuk pemain-pemain seperti Florian Wirtz sebesar 200.000 pound sterling (Rp43,5 miliar) per pekan, rasio tersebut tetap berada pada kisaran sehat, yaitu 62–65 persen dari total pendapatan tahunan. Bahkan dengan tambahan beban gaji baru, mereka tetap di bawah batasan UEFA mengenai rasio biaya skuad terhadap pendapatan (squad cost ratio).
Disiplin finansial yang diterapkan Liverpool telah membawa mereka ke posisi yang jarang dimiliki klub lain. Mereka tetap mampu bersaing di bursa transfer meskipun pasar sangat kompetitif. Keberhasilan tim di atas lapangan pun tercapai tanpa harus mengorbankan kestabilan keuangan jangka panjang.
Menjawab pertanyaan apakah Liverpool masih akan mendatangkan pemain mahal, jawabannya jelas: ya. Hanya saja, yang menjadi batas utama bukan lagi soal dana, tetapi regulasi jumlah pemain home-grown yang harus dipatuhi. Selama aturan tersebut terpenuhi, The Reds punya ruang untuk terus bergerak di pasar tanpa hambatan berarti.