Pembalasan AC Milan yang Dibayar Tuntas di Athena

Kurang lebih 20 tahun yang lalu, AC Milan dan Liverpool pernah menjadi rival besar di Liga Champions Eropa. Secara materi pemain, Liverpool memang tidak lebih baik dari AC Milan. Namun, semangat juang Liverpool pernah membuat sakit AC Milan sakit hati akibat kekalahan menyakitkan pada final Liga Champions 2005.
Meski sakit hati, AC Milan mampu membalasnya dengan kemenangan yang setimpal. Cerita tersebut tampak seperti dendam yang dibayar lunas. Semua itu terjadi di Athena pada 2007.
1. The Miracle of Istanbul melekat dalam memori penggemar AC Milan
Pada 25 Mei 2005, dunia menyaksikan keajaiban yang sulit dipercaya. Awalnya, AC Milan dengan materi pemain luar biasa yang tampil dominan pada babak pertama. Klub asal Lombardia, Italia, tersebut mengungguli Liverpool dengan skor 3-0.
Di atas kertas, AC Milan sudah melaju satu langkah untuk memenangi Liga Champions 2005. Namun, keajaiban bagi Liverpool terjadi pada babak kedua. Hanya dalam kurun waktu 6 menit, tepatnya pada menit 54--60, Liverpool sukses menyamakan kedudukan menjadi 3-3. Hal tersebut menjatuhkan mental para pemain AC Milan.
Pada akhirnya, Liverpool sukses memenangi laga dan menjadi juara melalui adu penalti dengan skor 6-5. Jerzy Dudek dari Liverpool hadir sebagai pahlawan. Sedangkan, Serginho dan Andriy Shevchenko dari AC Milan dihantui rasa bersalah karena gagal mengeksekusi penalti.
Bagi AC Milan, itu bukan kekalahan biasa. Itu adalah luka kolektif yang membekas di benak tiap pemain dan penggemarnya. Bahkan, Paolo Maldini yang penuh pengalaman menyebutnya sebagai malam yang gelap. Rossoneri bukan hanya kehilangan gelar, tetapi juga harga diri.
2. AC Milan butuh 2 tahun untuk menyusun pembalasan
Setelah tragedi Istanbul, AC Milan tidak bubar. Mereka tidak melakukan perubahan besar dalam materi pemain, tetapi justru memilih merawat rasa sakit itu. Dendam tersebut bak dipelihara sebagai bahan bakar untuk memberikan pembalasan besar.
Pada 2006/2007, AC Milan tidak stabil di Serie A Italia. Namun, mereka menunjukkan kekuatan mental kala berlaga di Liga Champions. Mereka sukses menyingkirkan Celtic FC, Bayern Munich, dan Manchester United pada babak gugur.
Rentetan kemenangan tersebut membawa AC Milan kembali ke final Liga Champions pada 2007. Seakan ditakdirkan, AC Milan sudah ditunggu Liverpool. Ini sebuah skenario sempurna untuk membalaskan dendam 2 tahun sebelumnya.
3. Malam di Athena yang jadi titik balik
Pada 23 Mei 2007, 2 tahun sejak tragedi Istanbul, AC Milan dan Liverpool kembali bertemu di Stadion Olimpiade Athena, Yunani. Kali ini, AC Milan bermain dengan kecerdasan dan emosi yang lebih terkendali. Mereka tidak terjebak dalam permainan cepat Liverpool dan bermain lebih sabar.
Gol pertama pun datang menjelang akhir babak pertama. Tendangan bebas Andrea Pirlo membentur tubuh Filippo Inzaghi dan mengarah ke gawang. Gol ini menjadi sedikit bukti keajaiban dan kecerdasan seorang Inzaghi. Tampak tidak sengaja, tetapi sangat penting secara psikologis.
Pada babak kedua, Liverpool mencoba bangkit. Namun, AC Milan masih bermain lebih cermat. Pada menit 82, Ricardo Kaka mengirim umpan terobosan kepada Inzaghi yang berlari tajam melewati Pepe Reina dan akhirnya mencetak gol kedua. Sedangkan, Liverpool hanya membalas 1 gol lewat Dirk Kuyt yang memperkecil kedudukan menjadi 2-1.
Berkat dua gol, nama Inzaghi sangat dielu-elukan sebagai pahlawan. Bagaimana tidak, penyerang asal Italia itu sukses mencetak 2 gol dengan catatan 1 tembakan saja dalam laga tersebut. Ia bak memakai keberuntungan seumur hidupnya untuk menjadi bintang pada laga final.
4. Penebusan dosa yang sempurna bagi AC Milan
Setelah peluit tanda berakhirnya pertandingan dibunyikan, tidak ada selebrasi yang terbilang liar. Hanya ekspresi lega dan puas yang bisa dilihat dari pemain AC Milan di tengah lesu yang dirasakan para pemain Liverpool. Kemenangan di Athena tersebut membawa trofi Liga Champions ketujuh untuk AC Milan.
Filippo Inzaghi yang pernah dicoret dari skuad 2005 karena cedera hadir sebagai pahlawan malam itu. Sedangkan, Carlo Ancelotti yang sempat gagal pada 2005, sukses membuktikan kapasitasnya sebagai pelatih kelas dunia pada 2007. Bagi Milanisti, ini bukan sekadar kemenangan, melainkan juga akhir dari mimpi buruk.
AC Milan tidak perlu membalas dengan kata-kata atau kebencian terhadap Liverpool. Mereka membalas dengan gaya AC Milan yang elegan dengan bermain tenang, rapi, dan efektif. Sebuah pembalasan yang indah dari emosi sesaat yang pernah tercipta dari tragedi di Istanbul pada 2005.
The Miracle of Istanbul tetap menjadi bagian dari sejarah besar sepak bola. Namun, AC Milan memperbaiki sedikit kekalahannya itu dengan kemenangan di Athena. Hal tersebut menandai mereka bukan pecundang dalam sejarah sepak bola, tetapi sebuah skuad mewah yang berani bangkit dari masa lalu yang buruk.